Mencari Hakim Agung Berintegritas
Mencari Hakim Agung Berintegritas ()

Mencari Hakim Agung Berintegritas

16 Juli 2016 06:38
Dua hakim mengajukan permohonan uji materi terhadap Pasal 6B ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung. Hakim Lilik Mulyadi dan hakim Binsar Gultom menggugat keberadaan hakim agung nonkarier yang dipayungi pasal tersebut. Mereka menganggap telah terjadi diskriminasi terhadap hakim karier dalam persyaratan menjadi hakim agung.
 
Dalam Undang-Undang MA disebutkan, syarat calon hakim agung bagi hakim karier ataupun nonkarier ialah warga negara Indonesia, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berusia minimal 45 tahun, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban.
 
Kemudian, syarat bagi hakim karier ialah berpengalaman paling sedikit 20 tahun menjadi hakim, termasuk minimal 3 tahun menjadi hakim tinggi.
 
Calon hakim agung dari hakim karier diwajibkan berijazah magister di bidang hukum. Untuk calon hakim agung nonkarier, Undang-Undang MA mensyaratkan pengalaman dalam profesi hukum dan/atau akademisi hukum sekurang-kurangnya 20 tahun, serta berijazah doktor dan magister di bidang hukum. Syarat tersebut, menurut Lilik dan Binsar, belum bisa disetarakan dengan pengalaman yang disyaratkan kepada hakim karier.
 
Mereka berdalih pengalaman dan kompetensi hakim di dalam mengadili dan memutus perkara di persidangan tidak bisa dikompensasikan dengan pendidikan akademis. Oleh sebab itu, keduanya meminta kesempatan bagi hakim nonkarier untuk menjadi hakim agung dihapuskan.
 
Sebagai warga negara, Lilik dan Binsar berhak mengajukan permohonan uji materi terhadap ketentuan undang-undang yang diduga melanggar konstitusi. Di sisi lain, gugatan yang muncul di tengah kesengkarutan peradilan akibat maraknya kasus suap menimbulkan pertanyaan. Apakah mereka yang menggugat sekaligus menyuarakan kepentingan mafia peradilan yang merasa gerah oleh polah hakim nonkarier?
 
Kita teringat pada percakapan BBM Kasubdit Kasasi dan PK Perdata nonaktif Mahkamah Agung Andri Tristianto Sutrisna dengan staf kepaniteraan pada Panitera Muda Pidana Khusus MA Kosidah. Transkrip percakapan dibacakan jaksa KPK Ahmad Burhanudin di Pengadilan Tipikor Jakarta, pertengahan Mei lalu.
 
Andri dan Kosidah merencanakan pengaturan perkara kasasi untuk klien mereka. Hakim agung Artidjo Alkostar yang juga hakim nonkarier secara eksplisit disebut sebagai hakim yang dihindari. Artidjo selama ini memang dikenal sebagai algojo yang kerap memperberat vonis di tingkat kasasi, khususnya kepada koruptor.
 
Gagasan menghadirkan hakim agung nonkarier tercetus di era reformasi. Merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap hakim karier menjadi pendorong utama. Hakim nonkarier diharapkan sebagai penyeimbang sekaligus memberikan darah baru dengan semangat reformasi di sistem peradilan.
 
Mereka juga relatif tidak terikat dengan tradisi balas budi yang mengakar sepanjang perjalanan hakim karier. Tradisi semacam itu sangat mungkin membuat hakim agung segan menjatuhkan vonis tegas terhadap kolega di peradilan.
 
Nilai hakim agung ataupun hakim pada umumnya sesungguhnya bukan terletak pada pengalaman memutus perkara di pengadilan ataupun gelar akademis yang berderet di bidang hukum, melainkan pada integritas dan kompetensi mereka.
 
Karena itu, seleksi integritas terhadap para calon hakim dan hakim agung yang justru harus diperketat. Bukan malah menghapus jalur nonkarier yang terbukti menghasilkan hakim agung yang mampu mengangkat kepercayaan publik terhadap peradilan.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Oase hakim agung

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif