Ilustrasi/Medcom.id
Ilustrasi/Medcom.id (Yudhie Haryono)

Yudhie Haryono

Direktur Eksekutif Nusantara Centre

Kurikulum Kita Gagal Mencetak Ekonom Pancasilais

Yudhie Haryono • 25 April 2021 08:00
SAYA ingin mulai dengan pepatah latin, Mens sana in corpore sano. ‘Dalam jiwa yang sehat terdapat tubuh yang kuat’. Maka, jika diluaskan kita bisa menulis: di dalam kurikulum yang sehat, terdapat pendidikan yang kuat. Tetapi bagaimana itu terjadi?
 
Begini. Per definisi, kurikulum adalah semua hal yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran. Termasuk metode mengajar, cara mengevaluasi, program studi, bimbingan dan penyuluhan, supervisi dan administrasi, serta hal-hal struktural-kultural terkait dengan waktu, jumlah ruangan, serta kemungkinan memilih mata ajar. Dengan definisi tersebut, kurikulum menjadi ontologi Pendidikan. Poros utama. Dan tulang punggungnya pendidikan. Ia laksana kaki statis: menghasilkan gerak centripetal (ke dalam) dan centrifugal (ke luar) sekaligus.
 
Dalam sejarahnya, kurikulum seringkali diperhadapkan dalam dua kutub bineris. Sebagai inti dari puritanisme dan sebagai inti dari sekularisme. Sebagai puritanis, artinya situasi sosial (zaman) harus ditundukkan di bawah kendali kurikulum. Sebaliknya, sebagai sekularis, kurikulum berubah-ubah sesuai tuntutan zaman.
 
Jika pendekatannya via pendidikan Pancasila, maka kurikulum itu laksana meja statis. Apa meja statis kurikulum pendidikan kita? Trimatra: 1) Pendidikan mental-etika. 2) Pendidikan kejeniusan-logika. 3) Pendidikan kebangsaan-nasionalisme. Dus, trimatra menjadi dasar kurikulum yang bersifat statis-subtantif. Ketiganya bisa dikatakan sebagai nilai final utama. Lalu, apa kurikulum meja dinamisnya? Tentu saja, meja dinamis merupakan mata pelajaran dalam kurikulum tambahan yang pada intinya merupakan nilai instrumental untuk menggapai nilai final dalam trimatra.
 
Nah, meja statis ini berfungsi untuk mencetak agensi atau warga negara unggul. Yang mampu menemukan kebesaran masa lalu demi kehidupan masa kini. Dan "terjaganya" peradaban masa depan Indonesia Raya. Sedang meja dinamisnya berfungsi untuk mencetak agensi atau warga negara unggul yang mampu mengkreasi hari ini dan hari depan yang lebih baik.
 
Semua itu adalah ontologi dari kurikulum kita. Agar cara kita mencetak kerangka warga negara unggul adalah dengan memastikan lahirnya benih insan atlantik. Manusia Nusantara dan patriot Pancasila. Dus, jika ontologi pendidikan kewarganegaraan adalah kurikulum, maka epistemnya adalah komunitas dan jaringan-jaringan pendidikan pembebasan. Lalu, aksinya adalah kepastian hadirnya negara Pancasila.
 
Tapi ingat, menegakkan negara Pancasila itu kerja raksasa. Di dalamnya kita akan menemukan medan pertempuran yang sangat luas, mencakup tiga ranah. Pertama, tanah air fisik (penguasaan teritorial); kedua, tanah air formal (undang-undang dan hukum formal); dan ketiga tanah air mental (nalar dan mindset). Di tiga ranah itu kini kita babak belur dan porak poranda.

Miskin ekonom pancasilais

Di ranah ketiga, salah satu kecelakaan terbesar dalam sejarah negara ini adalah kegagalan mencetak ekonom yang bermental Pancasila. Ekonom yang mampu menjadi agensi terwujudnya kedaulatan ekonomi bangsa kita. Alih-alih memproduksi ekonom Pancasila yang mengerti keadaan dan kebutuhan ekonomi Indonesia, yang terjadi adalah sebaliknya: panen ekonom neo-liberal yang bertentangan dengan Pancasila.
 
Siapa mereka? Mereka adalah para ekonom yang mengimani dan mempraktikkan gadai plus utang dalam membiayai pembangunan nasional. Mereka "mencari uang" dan bukan "mencetak serta memproduk uang." Mereka bukan problem solver sekaligus minus ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga tidak mampu membuat uang yang berdaulat bagi Indonesia. Kurikulum dan kampus kita juga tak ada yang serius memproduksi diskursus ekonomi Indonesia.
 
Para ekonom yang selama ini terbukti berpikiran asing, menguntungkan asing, serta membangun dengan pola asing. Cara simpel yang ditempuh adalah dengan sistem utang dan gadai. Apa yang digadai? Ya sumber daya alam kita. Lalu mematok pajak yang tinggi atas rakyat untuk membayar utang.
 
Padahal, ada cara membangun tanpa utang. Ada cara mencetak uang. Ada cara memakmurkan Indonesia. Dan, ini cara ilmiah, jenius, dan berdaulat. Apa itu? Salah satunya adalah praktik sovereign wealth funds (SWF).
 
SWF adalah penghapusan peta jaminan lama dengan menciptakan jaminan baru dari hasil rekapitalisasi dan nasionalisasi. Fungsinya ada enam. Pertama, sebagai dana stabilisasi (stabilization funds); kedua, sebagai dana tabungan untuk generasi di masa depan (savings or future generations fund); ketiga, sebagai dana pensiun (pension reserve funds); keempat, sebagai dana cadangan investasi (reserve investment funds); kelima, sebagai dana pengelolaan kekayaan negara untuk pembangunan strategis (strategic development sovereign wealth funds); dan keenam, sebagai dana super produktif rakyat (public super productive funds).
 
Itu artinya, uang dicetak negara, lalu dialokasikan untuk proyek produktif dan memastikan warga negara bekerja. Dengan begini maka tak akan ada inflasi dan tidak ada pengangguran. Apalagi bunganya 0%. Namun, semuanya harus dikerjakan dengan 0% korupsi.
 
Teknisnya begini. 1) Pemerintah buat peta baru mineral. Jadikan itu collateral asset. 2) Cetak obligasi dari peta kolateral tersebut. 3) Pemerintah serahkan ke Bank Indonesia, dan Bank Indonesia cetak uang biasa. Bank Indonesia lalu menyerahkan kepada Menteri Keuangan sebagai APBN. 4) Pemerintah jadikan roadmap musyawarah rencana pembangunan nasional (musrengbangnas) di infrastruktur sebagai pengguna uang tersebut. 5) Pemerintah pastikan 0% bunganya dan 0% korupsinya.
 
Kelemahan SWF cuma satu: mematikan tidak ada agensi neoliberal dan oligarki kapital yang selama ini menjual negara dan merampok rakyat miskin. Selebihnya, program ini sangat konstitusional dan Pancasilais. Tak percaya? Praktikkan saja.[]
 
*Yudhie Haryono,Direktur Eksekutif Nusantara Centre
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Pilar Pertumbuhan Ekonomi pancasila ekonomi dunia Ekonomi Indonesia Kurikulum Pendidikan

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif