Mengaudit Alutsista Kita
Mengaudit Alutsista Kita ()

Mengaudit Alutsista Kita

11 Juli 2016 06:52
Alat utama sistem persenjataan atau alutsista hebat tidak semata-mata kita butuhkan dalam keadaan perang atau karena kita akan berperang.
 
Alutsista canggih kita butuhkan sering kali justru untuk mencegah perang.
 
Bila persenjataan negara-negara relatif berimbang, negara-negara tersebut bakal berpikir berkali-kali untuk saling menyerang.
 
Itu artinya keberimbangan alutsista antarnegara bisa mewujudkan perdamaian. Oleh karena itu, kepemilikan alutsista modern merupakan suatu kemestian, terlebih buat negara seluas dan sebesar Indonesia.
 
Celakanya, kita belum memiliki alutsista yang membuat pertahanan kita berimbang dengan negara lain.
 
Ditengarai, lebih dari separuh alutsista kita tergolong uzur, beroperasi lebih dari 30 tahun.
 
Usia uzur menjadi penyebab utama kecelakaan alutsista kita.
 
Data Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menyebutkan dalam kurun 10 tahun, dari 2006 hingga 2015, terjadi 18 insiden fatal yang melibatkan pesawat militer TNI.
 
Itu artinya setiap tahun rata-rata terjadi dua kecelakaan pesawat militer.
 
Kecelakaan terbaru menimpa helikopter jenis Bell 205 A-1 milik TNI-AD yang jatuh di Dusun Kowang, Desa Tamanmartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, Jumat (8/7).
 
Helikopter itu terbilang jenis tua, buatan 1976.
 
Jatuhnya helikopter tersebut menambah panjang rentetan alutsista TNI yang mengalami kecelakaan hingga Juli 2016.
 
Pada 10 Februari 2016, pesawat Super Tucano milik TNI-AU jatuh di Malang, Jawa Timur.
 
Lalu, pada 20 Maret 2016, helikopter Bell 412 milik TNI-AD jatuh di Poso, Sulawesi Tengah.
 
Kecelakaan alutsista biasanya diikuti dengan terenggutnya nyawa prajurit terbaik TNI.
 
Sungguh ironis, tentara bukan mati di medan pertempuran, melainkan di medan kecelakaan.
 
Faktor usia memang bukan satu-satunya penyebab kecelakaan alutsista.
 
Penyebab lain ialah faktor manusia dan cuaca.
 
Apa pun penyebabnya, negara harus memodernisasi alutsista termasuk sumber daya manusianya.
 
Namun, terbatasnya anggaran acap dituding sebagai penyebab terhambatnya modernisasi alutsista kita.
 
Padahal, anggaran pertahanan dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
 
Pada 2015, misalnya, Kementerian Pertahanan menerima anggaran sekitar Rp95 triliun, naik 11,4% atau Rp11,6 triliun dari anggaran 2014 sebesar Rp83,4 triliun.
 
Lalu, dalam APBN-P 2016, anggaran pertahanan melampaui anggaran infrastruktur.
 
Alokasi anggaran Kementerian Pertahanan naik Rp9,3 triliun, dari Rp99,5 triliun menjadi Rp108,7 triliun.
 
Sebaliknya alokasi anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat turun Rp7 triliun, dari Rp104 triliun menjadi Rp97 triliun.
 
Anggaran pertahanan kita memang belum ideal untuk negara seluas dan sebesar Indonesia.
 
Akan tetapi, rakyat menghendaki peningkatan anggaran pertahanan dibarengi peningkatan kualitas alutsista yang dalam konteks ini ditandai dengan berkurangnya kecelakaan alutsista tersebut.
 
Mengapa alokasi anggaran pertahanan meningkat, tetapi kualitas alutsista kita tidak naik kelas? Diperlukan audit menyeluruh terhadap alokasi anggaran alutsista kita untuk menjawabnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Oase alutsista tni

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif