Ade Alawi Dewan Redaksi Media Group
Ade Alawi Dewan Redaksi Media Group (Ade Alawi)

Ade Alawi

Dewan Redaksi Media Group

Robohnya Pesantren Kami

Ade Alawi • 30 Agustus 2022 07:27
KEPONAKAN saya adalah sosok yang kalem. Tak pernah melakukan kekerasan. Berkelahi pun sami mawon, tidak pernah.
 
Akan tetapi, akibat kekerasan yang menimpanya sebagai anak baru tingkat tsanawiyah (SMP) di sebuah pondok pesantren yang cukup ternama di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, ia pun putar otak untuk menghentikan perundungan dan kekerasan yang dilakukan seorang senior di pondok pesantrennya. Dia mendekati seorang pengamen bertato di sebuah terminal bayangan di Jakarta Timur.
 
Hubungan keponakan saya dengan sang pengamen cukup akrab karena sering bertemu di tempat tersebut. Dia mengadu kepada sang pengamen bahwa dirinya sering mengalami kekerasan di ponpesnya.
 
Keponakan saya pun meminta pengamen itu untuk memberikan ‘pelajaran’ kepada seniornya agar tidak lagi melakukan kekerasan terhadap para junior. Disampaikanlah ciri-ciri sang senior. Suatu ketika, di saat sang senior itu turun dari bus, si pengamen mencegat dan memarahinya agar tak lagi menganggu ‘adiknya’ di ponpes. "Kalau lu masih ganggu adik gue, gue hajar lu. Gue hafal wajah lu," kata si pengamen.
 
Sang senior pun pucat pasi dan memohon ampun untuk tidak dipukuli. Lalu sang senior berjanji tidak akan mengganggu ‘adik’ si pengamen. Para senior lainnya pun akan dimintanya agar tidak mengganggu para junior.
 
Ternyata jurus keponakan saya jitu. Di ponpesnya dia tak lagi diganggu. Kekerasan lain terjadi di sebuah ponpes yang cukup kondang di Kabupaten Lebak, Banten.
 
Seorang warga Ciledug, Kota Tangerang, Banten, menarik anaknya yang sudah duduk di kelas dua SMP karena mengalami kekerasan, perundungan, dan pemalakan. Beberapa kali saat dikunjungi oleh orang tuanya, sang buah hati tercinta dalam keadaan murung dan kurus.
 
Tibalah waktunya dengan segala keberanian sang anak mengatakan sesuatu yang mengagetkan ibunya. "Ibu, segera cabut saya dari sini (ponpes). Kalau lama-lama di sini, saya bisa mati," kata anak sulung laki-lakinya itu.
 
Tanpa babibu lagi, seusai kunjungan siang itu, si anak langsung dimasukkan ke mobil dan segera dibawa keluar dari ponpes yang megah tersebut. Beberapa minggu kemudian barulah si orang tua mengurus perpindahan dari sekolah di pondok tersebut ke sekolah yang ada di dekat rumanya di Ciledug.
 
Kekerasan juga terus berlanjut di ponpes meskipun itu tidak mencerminkan kondisi seluruh ponpes di Tanah Air. Dua kasus kekerasan di ponpes hingga berujung kematian terjadi dalam waktu yang berdekatan. Pertama di Ponpes Modern Daar El-Qolam, Jayanti, Kabupaten Tangerang, Banten.
 
Polresta Tangerang akhirnya menetapkan seorang tersangka kasus tewasnya BD, 15, santri Ponpes Modern Daar El-Qolam, pada 9 Agustus 2022. Kasus itu bermula dari perkelahian sesama santri.
 
Kedua, di Ponpes Darul Qur'an Lantaburo di Kelurahan Ketapang, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang, Banten. Sebanyak 12 santri ditetapkan sebagai anak berhadapan dengan hukum (ABH) atau anak pelaku alias tersangka oleh Polres Metro Tangerang Kota pada 29 Agustus 2022.
 
Mereka ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pengeroyokan di lingkungan Ponpes Darul Qur'an Lantaburo hingga menyebabkan seorang santri berinisial RAP, 13, tewas. Kekerasan di ponpes baik yang bersifat vertikal (senior ke junior) maupun horizontal (sesama rekan seangkatan) harus segera diakhiri.
 
Ponpes seharusnya menjadi tempat aman dan nyaman dalam menuntut ilmu agama islam. Pengasuh ponpes harus menyemai budaya antikekerasan di kalangan santri dan santriwatinya.
 
Budaya menolak kekerasan dibangun dengan saling menghormati antarsesama sebagai tuntunan ajaran agama islam yang mendahulukan adab (akhlakul karimah) ketimbang kemampuan ilmu yang melambung tinggi. Pengasuh ponpes jangan menyerahkan sepenuhnya kegiatan ponpes sehari-hari kepada santri senior karena berpotensi terjadi abuse of power (penyimpangan kekuasaan).
 
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pernah menyebutkan bahwa kekerasan, termasuk kekerasan seksual, angkanya sangat tinggi di ponpes. Tujuan pendidikan di ponpes menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, pertama, membentuk individu yang unggul di berbagai bidang yang memahami dan mengamalkan nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berilmu, mandiri, tolong-menolong, seimbang, dan moderat.
 
Kedua, membentuk pemahaman agama dan keberagamaan yang moderat dan cinta Tanah Air serta membentuk perilaku yang mendorong terciptanya kerukunan hidup beragama. Ketiga, meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang berdaya dalam memenuhi kebutuhan pendidikan warga negara dan kesejahteraan sosial masyarakat.
 
Lembaga pendidikan agama islam ini harus kembali ke khitah. Jangan biarkan terbentuk spiral kekerasan di ponpes karena akan sulit mengurainya jika telah menjadi sebuah budaya. Setop kekerasan di ponpes. Tabik!
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Pilar pesantren Kekerasan Kekerasan Anak perundungan bullying

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif