KUALITAS Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 terancam. Disebut terancam karena DPR tak kunjung menyeleksi calon anggota KPU dan Bawaslu periode 2017-2022. Padahal, sisa masa tugas KPU dan Bawaslu periode 2012-2017 tinggal 15 hari lagi, berakhir pada 12 April 2017.
Seleksi 14 calon anggota KPU dan 10 anggota Bawaslu dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Undang-undang itu masih resmi berlaku saat ini meski Pemerintah dan DPR sedang melakukan amendemen lewat pembahasan RUU Penyelenggaraaan Pemilu.
Memperpanjang masa tugas KPU dan Bawaslu 2012-2017 bukanlah pilihan yang tepat. Apalagi, perpanjangan itu harus menggunakan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). Sama sekali tidak ada alasan ihwal kegentingan yang memaksa bagi Presiden mengeluarkan perppu. Satu-satunya alasan ialah kegenitan DPR yang enggan mematuhi ketentuan perundang-undangan.
Sesuai ketentuan UU 15/2011, pemilihan calon anggota KPU dan Bawaslu di DPR harus dilakukan paling lambat 30 hari kerja sejak diterimanya berkas calon anggota KPU dan Bawaslu dari Presiden.
Surat dari Presiden berisi nama calon anggota KPU dan Bawaslu dibacakan dalam Rapat Paripurna DPR pada 23 Februari. Itu artinya, hari ini genap 22 hari kerja DPR menunda proses uji kelayakan dan kepatutan calon anggota KPU dan Bawaslu. Batas waktu 30 hari kerja bagi DPR membahas surat dari Presiden itu jatuh pada 6 April atau tinggal 9 hari lagi.
Alasan DPR menunda uji kelayakan dan kepatutan calon anggota KPU dan Bawaslu sama sekali tidak masuk akal, terkesan dicari-cari. Sejumlah anggota DPR mengatakan, seleksi calon anggota KPU dan Bawaslu di DPR perlu menunggu selesainya pembahasan RUU Penyelenggaraan Pemilu yang ditargetkan pada 28 April 2017. DPR mewacanakan penambahan anggota KPU yang saat ini berjumlah 7 orang dan Bawaslu berjumlah 5 orang.
Rencana penambahan jumlah komisioner di dua lembaga itu masuk akal karena tugas berat sudah menunggu di depan mata. Selain menyelenggaran Pilkada 2018, KPU dan Bawaslu periode 2017-2022 juga menyelenggarakan pemilihan presiden dan pemilihan anggota legislatif yang berlangsung serentak pada 2019. Tahapan Pemilu 2019 dimulai pada Juni 2017 antara lain melakukan verifikasi partai politik peserta pemilu.
Harus tegas dikatakan bahwa penambahan jumlah komisioner KPU dan Bawaslu bukanlah alasan untuk menunda seleksi calon yang sudah diajukan Presiden. Penambahan itu baru bisa dilakukan setelah ada payung hukumnya, yakni bila RUU Penyelenggaraan Pemilu diundangkan.
Bisa saja disiasati dalam RUU Penyelenggaraan Pemilu dimasukkan ketentuan peralihan yang mengatur penambahan jumlah anggota KPU dan Bawaslu. Dalam ketentuan peralihan itu disebutkan bahwa kekurangan itu harus diisi begitu UU baru disahkan.
DPR harus diingatkan tentang kian mepetnya waktu untuk memilih anggota KPU dan Bawaslu yang baru. Jika pemilihan itu diundur, itu artinya DPR tahu dan mau dan dengan penuh kesadaran ingin menerabas ketentuan undang-undang.
Mengundurkan jadwal pemilihan anggota KPU dan Bawaslu periode 2017-2022 memperlihatkan tabit dewan seperti undur-undur yang jalannya mundur. Itulah tabiat undur-undur yang suka menerabas undang-undang. Menyusul tabiat undur-undur, DPR biasanya melakoni tabiat kebut semalam. Tabiat itulah yang akan menggerus kualitas Pilkada 2018 dan Pemilu 2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
