Redaksi Media Group Gaudensius Suhardi Dewan. (MI/Ebet)
Redaksi Media Group Gaudensius Suhardi Dewan. (MI/Ebet) (Gaudensius Suhardi)

Gaudensius Suhardi

Anggota Dewan Redaksi Media Group

Kuota PTN Kaum Difabel

Gaudensius Suhardi • 05 Desember 2022 05:26
Proses penerimaan mahasiswa baru 2023 di perguruan tinggi negeri sudah diluncurkan pada 1 Desember 2022. PTN diwajibkan untuk memberikan akses kepada calon mahasiswa penyandang disabilitas.
 
Penerimaan mahasiswa baru itu mengacu kepada Peraturan Mendikbudristek Nomor 48 Tahun 2022. Ada pasal khusus terkait calon mahasiswa penyandang disabilitas dalam aturan yang ditetapkan pada 1 September 2022 itu.
 
Pasal 17 Permendikbudristek 48/2022 menyebutkan PTN wajib memberikan akses bagi calon mahasiswa penyandang disabilitas untuk mengikuti seleksi nasional berdasarkan prestasi, seleksi nasional berdasarkan tes, dan seleksi secara mandiri oleh PTN sesuai dengan kebutuhan ragam disabilitas calon mahasiswa.
 
Seleksi nasional menggunakan tes terstandar berbasis komputer menurut ketentuan Pasal 6 ayat (1). Akan tetapi, calon mahasiswa penyandang disabilitas diberikan pengecualian dalam Pasal 29. Disebutkan bahwa apabila tes terstandar berbasis komputer tidak dapat dilaksanakan karena faktor disabilitas, alam, dan/atau gangguan infrastruktur, tes dapat dilakukan secara tertulis dalam bentuk cetak dan/atau dengan pendampingan. Hanya dua pasal itu yang mengatur terkait kaum difabel. Sama sekali tidak ada perlakuan istimewa untuk mereka sehingga dipaksa bersaing bebas dengan calon mahasiswa normal. Hal itulah salah satu penyebab kaum difabel terpinggirkan dalam hal pendidikan yang pada gilirannya tersisihkan dari dunia kerja.
 
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2020, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 22,5 juta atau sekitar 5% dari jumlah penduduk. Tantangan terbesar mereka ialah keterbatasan akses pada pendidikan.
 
Sebagai contoh, data BPS 2020 juga menunjukkan 20,51% penyandang disabilitas tidak pernah sekolah, tidak tamat sekolah dasar 29,35%, dan tamat sekolah dasar 26,32%. Semakin tinggi jenjang, semakin kecil partisipasi penyandang disabilitas. Menurut data Riset Kesehatan Dasar 2018, mereka yang berhasil tamat perguruan tinggi hanya 17,6% dari total penyandang disabilitas.
 
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas memang memberikan kuota pekerjaan untuk penyandang disabilitas. Pemerintah, pemda, BUMN, dan BUMD wajib mempekerjakan paling sedikit 2% penyandang disabilitas dari jumlah pegawai. Perusahaan swasta juga diwajibkan untuk mempekerjakan paling sedikit 1% penyandang disabilitas dari jumlah pegawai.
 
Kuota itu indah sebatas teks. Kaum difabel selalu tersisihkan dalam persaingan, terutama terkait syarat pendidikan untuk diterima sebagai pekerja kantoran minimal tamatan SMA atau perguruan tinggi. Bagaimana bisa memenuhi syarat kalau sebagian besar dari mereka tidak tamat SD?
 
Harus jujur diakui bahwa komitmen negara untuk memajukan kaum difabel tidak perlu diragukan. Negara sudah mengesahkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas.
 
Pasal 24 konvensi yang disahkan Majelis Umum PBB pada 13 Desember 2006 itu mengatur soal pendidikan. Negara-negara pihak mengakui hak penyandang disabilitas atas pendidikan. Dalam rangka memenuhi hak ini tanpa diskriminasi dan berdasarkan kesempatan yang sama, negara-negara pihak harus menjamin sistem pendidikan yang bersifat inklusif pada setiap tingkatan dan pembelajaran seumur hidup.
 
Pendidikan inklusif saja belumlah cukup. Harus ada keberpihakan yang nyata. Elok nian bila Mendikbudristek Nadiem Makarim menerapkan sistem kuota untuk calon mahasiswa penyandang disabilitas. Setiap PTN mestinya membuka kuota calon mahasiswa penyandang disabilitas sehingga mereka tidak harus bersaing dengan mahasiswa pada umumnya.
 
Sistem kuota itu tidak melanggar aturan. Bukankah negara memberikan kuota 30% bagi perempuan untuk duduk di kepengurusan partai politik dan lembaga DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota?
 
PTN perlu diingatkan tentang keberadaan Peraturan Menteri Ristek, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 46 Tahun 2017 tentang Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus di Perguruan Tinggi. Peraturan itu belum dicabut meski Kemenristek sudah dileburkan ke dalam Kemendikbudristek.
 
Pasal 6 ayat (4) Permenristek 46/2017 menyatakan perguruan tinggi dapat menyelenggarakan seleksi khusus penerimaan mahasiswa baru yang diikuti oleh calon mahasiswa berkebutuhan khusus. Yang disebut sebagai mahasiswa berkebutuhan khusus adalah mahasiswa yang memiliki keterbatasan fisik, intelektual, mental, sensorik, dan/atau yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
 
Seleksi khusus itu dapat dilakukan dalam bentuk afirmasi menurut ketentuan Pasal 6 ayat (5). Dengan demikian, pemberian kuota untuk calon mahasiswa penyandang disabilitas sangat bergantung pada kebijakan perguruan tinggi masing-masing.
 
Kiranya perlu dipertimbangkan agar ada aturan pemberian kuota kaum difabel di perguruan tinggi negeri.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Pilar Pendidikan penyandang disabilitas Perguruan Tinggi Mahasiswa

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif