KEBEBASAN berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat merupakan hak asasi manusia yang diakui dan dilindungi Undang-Undang Dasar 1945. Perlindungan itu kerap dianggap sebagai legitimasi untuk menjalankan hak tersebut dengan sebebas-bebasnya. Sebagian dari kita lupa bahwa dalam menjalankan hak ada pula norma-norma hukum yang wajib dipatuhi.
Pemenuhan hak yang kebablasan hampir dipastikan akan merampas hak orang lain yang juga dilindungi konstitusi. Pemenuhan dengan mengabaikan kewajiban hukum bahkan bisa mengganggu eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia jika kegiatan yang digelar bertentangan dengan ideologi negara.
Dua ancaman itu yang membuat pemerintah membubarkan organisasi kemasyarakatan Hizbut Tahrir Indonesia. Dengan terlebih dahulu menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 2 Tahun 2017, pemerintah akhirnya mencabut status badan hukum HTI, kemarin. Pemerintah pun kembali mempersilakan pihak-pihak yang berkeberatan untuk menempuh jalur hukum.
Pembubaran HTI dengan menggunakan perppu bukanlah keputusan sepihak dan ujug-ujug ada. Pemerintah telah menggali pendapat dari berbagai kalangan, ormas-ormas Islam, hingga Majelis Ulama Indonesia. Pendapat mereka memperkuat hasil pemantauan pemerintah bahwa HTI dalam beberapa tahun eksistensinya senantiasa menggelar kegiatan yang mengarah pada tujuan akhir mendirikan ke-khilafahan.
Paham anti-Pancasila tersebut ditanamkan HTI secara berkesinambungan kepada anggota-anggota yang jumlahnya terus bertambah. Keberadaan ancaman terhadap NKRI dari penyebaran paham anti-Pancasila itu nyata. Survei Saiful Mujani Research and Consultant (SMRC) baru-baru ini menyebut sebanyak 9% warga negara Indonesia setuju implementasi khilafah.
Indonesia tidak sendirian. Di 16 negara lainnya, HTI ditetapkan sebagai organisasi terlarang, termasuk di Arab Saudi dan Turki. Alasan paling umum, HTI dinilai mengancam kedaulatan negara dan memicu bibit-bibit terorisme. Dengan membubarkan HTI, pemerintah menjalankan tugas menjaga Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan keberlangsungan NKRI.
Terlepas dari pro-kontra penerbitan Perppu Ormas tersebut, pembubaran HTI memberikan sinyal yang terang benderang. Tidak ada tempat bagi ormas yang bertentangan dengan Pancasila di negeri ini. Ormas-ormas lain yang menganut paham serupa bakal mendapat giliran berikutnya. Konsistensi penegakan hukum memang mutlak dilakukan agar tidak menimbulkan kerancuan di masyarakat tentang hal-hal yang melanggar hukum.
Pembiaran hanya akan membuat para pelanggar lambat laun merasa benar sehingga semakin leluasa melakukan pelanggaran. Kemudian, ketika akhirnya ditindak, malah menyalak kencang dan melawan. Harus diakui, penegakan hukum yang angot-angotan tanpa disadari telah menciptakan budaya 'lebih galak yang salah' di masyarakat.
Rakyat membutuhkan pemerintahan yang berani menyetop pembiaran organisasi yang terang benderang menunggangi demokrasi untuk kelak 'membunuh' demokrasi tersebut. Pembubaran HTI diharapkan menjadi titik tolak bagi negara untuk tidak lagi membiarkan organisasi yang jelas-jelas melanggar hukum. Organisasi seperti HTI, juga organisasi yang doyan berbuat anarkistis, besar karena selama ini dibiarkan meski aksi mereka jelas merongrong hukum dan ideologi negara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di