LEDAKAN bom di sebuah gereja di Samarinda, Kalimantan Timur,Minggu (13/11), memantik spekulasi di benak orang. Orang boleh jadi menghubung-hubungkannya dengan dinamika pilkada DKI.
Adakah kaitannya dengan hiruk-pikuk pilkada DKI? Adakah ia sebentuk pengalihan isu dari ingar-bingar pilkada DKI?
Bom meledak di Gereja Oikumene, Jl Dr Ciptomangunkusumo, Samarinda, Kaltim, kemarin siang. Lima orang, di antaranya anak-anak, terluka. Kita mengutuk sekeras-kerasnya perbuatan pengecut yang mengorbankan orang-orang tak bersalah itu.
Bom molotov dalam tas dilempar ke area gereja oleh seseorang yang tak lama kemudian ditangkap polisi. Pelaku tergabung dalam kelompok Jamaah Ansharut Tauhid (JAT).
Pelaku bernama Johanda itu merupakan residivis kasus terorisme, yakni bom buku dan rencana peledakan gereja di Serpong, Tangerang, Banten.
Bom buku ialah bom yang dimasukkan ke buku yang dikirimkan ke sejumlah tokoh. Rencana peledakan bom gereja di Serpong pada Hari Raya Paskah dapat digagalkan polisi. Kedua aksi teror terjadi pada 2011.
Bila dilihat dari profil pelakunya, terlalu jauh spekulasi yang mengatakan ada kaitan bom gereja di Samarinda dengan pilkada DKI. Pelaku ialah residivis teroris yang memang 'hobi' mengebom. Kapan dan di mana ia meneror, cuma perkara waktu dan tempat, juga peluang atau kesempatan.
Oleh karena itu, kita sebaiknya tidak berspekulasi macam-macam. Kita percayakan pengusutan kasus bom gereja di Samarinda kepada Polri.
Presiden Jokowi sendiri telah memerintahkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk mengusut tuntas kasus tersebut.
Kita mengapresiasi Polri yang berhasil meringkus pelaku tak berapa lama setelah kejadian. Polri, harus kita akui, banyak mengungkap kasus terorisme di negeri ini. Tanpa Polri, terorisme pasti lebih merajalela di negara ini.
Namun, bila melihat sosok pelaku bom gereja di Samarinda yang merupakan residivis kasus terorisme, kita juga harus mengatakan kebijakan deradikalisasi belum sepenuhnya berjalan.
Oleh karena itu, kita mendorong negara menggencarkan proses deradikalisasi narapidana terorisme. Teroris jelas menganut ideologi radikal yang bisa ditaklukkan dengan deradikalisasi.
Bicara deradikalisasi narapidana terorisme, ia jelas menjadi domain Kementerian Hukum dan HAM. Kementerian Hukum dan HAM mesti lebih menggencarkan deradikalisasi narapidana terorisme di dalam lembaga pemasyarakatan.
Pelaku menjalani masa hukuman lebih cepat dari masa hukuman yang semestinya karena memperoleh remisi. Oleh karena itu, kita meminta Kementerian Hukum dan HAM memperketat pemberian remisi kepada terpidana perkara terorisme.
Bila terpidana terorisme menghirup udara bebas, pengawasan dan deradikalisasi terhadapnya harus dilanjutkan. Bila kebijakan deradikalisasi sukses, kejadian seperti bom gereja di Samarinda tak bakal terjadi. Spekulasi pun tak menyesaki benak kita.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
