Dalam istilah motivasi, tindakan di atas disebut the carrot and the stick. Sebuah pendekatan untuk merayu seseorang agar mau berusaha lebih keras lagi. Menawarkan hadiah saat berhasil melakukannya dan memberikan hukuman jika tidak mau melakukannya.
Pola rangsangan “insentif” seperti ini sudah berjalan sejak lama sekali. Istilah insentif diberikan kepada orang yang berprestasi dalam berbagai bidang, seperti pengelola perusahaan dan berbagai model pengembangan SDM untuk memicu kinerja yang lebih baik, tak terkecuali dalam dunia pendidikan.
Masalahnya, motivasi seperti ini tidak selamanya berjalan lancar. Katakanlah untuk menaikkan kinerja tim, insentif berupa uang diberikan bagi mereka yang bisa melakukan tugas yang terbaik. Bagi mereka yang lalai mendapat sebaliknya. Pemberian insentif ini pada level 1 dan 2 mungkin bisa menaikkan kinerja, tapi pada level 3 ke atas sangat tidak efektif (Pink: 2011). Ada dua tipe motivasi. Pertama motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang datang dari luar diri seseorang. Bisa berupa uang (upah), informasi tantang kesuksesan, hadiah, dan penghargaan. Kedua motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang bersumber dari dalam diri seseorang berupa dorongan untuk melakukan sesuatu guna mencapai kepuasan pribadi. Jika perbuatannya berhasil, merasa diri lebih hidup dan bermanfaat.
Model motivasi pertama sudah sangat lama menyebar, terutama setelah Abraham Maslow memperkenalkan deretan kebutuhan manusia pada tahun 1950-an. Maslow menyatakan setidaknya ada lima daftar kebutuhan dalam hidup seseorang yang bisa disebut sebagai kebutuhan dasar (basic Needs). Meliputi, kebutuhan fisiologis, lalu rasa aman, rasa cinta, harga diri, dan aktualisasi diri. Selain itu, kita dimotivasi oleh keinginan untuk mencapai atau memelihara berbagai kondisi agar kebutuhan dasar tersebut bisa nyaman terpenuhi. Dan oleh berbagai keinginan tertentu yang bersifat intelektual (Maslow: 2012).
Kalau dibahasakan secara sederhana, usulan Maslow dalam hal motivasi banyak diterjemahkan sebagai upaya pemenuhan faktor eksternal yang menjadi kebutuhan seseorang. Sehingga, usaha motivasi sering diartikan “memberikan” apa yang dibutuhkan berdasarkan urutan basic needs yang ditawarkannya. Lebih bersifat material (dalam praktiknya) serta menjanjikan kepuasan jangka pendek.
Tipe kedua adalah motivasi intrinsik. Sebut saja “drive” yang merupakan kemauan keras atau dorongan dari dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu. Daniel H Pink mengusulkan perlunya upgrade atas motivasi model lama (motivasi 2.0) yang menggunakan pendekatan carrot and the stick, dengan menambahkan penguatan pada motivasi intrinsik berupa drive yang terdiri dari tiga pilar: otonomi, penguasaan, dan tujuan (Pink: 2011).
Alasannya ternyata banyak orang berbuat sesuatu bukan karena ingin menggapai hadiah atau keuntungan materi semata, tapi lebih kepada pencapaian kebahagiaan dan kepuasan yang relatif lebih berumur panjang.
Encarta versus Wikipedia
Diilustrasikan bagaimana Microsoft mengembangkan ensiklopedia Encarta yang disajikan secara digital dalam bentuk CD-Roms, lalu disajikan online pada 1996. Tentu dengan menyediakan pembiayaan untuk proyek digitalisasi tersebut, seperti membayar editor dan penulis artikel.Kemudian di pihak lain ada Wikipedia, sebuah ensiklopedia yang tidak dilahirkan dari perusahaan besar. Ensiklopedia tersebut ditulis oleh puluhan ribu masyarakat tanpa dibayar. Mereka menulis dan mengedit artikel sebagai hobi dan kesenangan—bukan karena bayaran. Ensiklopedia tersebut disajikan secara online dan bisa diakses gratis oleh siapa saja.
Pertanyaannya, dalam durasi waktu 15 tahun, apa yang akan terjadi? Mana ensiklopedi yang lebih eksis dan populer?
Ternyata, dalam waktu hanya sembilan tahun, Wikipedia sudah menjadi ensiklopedia terbesar dan terpopuler di dunia. Wikipedia bisa menghimpun lebih dari 17 juta artikel yang ditulis dalam 270 bahasa. Bahkan, untuk versi bahasa Inggris sendiri mencapai 3,5 juta artikel.
Ilustrasi di atas menunjukkan bahwa ada banyak orang yang berkemauan keras untuk mewujudkan sesuatu tidak semata-mata karena kepuasan materi atau hadiah. Mereka melakukannya dengan senang hati, sukarela, dan semangat berbagi. Para relawan dan para guru di pelosok daerah, serta para pahlawan, mereka melakukan pekerjaannya dengan senang dan penuh kebahagiaan.
Kuncinya adalah adanya motif otonomi atau kebebasan dalam tugas, waktu pelaksanaan, teknik pelaksanaan, dan kebebasan tim. Berikutnya motif penguasaan mastery—the desire to get better and better at something that matters. Tentu saja membutuhkan usaha, latihan, dan konsistensi sehingga bisa menghasilkan hasil yang bagus.
Lalu, terakhir adalah motif tujuan yang hendak dicapai. Motif ini menjadi semacam aktivasi energi dalam hidup. Motif tujuan setidaknya memiliki tiga hal penting; goal (target pencapaian), word (kekuatan bahasa untuk mengomunikasikan tujuan dengan kata-kata yang lebih bisa diterima), serta policies (wujud dari aplikasi pencapaian target dengan rumusan kata-kata sebagai pedoman yang menarik).
Upgrade terhadap motivasi 2.0 dengan penguatan perhatian pada sisi motivasi intrinsik ini disebut sebagai motivasi 3.0. Motivasi ini mencoba menggali potensi dalam diri seseorang (drive) dengan orientasi pada pencapaian target secara maksimal. Motivasi 3.0 bermodalkan otonomi, kebahagiaan, dan kepuasan dalam berkreasi yang lebih menghidupkan setiap pribadi sebagai penyempurnaan dari motivasi 2.0 yang berorientasi pada keuntungan semata.
*M Tata Taufik adalah Pimpinan Pondok Pesantren Modern Al-Ikhlash, Kuningan, Jawa Barat