Dewan Redaksi Media Group Abdul Kohar. MI/Ebet
Dewan Redaksi Media Group Abdul Kohar. MI/Ebet (Abdul Kohar)

Abdul Kohar

Dewan Redaksi Media Group

Bergegas Menyiapkan Pelampung

Abdul Kohar • 25 Januari 2023 05:58
ANCAMAN krisis global bukan pepesan kosong. Bahkan, di awal tahun ini sudah ada sepertiga negara di muka bumi diempas badai krisis.
 
Managing Director IMF Kristalina Georgieva bahkan memberi kabar tidak sedap bahwa krisis kali ini jauh lebih parah daripada krisis tahun 1997-1998. Kita diincar ancaman dan risiko-risiko resesi global, krisis keuangan, krisis pangan, krisis energi, ditambah krisis karena inflasi yang sangat tinggi. Semuanya datang seketika.
 
Jika di dunia ada 200 lebih negara, artinya ada 70 negara yang terempas resesi. Itu merupakan krisis terbesar dalam kurun waktu dua dekade terakhir. Jumlah itu berbeda jauh jika dibandingkan dengan krisis 1997-1998 yang 'hanya' menimpa 8 negara.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


 
Selain jumlah negara yang terkena krisis langsung jauh lebih besar, dampak krisis saat ini juga akan dirasakan negara yang tidak terkena resesi. Di awal 2023 ini saja sudah ada 16 negara menjadi 'pasien' IMF akibat memburuknya ekonomi mereka. Selain itu, sudah ada 36 negara ikut mengantre untuk masuk ke daftar 'pasien' lembaga tersebut. Jika situasi ketidakpastian itu berlanjut, negara-negara yang kerap disebut-sebut kebal krisis harus mengalkulasi ulang tabungan optimisme mereka.
 
Tahun 2022 sejatinya diperkirakan akan menjadi tahun pemulihan ekonomi global dari kekacauan yang diakibatkan oleh pandemi covid-19. Aura optimisme itu sudah menguar ke mana-mana. Namun, invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari 2022 menyebabkan ekonomi global didorong kembali dalam ketidakpastian. Apalagi, ada analisis yang memperkirakan perang ini masih bakal berlangsung panjang.
 
Perang di Ukraina dan sanksi Barat terhadap Rusia memicu ketegangan geopolitik, membuat harga energi, dan pangan melonjak melampaui level yang belum pernah ada sebelumnya. Alhasil, rantai pasokan terganggu dan pemulihan ekonomi global menjadi sangat sulit.
 
Ketika inflasi naik ke level tertinggi selama bertahun-tahun, bank sentral terpaksa memperketat aliran uang dengan menaikkan suku bunga dalam menghadapi ekonomi yang sudah melambat. Karena itu, ancaman resesi pun tidak terelakkan.
 
Namun, resesi hanyalah salah satu kesulitan ekonomi yang menanti semuanya pada tahun ini. Masih ada beberapa tantangan terbesar yang amat mungkin mesti dihadapi ekonomi global. Inflasi yang membandel salah satunya.
 
Kenaikan harga kemungkinan akan moderat pada tahun 2023, dibantu oleh melemahnya permintaan, penurunan harga energi, berkurangnya pasokan, dan penurunan biaya pengiriman. Namun, inflasi akan tetap di atas level target bank sentral, mendorong kenaikan suku bunga lebih lanjut. Itu berarti, bakal lebih banyak 'rasa sakit' bagi ekonomi global dan berisiko memperburuk krisis utang global.
 
Namun, sepertinya kita tidak perlu terlalu mengerutkan kening. Kalaupun rambut putih di kepala bertambah banyak, biarkan itu terjadi karena alamiah saja. Sebab, kita masih punya stok optimisme meskipun kewaspadaan level tinggi perlu ditingkatkan.
 
Sang penjaga optimisme itu ialah Menteri Keuangan Sri Mulyani. Saya percayakan saja pada Bu Menteri, yang meyakini Indonesia tidak masuk ke negara yang mengalami resesi. Dia menyatakan ekonomi kita bisa bergerak kian cepat tahun ini setelah kemampuan bertahan saat pandemi dan turbulensi tahun lalu sudah terbukti.
 
Pemulihan ekonomi akan didukung dengan APBN 2023 yang disiapkan sebagai motor penggeraknya, termasuk merancang belanja negara yang diharapkan bisa menjaga Indonesia dari guncangan perekonomian global.
 
Namun, itu semua bisa ambyar bila tekad menjadi APBN sebagai motor tidak terorkestrasi secara sempurna. Negeri ini sudah teramat biasa lemah koordinasi, lemah sosialisasi, bahkan lemah konsistensi. 'Penyakit' menahun itu sudah diketahui bertahun-tahun pula. Namun, hingga kini tidak kunjung sembuh pula.
 
Apalagi, ibarat menghadapi banjir, masih banyak yang berpikir ketinggian air baru sepinggang. Padahal, sejatinya air sudah setinggi leher. Yang ditabuh genderang waspada, tapi masih banyak yang menganggap semuanya baik-baik saja. Mestinya, kita bergegas menyiapkan pelampung.
 

Pilar Krisis Ekonomi Krisis Global Resesi ekonomi opini

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif