Jakarta: Setelah lebih dari satu dekade tertutup, Planetarium Jakarta kembali menyambut pengunjung. Fasilitas edukasi astronomi yang berada di kawasan Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat, itu resmi dibuka kembali pada akhir Desember 2025.
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung meresmikan pembukaan kembali Planetarium Jakarta pada Selasa (23/12). Peresmian tersebut menandai berakhirnya masa vakum panjang Planetarium yang telah tutup sejak 2012.
Kembalinya Planetarium Jakarta menghidupkan kembali salah satu ikon pendidikan sains di ibu kota. Selama puluhan tahun, tempat ini dikenal sebagai ruang belajar astronomi yang memperkenalkan masyarakat pada tata surya dan fenomena langit.
Untuk memahami arti penting Planetarium Jakarta hari ini, perlu menengok kembali sejarah panjang pembangunannya yang bermula sejak awal 1960-an.
Gagasan dari Era Soekarno
Sejarah Planetarium Jakarta berawal dari gagasan Presiden Soekarno pada awal 1960-an. Bung Karno memiliki visi menjadikan Jakarta sebagai kota modern yang dilengkapi pusat seni, budaya, dan ilmu pengetahuan, termasuk fasilitas pendidikan astronomi.
Pembiayaan dan pelaksanaan pembangunan Proyek Planetarium Jakarta diatur dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 155 Tahun 1963, yang ditandatangani Presiden pada 26 Juli 1963. Keputusan tersebut menjadi dasar hukum pembangunan Planetarium sebagai proyek nasional di bidang pendidikan dan sains.
Pembangunan fisik Planetarium Jakarta dimulai pada 1964 di kawasan Cikini dan menjadi bagian dari kompleks Taman Ismail Marzuki, meskipun sempat terhenti akibat dinamika politik nasional pada masa itu.
Diresmikan Ali Sadikin dan Pertunjukan Perdana
Planetarium dan Observatorium Jakarta akhirnya diresmikan pada 10 November 1968 oleh Gubernur DKI Jakarta kala itu, Ali Sadikin. Beberapa bulan setelah peresmian, pertunjukan bintang perdana digelar pada 1 Maret 1969, yang kemudian dikenal sebagai hari kelahiran Planetarium Jakarta.
Pada masa awal operasinya, Planetarium Jakarta menjadi salah satu fasilitas astronomi paling modern di Asia Tenggara. Dengan kubah besar dan proyektor bintang buatan Jerman, pengunjung dapat menyaksikan simulasi langit malam, pergerakan planet, hingga fenomena astronomi secara visual dan edukatif.
Masa Kejayaan hingga Vakum Panjang
Selama bertahun-tahun, Planetarium Jakarta menjadi destinasi edukatif bagi pelajar, komunitas astronomi, dan masyarakat umum. Teater bintang menjadi daya tarik utama sekaligus sarana pembelajaran sains yang mudah dipahami.
Memasuki awal 2010-an, aktivitas Planetarium Jakarta mulai berkurang hingga akhirnya berhenti beroperasi pada 2012. Sejak saat itu, Planetarium memasuki masa vakum panjang sebelum akhirnya direvitalisasi dan dibuka kembali pada 2025.
Kembali dengan Wajah Baru
Setelah melalui proses revitalisasi, Planetarium Jakarta kini hadir dengan pendekatan yang lebih modern. Sistem visualisasi astronomi diperbarui untuk menghadirkan pengalaman belajar yang lebih interaktif dan imersif bagi pengunjung.
Pembukaan kembali Planetarium Jakarta diharapkan menjadi momentum untuk mendekatkan kembali ilmu astronomi kepada masyarakat, khususnya generasi muda. Dengan sejarah panjang yang dimilikinya, Planetarium Jakarta kembali menegaskan perannya sebagai jendela untuk mengenal semesta, dari masa ke masa.
(Sheva Asyraful Fali)
Jakarta: Setelah lebih dari satu dekade tertutup, Planetarium Jakarta kembali menyambut pengunjung. Fasilitas edukasi astronomi yang berada di kawasan Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat, itu resmi dibuka kembali pada akhir Desember 2025.
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung meresmikan pembukaan kembali Planetarium Jakarta pada Selasa (23/12). Peresmian tersebut menandai berakhirnya masa vakum panjang Planetarium yang telah tutup sejak 2012.
Kembalinya Planetarium Jakarta menghidupkan kembali salah satu ikon pendidikan sains di ibu kota. Selama puluhan tahun, tempat ini dikenal sebagai ruang belajar astronomi yang memperkenalkan masyarakat pada tata surya dan fenomena langit.
Untuk memahami arti penting Planetarium Jakarta hari ini, perlu menengok kembali sejarah panjang pembangunannya yang bermula sejak awal 1960-an.
Gagasan dari Era Soekarno
Sejarah Planetarium Jakarta berawal dari gagasan Presiden Soekarno pada awal 1960-an. Bung Karno memiliki visi menjadikan Jakarta sebagai kota modern yang dilengkapi pusat seni, budaya, dan ilmu pengetahuan, termasuk fasilitas pendidikan astronomi.
Pembiayaan dan pelaksanaan pembangunan Proyek Planetarium Jakarta diatur dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 155 Tahun 1963, yang ditandatangani Presiden pada 26 Juli 1963. Keputusan tersebut menjadi dasar hukum pembangunan Planetarium sebagai proyek nasional di bidang pendidikan dan sains.
Pembangunan fisik Planetarium Jakarta dimulai pada 1964 di kawasan Cikini dan menjadi bagian dari kompleks Taman Ismail Marzuki, meskipun sempat terhenti akibat dinamika politik nasional pada masa itu.
Diresmikan Ali Sadikin dan Pertunjukan Perdana
Planetarium dan Observatorium Jakarta akhirnya diresmikan pada 10 November 1968 oleh Gubernur DKI Jakarta kala itu, Ali Sadikin. Beberapa bulan setelah peresmian, pertunjukan bintang perdana digelar pada 1 Maret 1969, yang kemudian dikenal sebagai hari kelahiran Planetarium Jakarta.
Pada masa awal operasinya, Planetarium Jakarta menjadi salah satu fasilitas astronomi paling modern di Asia Tenggara. Dengan kubah besar dan proyektor bintang buatan Jerman, pengunjung dapat menyaksikan simulasi langit malam, pergerakan planet, hingga fenomena astronomi secara visual dan edukatif.
Masa Kejayaan hingga Vakum Panjang
Selama bertahun-tahun, Planetarium Jakarta menjadi destinasi edukatif bagi pelajar, komunitas astronomi, dan masyarakat umum. Teater bintang menjadi daya tarik utama sekaligus sarana pembelajaran sains yang mudah dipahami.
Memasuki awal 2010-an, aktivitas Planetarium Jakarta mulai berkurang hingga akhirnya berhenti beroperasi pada 2012. Sejak saat itu, Planetarium memasuki masa vakum panjang sebelum akhirnya direvitalisasi dan dibuka kembali pada 2025.
Kembali dengan Wajah Baru
Setelah melalui proses revitalisasi, Planetarium Jakarta kini hadir dengan pendekatan yang lebih modern. Sistem visualisasi astronomi diperbarui untuk menghadirkan pengalaman belajar yang lebih interaktif dan imersif bagi pengunjung.
Pembukaan kembali Planetarium Jakarta diharapkan menjadi momentum untuk mendekatkan kembali ilmu astronomi kepada masyarakat, khususnya generasi muda. Dengan sejarah panjang yang dimilikinya, Planetarium Jakarta kembali menegaskan perannya sebagai jendela untuk mengenal semesta, dari masa ke masa.
(Sheva Asyraful Fali) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MMI)