Editorial Media Indonesia
Editorial Media Indonesia ()

Otonomi Korupsi

21 Juni 2017 07:53
MASIH jauh, panjang, dan berliku jalan menuju pemerintahan yang bersih. Kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat itu ternyata tidak tegak lurus menegakkan komitmen memberantas korupsi. Contohnya Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti. Ridwan Mukti terkena operasi tangkap tangan KPK di Bengkulu, kemarin. Ia ditangkap bersama istrinya, Lily Martiani Maddari, dan beberapa pengusaha. Mereka langsung diboyong ke Gedung KPK, Jakarta.
 
Dugaan korupsi yang melibatkan Ridwan Mukti semakin mengukuhkan anggapan bahwa korupsi tidak pernah pudar. Malah, ini yang membuat prihatin, korupsi sepertinya diestafetkan secara sadar di Bengkulu. Bukankah dua gubernur sebelumnya juga terseret dalam pusaran kasus korupsi? Lebih memprihatinkan lagi karena Ridwan Mukti menjadi contoh paripurna perbuatan yang tidak menyatu dengan perkataan.
 
Ridwan Mukti merupakan produk pilkada langsung pada Desember 2015 dan dilantik menjadi gubernur pada Februari 2016. Pemberantasan korupsi menjadi salah satu tema kampanye yang lantang ia suarakan. Tidak hanya itu, pada 1 Maret 2016, Ridwan Mukti memelopori penandatanganan pakta integritas untuk memerangi korupsi dan narkoba. Tidak tanggung-tanggung, Ridwan Mukti meneken pakta integritas itu dengan disaksikan langsung oleh Ketua KPK Agus Rahardjo.
 
Harus tegas dikatakan bahwa Ridwan Mukti telah mengingkari pakta integritas yang ditekennya. Pakta integritas begitu mudahnya dikhianati. Pengkhianatan terhadap pakta integritas bisa saja dilakukan pejabat lainnya di negeri ini, hanya mereka beruntung karena belum terjaring oleh operasi tangkap tangan KPK. Dugaan korupsi Ridwan Mukti juga mengonfirmasikan hal penting lainnya, yaitu korupsi telah bertransformasi dengan mulus dari pusat ke daerah bersamaan otonomi daerah. Otonomi daerah bertransformasi menjadi otonomi korupsi. Tidak sedikit pejabat di daerah, baik itu eksekutif maupun legislatif, yang menjadikan diri mereka sebagai 'raja' yang menerima upeti. Karena itulah, KPK diminta untuk terus-menerus mengawasi dan memberantas korupsi di daerah. Dalam perspektif itulah kita katakan bahwa ada kepentingan konstitusional untuk melindungi lembaga pemberantasan korupsi.
 
Dengan perkataan lain, untuk mewujudkan masyarakat yang bebas dari korupsi, keberadaan KPK harus diperkuat. Dalam konteks ini tujuannya ialah menghadang transformasi korupsi dari pusat ke daerah. Penguatan KPK sebuah keniscayaan di tengah begitu dahsyatnya gempuran yang datang dari segenap penjuru mata angin. Sadar atau tidak sadar, telah ada titik temu kepentingan berbagai pihak untuk melemahkan KPK. Ada kepentingan politik, ada pula kepentingan bisnis.
 
Hanya KPK yang kuat yang bisa konsisten melakukan operasi tangkap tangan. Penangkapan Ridwan Mukti menjadi operasi tangkap tangan kelima selama sebulan terakhir. Sebelumnya, KPK menangkap auditor utama BPK Rochmadi Saptogiri dan Inspektur Jenderal Kementerian Desa dan Pemberdayaan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Sugito. Berikutnya, KPK menangkap Ketua Komisi B DPRD Jawa Timur Mochamad Basuki bersama dua kepala dinas di lingkungan Pemerintah Provinsi Jatim.
 
Tak berselang lama KPK menangkap jaksa dari Kejaksaan Tinggi Bengkulu Parlin Purba dan Ketua DPRD Mojokerto Purnomo. Penangkapan Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti itu semakin membuktikan perilaku garong tidak pernah bersemayam nyaman di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Hanya KPK yang kuat yang bisa membuat resah koruptor.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Oase ott kpk

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif