‘Berani Jujur Hebat’. Kita ingat itu pernah menjadi slogan KPK yang intinya ingin mengajak masyarakat berperilaku jujur, tidak korupsi, tidak makan suap, dan sebagainya. Namun, namanya juga cuma slogan, pada akhirnya ia cukup dibaca atau diteriakkan saja, tak perlu repot meresapi makna dan pesannya. Terbukti, perlahan gaung slogan itu pun kini tak sering terdengar lagi.
Akan tetapi, saya tidak akan membahas KPK. Itu hanyalah contoh betapa membangun kejujuran itu tak mudah. Membangun kejujuran semestinya tak cuma berhenti di narasi, slogan, kata mutiara, dan lain-lain. Jujur artinya antara pikiran, ucapan, perbuatan, dan kenyataan sejalan. Karena itu, kejujuran akan terbangun sepanjang ia dipraktikkan dalam kehidupan.
Kendati semakin susah menemukan kejujuran di zaman penuh kebohongan sekarang ini, oase akan selalu ada. Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E ialah salah satunya. Ia ibarat setitik terang yang menyeruak di antara kegelapan nan jahat dalam gurita kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat yang selama beberapa bulan terakhir menghebohkan seantero negeri. Kejujuran Eliezer lah yang menjadi awal terkuaknya seluruh rencana, skenario, sekaligus sandiwara yang direncanakan atasannya, Ferdy Sambo beserta komplotannya. Dialah yang menjadikan kasus ini terang-benderang. Lewat kesaksiannya di persidangan, satu per satu misteri yang menyelimuti kasus tersebut mulai terungkap.
Tidak cuma jujur, Eliezer juga berani. Dengan membawa segudang konsekuensi, ia berani mengajukan diri sebagai saksi pelaku alias justice collaborator dan meminta perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Sebetulnya mungkin ada sedikit kenekatan juga karena yang bakal ia lawan di persidangan ialah mantan atasannya yang dulu merupakan jenderal polisi bintang dua.
Cibiran yang sempat ia terima di awal-awal pengungkapan kasus pun lama-lama berubah menjadi simpati dan dukungan publik. Sepertinya jarang terjadi, seorang terdakwa yang dalam dakwaaannya diduga menembak rekannya sendiri hingga tewas, tapi terus mendapat dukungan dari masyarakat selama proses persidangan.
Baca Juga:Bharada E dan LPSK Berharap Jaksa Tak Banding Vonis 1,5 Tahun Bui |
Tidak sedikit pula kaum emak-emak yang sampai menangis sesunggukan saat jaksa penuntut umum membacakan tuntutan terhadap Eliezer hukuman 12 tahun penjara. Bahkan Aliansi Akademisi Indonesia yang terdiri atas 122 akademisi dari berbagai universitas di Indonesia tak ragu menyatakan sebagai sahabat pengadilan (amicus curiae) hanya untuk membela Eliezer.
Siapa sih sebenarnya Eilezer? Ya, tentu bukan siapa-siapa. Pangkat yang ia sandang pun merupakan pangkat terendah di kepolisian. Jika dibandingkan dengan Ferdy Sambo, bagaikan bumi dan langit. Karena itu pula, ia tak punya daya untuk menolak perintah atasannya meski untuk melakukan hal yang keji.
Namun, mestakung, semesta mendukung dia karena kejujurannya. Pada akhirnya harga kejujuran yang secara konsisten ia tunjukkan selama persidangan telah membawa Eliezer mampu menangguk 'profit' yang besarnya alang-kepalang. Pada persidangan vonis kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, Rabu, 15 Februari 2023, majelis hakim PN Jakarta Selatan menjatuhinya dengan hukuman ringan, 1 tahun 6 bulan.
"Dengan keterangan yang jujur, konsisten, logis, serta berkesesuaian dengan alat bukti tersisa lain yang ada sehingga sangat membantu perkara a quo terungkap meskipun itu menempatkan terdakwa dalam posisi dan situasi yang sangat membahayakan jiwanya, mengingat terdakwa praktis berjalan sendirian," kata hakim dalam salah satu pertimbangannya.
Di saat empat terdakwa lain dalam kasus yang sama divonis ultra petita atau penjatuhan hukuman lebih berat daripada tuntutan jaksa, vonis buat Eliezer justru jauh lebih rendah dari tuntutan. Tangan Tuhankah yang bekerja? Mungkin saja. Paling tidak tangan wakil Tuhan alias hakim yang sudah pasti berperan.
Yang pasti Eliezer ialah contoh nyata dari 'berani jujur hebat' yang sebenar-benarnya. Bukan yang cuma slogan. Ia beneran jujur, karena itu ia layak disebut hebat.