Ilustrasi. MI/Duta
Ilustrasi. MI/Duta (Media Indonesia)

Memutus Rantai Kekerasan di Papua

Media Indonesia • 27 April 2021 05:27
RENTETAN peristiwa penembakan di Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, Papua, agaknya belum akan berakhir. Bahkan, pada Minggu, 25 April 2021, peluru dari senjata milik kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB) merenggut nyawa jenderal bintang satu. Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Daerah Papua Brigjen TNI I Gusti Putu Danny gugur di tengah baku tembak aparat keamanan dengan KKSB.
 
Sepak terjang KKSB di distrik tersebut sudah sangat meresahkan. Aksi biadab mereka meliputi pembakaran, pembunuhan, hingga pemerkosaan. Empat warga sipil yang terdiri atas dua guru, seorang tukang ojek, dan satu siswa SMA tewas oleh ulah mereka. Semua dilakukan dengan dalih untuk menyingkirkan mata-mata TNI dan Polri.
 
Ketika kemudian seorang jenderal gugur, Presiden Joko Widodo lantas mengutuk aksi KKSB tersebut. Presiden memerintahkan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengejar dan menangkap seluruh anggota KKSB.
 
Perintah Presiden Jokowi juga sebagai respons tindakan brutal KKSB sebelumnya terhadap warga sipil, walaupun tidak langsung terlontar saat kedua guru, tukang ojek, atau siswa SMA tewas diterjang peluru dan dianiaya KKSB. Kepala Negara menegaskan tidak ada tempat untuk kelompok-kelompok kriminal bersenjata di Tanah Papua maupun di seluruh pelosok Tanah Air. Mereka bisa dikatakan setara dengan kelompok teroris yang mesti ditumpas.
 
KKSB Papua memiliki karakteristik layaknya kelompok teroris di bawah pimpinan Ali Kalora yang tengah diburu di Sulawesi Tengah. Mereka menguasai medan pegunungan dan hutan, serta mampu membaur dengan penduduk setempat.
 
Kita hanya bisa membayangkan betapa sulitnya aparat keamanan menyisir permukiman untuk kemudian menangkap anggota KKSB yang menyamar di tengah-tengah warga. Aparat TNI-Polri tidak bisa sembarangan bertindak, apalagi setelah peristiwa penembakan warga sipil di Intan Jaya oleh anggota TNI tahun lalu.
 
Namun, KKSB juga tidak bisa dibiarkan beraksi brutal sesuka mereka. Seperti juga para pelaku kriminal di mana pun di negeri ini, anggota-anggota KKSB mesti diseret ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka.
 
Selain mengerahkan kekuatan bersenjata, upaya memburu dan menangkap anggota KKSB memerlukan langkah dengan merangkul warga agar tidak membantu anggota KKSB. Warga diajak ikut mewaspadai penyusupan KKSB dan langsung melapor kepada aparat bila menemukan penyusup.
 
Pembunuhan keempat warga sipil di Beoga bisa juga mengindikasikan penolakan warga setempat untuk membantu KKSB. Para pelaku kriminal sebagai kepanjangan tangan kelompok separatis lantas membabi buta merusak fasilitas umum dan mencelakai warga.
 
Apa pun alasannya, tingkah polah KKSB yang menerjang pagar hukum harus disudahi. Meskipun demikian, aparat TNI-Polri jangan sampai terpancing ikut sembarangan mengobral peluru ataupun menganiaya. Kita harus menyadari bahwa lingkaran kekerasan tidak akan pernah bisa putus oleh tindak kekerasan.
 
Di saat aparat berpeluh menjaga keamanan, kita dorong pemerintah menggencarkan dialog dengan para warga asli Papua dan menyerap aspirasi mereka dengan baik. Pemerintah dan wakil rakyat mesti bisa memastikan beleid baru tentang otonomi khusus yang tengah digodok di parlemen saat ini benar-benar bisa memperbaiki pembangunan di Papua.
 
Kita berharap, tahun depan menjadi babak baru penerapan otonomi khusus untuk kebangkitan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan warga Bumi Cenderawasih. Hanya dengan itu, KKSB bisa enyah dari negeri ini bersamaan dengan putusnya rantai kekerasan di Papua.
 
*Editorial Media Indonesia, Selasa, 27 April 2021

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Pilar Papua tni-polri kelompok bersenjata di papua

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif