Ilustrasi otak. DOK
Ilustrasi otak. DOK

Peneliti Temukan Protein FTL1 Mempercepat Penurunan Fungsi Otak

Renatha Swasty • 01 September 2025 11:25
Jakarta: Penelitian terbaru menemukan zat yang menjadi penyebab utama menurunnya fungsi otak seiring bertambahnya usia. Zat tersebut adalah protein bernama FTL1. Menariknya, peneliti juga menemukan cara untuk menghambat dampaknya.
 
Penurunan fungsi otak merupakan salah satu tanda penuaan. Gejalanya meliputi mudah lupa, sulit mempelajari hal baru, dan lambatnya refleks. Apa yang sebenarnya memicu proses ini?
 
Menurut penelitian yang dilaporkan di laman Times of India, para ilmuwan dari Universitas California, San Francisco, berhasil mengidentifikasi protein FTL1 sebagai penyebab utamanya. 
Protein ini sangat memengaruhi bagian hipokampus, area otak yang berperan penting dalam ingatan dan pembelajaran. Untuk memahaminya, mereka meneliti perubahan gen dan protein pada hipokampus dari waktu ke waktu.

Tikus percobaan digunakan sebagai objek pengamatan pada penelitian ini dan hasilnya sangat penting untuk penelitian lebih lanjut tentang penuaan dan gangguan kognitif. Para peneliti menemukan satu perbedaan mencolok antara tikus muda dan tikus tua, yaitu keberadaan protein FTL1.
 
Tikus yang lebih tua memiliki kadar FTL1 jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tikus muda. Menariknya, keberadaan FTL1 ini juga membuat sambungan antar sel otak di hipokampus berkurang dan kemampuan berpikir ikut menurun.
 
Untuk memastikan FTL1 memang penyebabnya, para peneliti menaikkan kadar FTL1 pada tikus muda. Hasilnya sangat mengejutkan: otak dan perilaku tikus muda mulai mirip dengan tikus tua. Dalam percobaan di cawan petri (wadah khusus laboratorium untuk menumbuhkan mikroorganisme), sel saraf yang menghasilkan banyak FTL1 hanya membentuk cabang sederhana (bercabang tunggal), bukan bercabang seperti sel saraf normal.
 
Sebaliknya, ketika para peneliti menurunkan kadar FTL1 pada hipokampus tikus tua, kemampuan otaknya kembali muda. Tikus tua menjadi punya lebih banyak sambungan antar sel saraf dan lebih baik dalam tes memori.
 
“Ini benar-benar membalikkan kerusakan, bukan sekadar memperlambat atau mencegah gejala,” kata Wakil Direktur UCS Bakar Aging Research Institute sekaligus penulis utama penelitian ini, Saul Villeda, PhD. 
 
Selain itu, ilmuwan menemukan FTL1 juga memperlambat metabolisme sel di hipokampus pada tikus tua. Namun, mereka berhasil mengatasinya dengan memberikan senyawa yang merangsang metabolisme sehingga efeknya bisa dicegah.
 
Para peneliti optimistis temuan ini bisa menjadi dasar terapi yang memblokir efek FTL1 di otak. “Kami melihat peluang besar untuk mengurangi dampak buruk penuaan. Ini masa yang penuh harapan untuk mempelajari biologi penuaan,” kata Villeda. Sebelumnya penelitian ini telah dipublikasikan di dalam jurnal Nature.
 
Penelitian terobosan oleh para peneliti UCSF telah mengidentifikasi protein FTL1 sebagai kontributor utama penurunan kognitif terkait usia, terutama yang memengaruhi hippocampus. Tingginya kadar FTL1 pada tikus tua berkorelasi dengan berkurangnya koneksi sel otak dan gangguan fungsi kognitif. Menariknya, mengurangi kadar FTL1 pada tikus tua membalikkan efek tersebut, meningkatkan memori dan koneksi saraf.
 
Baca juga: Efek Sanskrit, Menghafal Mantra Sanskerta Berpengaruh pada Otak dan Daya Ingat

Penuaan sering disertai dengan penurunan kemampuan kognitif. Hal ini meliputi lupa, kesulitan belajar, dan refleks yang lambat. Lalu, apa yang menyebabkan otak menua? Sebuah studi baru telah menemukan penyebabnya.
 
Studi terbaru oleh peneliti di University of California, San Francisco, telah mengidentifikasi protein yang berada di pusat penurunan ini. Temuan penelitian ini dipublikasikan di jurnal Nature.
 
Para peneliti menemukan protein tertentu memperlambat penuaan otak, dan mereka tahu cara mengatasinya. Penuaan berdampak khususnya pada hippocampus, wilayah otak yang bertanggung jawab atas pembelajaran dan memori. Untuk memahami dampak penuaan pada otak, para peneliti menganalisis gen dan protein di hippocampus yang berubah seiring waktu.
 
Mereka mengamati hal ini pada model tikus. Temuan ini penting untuk penelitian lebih lanjut tentang penuaan dan penurunan kognitif.
 
Para peneliti menemukan ada satu perbedaan antara hewan tua dan muda. Perbedaan tersebut adalah adanya protein bernama FTL1.
 
Para peneliti mengamati tikus tua memiliki lebih banyak FTL1 dibandingkan dengan tikus muda. Menariknya, keberadaan FTL1 juga menyebabkan berkurangnya koneksi antara sel-sel otak di hippocampus dan penurunan kemampuan kognitif.
 
Untuk memahami lebih lanjut apakah FTL1 adalah penyebabnya, para peneliti secara buatan meningkatkan kadar FTL1 pada tikus muda. Temuan mereka memang mengejutkan.
 
Mereka memperhatikan bahwa otak dan perilaku tikus muda mulai menyerupai tikus tua. Dalam eksperimen di cawan petri, sel saraf yang dimodifikasi untuk menghasilkan banyak FTL1 tumbuh dengan neurit sederhana bercabang tunggal—bukan neurit bercabang yang dihasilkan sel normal.
 
Ketika para peneliti menurunkan tingkat FTL1 di hippocampus tikus tua, secara mengejutkan, mereka mulai memulihkan kemudaan mereka. Tikus tua juga memiliki lebih banyak koneksi antara sel saraf, dan juga merespons tes memori dengan cara yang lebih baik.
 
"Ini benar-benar pembalikan gangguan. Ini jauh lebih dari sekadar menunda atau mencegah gejala," kata Saul Villeda.
 
Mereka juga memperhatikan FTL1 memperlambat metabolisme sel di hipokampus tikus tua. Namun, para peneliti telah menemukan cara untuk mengatasinya. Mereka mengobati sel-sel tersebut dengan senyawa yang merangsang metabolisme dan mencegah efek tersebut.
 
Para peneliti optimistis bahwa penelitian mereka dapat mengarah pada terapi yang memblokir efek FTL1 di otak. "Kami melihat lebih banyak peluang untuk meredakan konsekuensi terburuk penuaan. Ini adalah masa yang penuh harapan untuk meneliti biologi penuaan," katanya. (Alfi Loya Zirga

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan