Tapi tenang, meski BI kembali menaikkan suku bunga, bank tidak serta merta harus ikut menaikkan suku bunga kreditnya. Selama likuiditas kelompok-kelompok bank ini masih terbilang aman, suku bunga kredit bank masih bisa ditahan. Artinya, ketahanan perbankan masih bisa terjaga dengan tetap meningkatkan pertumbuhan kreditnya.
Hanya saja bank harus berhati-hati dalam menyalurkan pinjaman ke sejumlah sektor berdasarkan profil risikonya. Sebab, ada sejumlah sektor yang mengalami penurunan daya beli, seperti konsumsi barang mewah. Kemudian, pembelian produk otomotif akan turun karena bunganya naik terus.
Inilah saatnya bicara perjuangan menjaga pertumbuhan ekonomi. Sebaiknya bunga kredit perbankan yang masih aman ini diprioritaskan untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah atau UMKM. Selain menjadi strategi menumbuhkan kredit perbankan, penyaluran kredit ke UMKM ini juga dapat menghadang resesi yang bisa merembes ke Indonesia. Mengapa UMKM? Faktanya, ada korelasi positif yang kuat antara indeks bisnis UMKM dengan Indeks Mobilitas Masyarakat. Hal ini menunjukkan kinerja usaha pelaku UMKM cenderung naik sejalan dengan meningkatnya aktivitas masyarakat di luar rumah. Jadi, dengan semakin sehatnya pelaku UMKM, tentu bisa mendorong pertumbuhan kredit perbankan.
Dalam konteks menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia, jangan remehkan UMKM! Tahukah, UMKM mampu berkontribusi sebesar 61,97 persen atau setara dengan Rp8.500 triliun terhadap PDB atau Produk Domestik Bruto, lho. Selain itu, UMKM juga sempat berkontribusi terhadap penyerapan kredit sebesar Rp1 triliun saat 2018. UMKM juga berkontribusi dalam penyerapan tenaga kerja sebesar 97 persen pada 2020.
Berbagai kontribusi tadi menjadi uji materi, geliat UMKM di Indonesia harus dijaga. Pada sisi lain, perbankan pun harus menjaga pertumbuhan kreditnya tadi. Jadi, tampaknya dua sektor ini -perbankan dan UMKM- harus memiliki hubungan yang mesra.
Baca juga:Harap Tenang! Ekonomi Indonesia Masih Stabil Meski Hadapi Risiko Resesi Global |
Langkah digital perbankan dan UMKM
Seperti yang kita ketahui, kontribusi besar UMKM terhadap PDB, penyaluran kredit, dan penyerapan tenaga kerja tadi tidak lepas dari efek digitalisasi UMKM itu sendiri. Tercatat, perdagangan melalui toko online di Indonesia pada 2021 mengalami peningkatan sebesar 52 persen atau sebanyak USD53 miliar dari 2020 yang hanya sebesar USD35 miliar.Artinya, bukan cuma perkara penyaluran kredit, langkah digital pun harus menjadi bagian dari kekuatan kolaborasi perbankan dan UMKM. Bahkan, Ibu Menteri Keuangan Sri Mulyani pun mengamini, mekanisme digital merupakan kunci bagi ekonomi inklusif khususnya masyarakat di wilayah remote, hingga mendorong UMKM untuk melakukan transaksi keuangan dengan cara yang lebih efisien.
Saat ini, melansir G20, pada Juni 2022 tercatat sebanyak 19,5 juta dari 64 juta pelaku usaha telah masuk dalam ekosistem digital. Sejatinya angka ini masih jauh dari target pemerintah, yakni sebanyak 30 juta pelaku usaha terlibat dalam ekosistem digital ini. Artinya, perbankan juga perlu mendorong digitalisasi UMKM dalam paket penyaluran kreditnya.
Sekali lagi, dukungan kemudahan akses kredit tidak hanya menguntungkan pelaku UMKM lho, namun turut membantu keuangan perbankan dalam penyaluran kredit. Terlebih dengan jaminan pemerintah melalui berbagai kebijakan yang fokus terhadap penguatan UMKM, tentu bisa mengurangi risiko kredit macet pada lembaga keuangan bank.
Salah satu langkah pemerintah dalam mendorong geliat UMKM ini adalah penggunaan Kartu Kredit Pemerintah. Langkah ini pun direspons sejumlah bank BUMN, ambil misal BNI, yang sudah menggandeng bank pembangunan daerah (BPD) seperti Bank Papua dan tiga BPD di Kalimantan untuk meningkatkan transaksi nontunai.
Jadi, pada masa pemulihan ekonomi pascapandemi dan menghadapi ancaman resesi global saat ini, tujuan bersamanya haruslah meningkatkan ketahanan pelaku usaha dan ketahanan perbankan. Pada sisi lain, digitalisasi adalah keniscayaan.