SIDANG perdana kasus dugaan penistaan agama yang melibatkan Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok digelar pada hari ini. Status tersangka yang disandang Ahok sejak 16 November otomatis berganti menjadi terdakwa. Proses hukum yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara itu harus dipandang sebagai satu-satunya cara yang santun dan beradab untuk menyelesaikan perkara terkait dengan penistaan agama.
Peradilan santun dan beradab bisa dihadirkan di ruang sidang jika semua pihak memahami makna ketentuan konstitusi. Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Proses hukum terhadap Ahok hendaknya tetap berjalan dalam koridor hukum demi tegaknya supremasi hukum. Kepentingan masyarakat diwakili jaksa yang atas nama negara akan bertindak sebagai penuntut umum. Jaksa berkewajiban membuktikan tuntutannya. Pembela juga berkewajiban membela kliennya. Hanya hakim yang bisa memutuskan apakah Ahok terbukti menista agama atau tidak, bukan yang lain.
Tidak kalah pentingnya untuk diingatkan agar persidangan itu berjalan kondusif sehingga para saksi yang dihadirkan bisa memberikan kesaksian tanpa ada tekanan. Tidak boleh ada tekanan fisik ataupun psikologis. Pengunjung yang hadir di persidangan hendaknya tetap menjaga sopan santun sebagai cermin penghormatan pada supremasi hukum. Jangan pernah memaksakan kehendak untuk menentukan terdakwa bersalah atau tidak bersalah.
Dalam negara demokrasi, hanya peradilanlah yang mempunyai otoritas menentukan seseorang bersalah atau tidak bersalah. Kebenaran dan keadilan itu tidak pernah ditentukan besar kecilnya jumlah massa yang dikerahkan untuk menekan persidangan. Tunduk pada kekuatan massa hanya membuka tirai tirani.
Setiap orang boleh saja menghadiri sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum. Begitu juga dengan sidang penistaan agama. Agar persidangan bisa berjalan dengan baik, kita berharap otoritas kepolisian bisa mengantisipasi jumlah pengunjung yang membeludak. Pihak kepolisian harus bisa memastikan sidang dapat berjalan dengan aman tanpa ada gangguan dari mana pun datangnya.
Persidangan atas diri Ahok sesungguhnya adalah ujian terhadap demokrasi itu sendiri. Setiap orang boleh saja secara sukarela ikut mengawal proses hukum penistaan agama. Akan tetapi, ada lembaga negara yang mempunyai tugas untuk mengawal proses hukum tetap berjalan sesuai dengan relnya. DPR dan Komisi Yudisial ialah dua lembaga yang diberi kewenangan oleh konstitusi untuk mengawal proses persidangan. Mengawal dengan catatan harus tetap menghormati prinsip kemandirian kekuasaan kehakiman.
Kita berharap, sangat berharap, DPR melakukan pengawasan dan memastikan tidak ada intervensi penguasa dalam persidangan itu. Komisi Yudisial juga memastikan hakim sudah menjalankan peran dengan baik. Proses persidangan kasus penistaan agama yang berjalan adil untuk semua diharapkan mampu mempersatukan, bukan mencerai-beraikan. Tidak ada lagi polarisasi pendapat.
Biarlah hukum berbicara dan menyelesaikan persoalan dugaan penistaan agama dengan bebas dan merdeka. Proses hukum yang transparan dan diterima semua pihak bisa mendewasakan demokrasi yang kian santun dan beradab.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
