Memburu Pengemplang Pajak
Memburu Pengemplang Pajak ()

Memburu Pengemplang Pajak

01 April 2017 07:46
MASA amnesti pajak telah berakhir kemarin. Lebih dari 900 ribu wajib pajak mengikuti program amnesti pajak yang digelar pemerintah. Lebih dari Rp4.800 triliun harta dideklarasikan wajib pajak. Sekitar Rp1.000 triliun di antaranya merupakan harta yang ditempatkan di luar negeri. Dari jumlah itu, nyaris Rp150 triliun dipulangkan ke dalam negeri. Selain itu, Rp130 triliun tebusan masuk ke pundi-pundi perpajakan. Angka-angka realisasi amnesti pajak itu memang masih di bawah target yang dicanangkan Presiden Joko Widodo.
 
Ketika memulai amnesti pajak, Presiden berharap dapat memasukkan sekitar Rp165 triliun tebusan pajak ke kas negara. Angka repatriasi atau pemulangan aset dari luar negeri bahkan lebih jauh lagi dari target. Pemerintah memperkirakan tidak kurang dari Rp4.000 triliun harta atau aset wajib pajak Indonesia terparkir di luar negeri. Kenyataannya hanya Rp1.000 triliun yang dideklarasikan dan kurang dari seperlimanya bisa dipulangkan. Meski begitu, target-target tersebut hanyalah satu sisi tujuan amnesti pajak.
 
Hal yang paling pokok ialah memperkuat basis data pajak sekaligus memberi kesempatan wajib pajak untuk menebus 'dosa' mereka. Dari titik sekarang, tidak ada lagi pengampunan. Presiden telah berjanji akan memburu para penghindar pajak yang tidak memanfaatkan program amnesti. Wajib-wajib pajak yang telah mendapatkan amnesti juga dituntut untuk seterusnya patuh menunaikan kewajiban perpajakan mereka. Pemerintah tidak boleh berat sebelah. Jangan mentang-mentang sudah memiliki data lengkap peserta ammesti pajak, yang dikejar-kejar nantinya justru hanya mereka. Sementara itu, para pengemplang pajak yang tidak memiliki kesadaran dan terus berusaha menyembunyikan harta mereka dibiarkan bebas. Data para pengemplang ataupun terduga penghindar pajak tidak sulit diperoleh.
 
Pemerintah memiliki daya dan kuasa untuk menelusuri kekayaan dan perolehan pendapatan wajib pajak dari berbagai sumber. Bila masih banyak pengemplang pajak yang bebas dari jerat sanksi, patut kita curigai pemerintah sengaja melakukan pembiaran. Itu baru dari sisi penerimaan pajak. Masih ada sisi pengeluaran yang tidak boleh dianggap remeh. Kepatuhan membayar pajak akan percuma bila pemanfaatannya dipenuhi penyelewengan. Warga negara taat pajak patut marah bila hasil pajak dipakai untuk membiayai hal-hal yang tidak perlu, seperti pelesiran berkedok studi banding. Rakyat selayaknya gusar ketika pegawai pajak masih leluasa melakukan kongkalikong dengan wajib pajak nakal untuk mengerat potensi penerimaan pajak. Para pahlawan pajak boleh mencak-mencak jika uang pajak dipakai untuk menggaji aparat sipil yang kerjanya hanya ongkang-ongkang kaki, sedangkan proses layanan publik lambatnya bukan main. Segala pelayanan yang semestinya bisa dibuat gratis dengan uang pajak malah sarat pungli.
 
Lebih parah lagi bila pungutan itu kemudian dilegalkan. Seharusnya, hasil pajak membesar, layanan publik semakin banyak yang tidak memungut biaya. Kewajiban penyelenggara negara memastikan hasil pajak dirasakan betul manfaatnya oleh rakyat. Kerja keras saja tidak cukup, kerja benar tidak kalah penting. Jangan sampai wajib pajak merasa dikerjai untuk menopang penyelenggara negara yang seakan-akan benar kerjanya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Oase

TERKAIT
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif