Ilustrasi/Medcom.id
Ilustrasi/Medcom.id (Yudhie Haryono)

Yudhie Haryono

Direktur Eksekutif Nusantara Centre

Mengingat Kembali Hattanomics

Yudhie Haryono • 09 Maret 2021 10:47
"JIKA ditemukan satu saja warga negara miskin dan menderita, kita telah gagal menjadi panitia kesejahteraan rakyat," demikian celoteh Hatta. Negara Indonesia dengan demikian adalah panitia bersama guna mencapai cita-cita negara (Pancasila) dan kewajibannya yang ada dalam pembukaan UUD 1945: melindungi, mencerdaskan, menyejahterakan, dan menertibkan (seluruh warga negara).
 
Mohammad Hatta (1926-1977) bukan hanya seorang proklamator atau seorang ekonom, dialah peletak dasar visi konstitusi ekonomi. Lihatlah kreasi pasal-pasal ekonomi dan penjelasannya dalam konstitusi. Ada enam pasal yang menjadi dasar Hattanomics, yaitu Pasal 23, 27, 28, 31, 33, dan 34. Pasal 33 mengatur paradigma ekonomi dan lima pasal lain mengatur paradigma kewajiban sosial negara terhadap warganya.
 
Jadi, apa inti Hattanomics? Adalah "memastikan tidak ada paria (kehinaan, penderitaan) di Indonesia." Ini tesis Hatta dari pengaruh Charles Fourier yang sering dikutipnya: nous voulons batir un monde ou tout le monde soit heureux (Kami mau membangun dunia yang di dalamnya setiap orang bahagia).
 
Kebahagiaan yang tak mungkin ada jika ada penjajahan. Karenanya, hulu pikiran Hatta adalah revolusi dan hilirnya adalah koperasi. Revolusi sebagai penjabaran dari "is father off all think." Koperasi adalah peta jalan sekaligus metode untuk menghancurkan individualisme, imperialisme, dan kapitalisme yang hanya menghasilkan perbudakan dan kesengsaraan. Karena itu, basisnya konsitusi ekonomi adalah pemerataan, keadilan sosial, dan kemerdekaan abadi. Satu filsafat pembangunan ekonomi yang dalam sejarahnya nanti dihancurkan oleh para pengganti Hatta, seperti Widjojo Nitisastro, Emil Salim, Ali Wardhana, Mohammad Sadli, Budiono, Sri Mulyani, Chatib Basri dll, yang dikenal sebagai Mafia Berkeley. Merekalah para ekonom yang memiliki acuan pada model ekonomi Walt Whitman Rostow.
 
Rostow memperkenalkan lima tahap pembangunan ekonomi, yaitu masyarakat tradisional, pembentukan prasyarat tinggal landas, pergerakan menuju kematangan ekonomi dan konsumsi massal. Privatisasi BUMN dan sumber daya alam menjadi basis utama model pembangunan versi Rostow yang diyakini merupakan cara tercepat dalam menciptakan masyarakat modern.
 
Dengan berkiblat pada model pembangunan versi Rostow inilah Widjojo Nitisastro dkk merancang pembangunan Indonesia selama berpuluh tahun. Generasi penerusnya kini menguasai tiga lembaga strategis, yaitu Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Kementerian PPN/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
 
Jika diringkas dalam sebuah rumusan sederhana, intisari dari Widjojonomics adalah modernisasi sistem ekonomi yang mencakup pasar, fiskal, dan utang luar negeri yang nantinya diharapkan melahirkan apa yang disebut sebagai trickle down effect. Teori ini beranggapan bahwa jika suatu kebijakan ekonomi ditujukan untuk memberi keuntungan bagi kaum kaya atau pengusaha, maka akan efeknya akan menetes ke rakyat miskin melalui perluasan kesempatan kerja, distribusi pendapatan, dan perluasan pasar.
 
Tapi semuanya meleset, jika tidak bisa dikatakan trickle down effect hanyalah tipuan para ekonom. Mengapa demikian? Sebab hasilnya hingga saat ini kita makin miskin dan dijajah kembali dengan warisan utang ribuan triliun dan tergadainya hampir semua sumber daya alam dan manusia kita. Kita seperti warga terbelakang di antara bangsa-bangsa maju di dunia.
 
Kita tahu, sesungguhnya Hatta telah membuat fondasi kuat untuk memajukan perekonomian nasional. Yaitu jiwa, karakter, pikiran, dan tindakan koperasi. Ini adalah organisasi bisnis yang dimiliki dan dioperasikan oleh semua orang demi kepentingan bersama. Koperasi melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Kedaulatan moral menjadi dasarnya, bukan kedaulatan modal.
 
Cita-cita koperasi adalah kuatnya ide yang efektif dan tahan lama dengan berprinsip pada lima hal, yaitu pertama keanggotaan yang bersifat terbuka dan sukarela; kedua, pengelolaan koperasi dilakukan secara demokratis; ketiga, partisipasi aktif seluruh anggota dalam kegiatan ekonomi; keempat, terjamin kebebasan berusaha dan memiliki otonomi; kelima, adanya pengembangan pendidikan dan pelatihan, serta terbukanya akses informasi bagi seluruh anggota.
 
Lima prinsip inilah yang akan membuat semua makmur karena tersedianya hal-hal yang fundamental seperti cukup sandang, pangan, dan papan yang layak. Sehingga, masyarakat dapat hidup dengan aman tidak perlu merasa cemas dalam menghadapi kehidupan di masa yang akan datang. Cukup fasilitas kesehatan termasuk tenaga medis, obat-obatan, rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakat dengan perlengkapan dan tenaga yang memadai dengan biaya yang terjangkau daya beli. Cukup kesempatan pendidikan dalam segala tingkat, baik pendidikan umum maupun professional kejuruan.
 
Selain itu juga adanya jaminan hari tua, sehingga orang tidak takut menghadapi masa tuanya pada saat tidak lagi berdaya mencari nafkah. Cukup sarana perhubungan, sehingga mudah, cepat, dan murah untuk bergerak dalam menghadapi segala urusannya. Cukup sarana komunikasi, sehingga dapat mengadakan hubungan dengan orang lain melalui seluruh saluran komunikasi dengan cepat dan mudah.
 
Tersedianya kesempatan kerja yang sesuai minat dan kecakapannya. Cukup kesempatan untuk mengembangkan dan menikmati kebudayaan, menyempurnakan hidup moral keagamaan dan kehidupan intelektualnya. Dan cukup waktu untuk istirahat dan menikmati hiburan.
 
"Melalui revolusi kita merdeka,” kata Hatta. Dan, "melalui koperasi (tidak ada buruh dan majikan) rasa kebersamaan, multikultural, tolong menolong dapat ditumbuhkan; kita isi kemerdekaan." Sebab jiwa koperasi adalah menolong diri sendiri secara bersama-sama (kemandirian dan kemartabatan) yang sukarela demi kesetiakawanan dalam rangka menuju derajat manusia paripurna: Insan Pancasila.
 
Koperasilah alat yang menghidupkan demokrasi ekonomi, politik, dan sosial. Tanpa revolusi dan koperasi, Indonesia tidak ada. Agar ia ada, Hattanomics telah memberi jalan dan metoda. Kitakah yang akan mewujudkannya? Semoga.
 
*Yudhie Haryono adalah Direktur Eksekutif Nusantara Centre
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Pilar Pertumbuhan Ekonomi kebijakan ekonomi koperasi

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif