Dewan Redaksi Media Group Abdul Kohar. MI/Ebet
Dewan Redaksi Media Group Abdul Kohar. MI/Ebet (Abdul Kohar)

Abdul Kohar

Dewan Redaksi Media Group

Daya Beli Terpukul Lagi

Abdul Kohar • 06 April 2022 05:19
AWAL Februari lalu, Badan Pusat Statistik menghadirkan optimisme melalui catatannya terkait dengan daya beli masyarakat. Sumbu pemantik optimisme itu ialah pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV tahun 2021 sebesar 5,02% yoy, yang disokong oleh konsumsi rumah tangga.
 
BPS mencatat sumber pertumbuhan ekonomi berdasarkan pengeluaran tertinggi pada kuartal itu ialah konsumsi rumah tangga, yang tumbuh 3,55%. Salah satu faktor pendorong meningkatnya konsumsi rumah tangga terlihat dari penjualan eceran yang tumbuh sebesar 8,74%. Selain itu, penjualan wholesale, mobil penumpang dan sepeda motor, juga tumbuh 72,87% dan 64,7%.
 
Indikasi lainnya juga dilihat dari uang elektronik, kartu debit dan kartu kredit yang tumbuh 9,11% yoy. Adapun kontribusi pertumbuhan konsumsi rumah tangga ditopang oleh transportasi dan komunikasi sebesar 5,34%, makanan minuman selain restoran 3,24%, pakaian, alas kaki dan jasa perawatannya 1,22%, perumahan dan perlengkapan rumah tangga 3,09%, kesehatan dan pendidikan 2,99%, restoran dan hotel 2,82%, serta lainnya sebesar 2,84%.
 
Indikasi berikutnya yang menunjukkan konsumsi rumah tangga menguat, yaitu jumlah penumpang angkutan udara naik 18,23%. Ini juga menguat jika dibandingkan dengan kuartal IV-2020 yang terkontraksi 64,38%. Jadi, seluruh angka itu mengonfirmasikan bahwa konsumsi rumah tangga merupakan motor utama pertumbuhan ekonomi. Kontribusi totalnya mencapai 52,91% terhadap produk domestik bruto. Diikuti pembentukan modal tetap bruto, ekspor, dan lainnya.
 
Namun, itu kondisi akhir tahun lalu. Sekarang, seperti iklim yang tak menentu, situasinya berubah amat cepat. Optimisme itu memang masih ada, tapi mulai meredup. Ia tergerus oleh kenyataan geopolitik dunia yang berubah. Pula, oleh sejumlah kebijakan stabilitas harga pokok yang tak kunjung membuat harga stabil.
 
Serangan Rusia ke Ukraina telah membuat harga minyak dan gas meroket. Harga minyak mentah dunia sudah naik dua kali lipat untuk pengiriman April hingga Juni. Akibatnya, harga bahan bakar minyak nonsubsidi pun tersundul naik hingga 40%. Harga BBM bersubsidi tetap, tetapi imbasnya kantong negara bisa jebol hingga Rp150 triliun.
 
Itu terjadi karena tiap kenaikan harga minyak US$1 per barel membuat subsidi membengkak Rp3,1 triliun. APBN juga masih harus menambal subsidi untuk elpiji ukuran 3 kilogram yang juga naik karena imbas kenaikan harga minyak dunia. Jumlah yang harus ditambal bisa mencapai lebih dari Rp60 triliun. Itu terjadi karena tiap kenaikan harga minyak US$1 per barel membuat subsidi elpiji membengkak Rp1,4 triliun.
 
Sejauh ini, pemerintah belum akan menaikkan harga BBM dan elpiji bersubsidi. Namun, kode keras bahwa kedua jenis energi bersubsidi itu bakal dinaikkan secara bertahap sudah mulai muncul. APBN pasti akan kesulitan untuk terus menambal subsidi energi yang kian membengkak.
 
Itu belum lagi masih harus ditambah subsidi minyak goreng untuk masyarakat yang harganya tidak kunjung mau turun. Ada anggaran lebih dari Rp6 triliun untuk bantuan langsung tunai bagi rakyat yang terkena dampak harga minyak goreng yang tak kunjung turun itu.
 
April mop kian terasa bagi masyarakat karena pada saat yang bersamaan, pemerintah mulai memberlakukan penaikan tarif pajak pertambahan nilai dari 10% menjadi 11% mulai 1 April. Jelas, konsumen lah yang mesti menanggung beban penaikan itu.
 
Memang, ada teori yang meneguhkan bahwa justru saat daya beli masyarakat naik itulah waktu yang tepat untuk 'menyesuaikan' harga-harga. Namun, momentum naiknya daya beli masyarakat itu baru sebentar. Baru icip-icip. Kini, yang lagi ngetren justru daya beli yang terpukul bertubi-tubi.
 
Ibarat baru bangun dari pukulan KO terkena upper cut, belum juga menata kaki, rakyat sudah dihujani jab-jab yang membuat tubuh terhuyung kembali. Tugas pemerintah kini membuat tubuh rakyat tidak jatuh oleh pukulan telak bertubi-tubi itu.
 
Instruksi Presiden Joko Widodo agar jajarannya berlekas-lekas mengendalikan harga dan terus berupaya untuk menjaga daya beli masyarakat, momentum ekonomi, dan kesehatan APBN kiranya bukan sekadar basa-basi. Kalau dipatuhi dan efektif, perintah Presiden itu bisa menjadi benteng penjaga bagi tubuh yang terhuyung agar tidak jatuh lagi. Kalau tidak patuh lalu tidak efektif, ya sebaiknya kita tidur lagi, agar bisa bermimpi ekonomi tumbuh tinggi.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Pilar Pertumbuhan Ekonomi daya beli masyarakat

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif