Guru Besar Universitas Indonesia (UI), Prof. Corina D.S. Riantoputra Ph.D. DOK UI
Guru Besar Universitas Indonesia (UI), Prof. Corina D.S. Riantoputra Ph.D. DOK UI

Guru Besar UI Tekankan Pentingnya Pemimpin Membangun ke-Kita-an kepada Karyawannya

Renatha Swasty • 18 Desember 2023 20:12
Jakarta: Guru Besar Universitas Indonesia (UI), Prof. Corina D.S. Riantoputra Ph.D., mengungkapkan ada banyak masalah dalam praktik kepemimpinan di Indonesia. Dia membaginya dalam empat masalah.  
 
Masalah itu, yakni passive leader (pemimpin pasif yang menerima gaji, namun enggan mengarahkan karyawannya); self-serving leaders (pemimpin yang fokus hanya pada dirinya sendiri); destructive leaders (pemimpin yang kasar dan merendahkan anggotanya); dan hubris leaders (pemimpin yang terlalu percaya diri dan mengambil keputusan yang membahayakan organisasinya).
 
Corina menuturkan masalah-masalah tersebut muncul karena kepemimpinan yang berkembang saat ini masih berorientasi pada leader centric yang menganggap pemimpin adalah segalanya dan mengesampingkan karyawannya. Kabar baiknya, saat ini paradigma tersebut telah bergeser menjadi leader-member centric yang mulai mengakui anggota organisasi juga penting.

Dia merekomendasikan psikologi kepemimpinan sebagai salah satu sarana bagi pemimpin untuk melihat asumsi dasar tentang kehidupan. Psikolog itu memaparkan ada lima asumsi dasar yang dapat digunakan sebagai acuan dalam psikologi kepemimpinan.
 
Kelima asumsi tersebut adalah asumsi tentang diri (sebagai pemimpin), asumsi tentang kemampuan dan batas kemampuan diri, tujuan pemimpin, asumsi tentang hubungan pemimpin dan anggota organisasi, serta asumsi tentang konteks organisasi, termasuk di dalamnya budaya dan peraturan.
 
Sekretaris Majelis Wali Amanat (MWA) UI itu menjelaskan identitas diri mengarahkan pemimpin untuk bergerak memahami siapa dirinya. Orang yang mendefinisikan diri sebagai pemimpin cenderung berinisiatif, mengemukakan pendapat berbeda, dan ikhlas mengerjakan tugas.
 
Bagi perempuan pemimpin, sering kali ada konflik identitas antara dia sebagai perempuan dan sebagai leaders. Corina menyebut harus ada sinergi antara dua identitas ini. Apabila tidak ada sinergi, akan muncul konflik identitas yang dapat membebani.
 
“Riset saya pada pengusaha UMKM di Indonesia memperlihatkan semakin banyak konflik, perempuan akan semakin bekerja keras karena rasa bersalahnya. Semakin dia menunjukkan dia mampu, semakin tinggi konfliknya. Hal ini berdampak pada kesehatan mental yang terganggu. Anak-anaknya terganggu, suaminya di rumah pun terganggu,” ujar Corina melalui siaran pers, Senin, 18 Desember 2023.
 
Selain memahami identitas dirinya, pemimpin harus mengetahui kemampuan dan batas kemampuan diri. Hal ini berkaitan erat dengan humility (kerendahan hati).
 
Dia menyebut pemimpin yang rendah hati akan merasa nyaman dengan dirinya dan ingin belajar dari orang lain. Dalam hal ini, pemimpin dapat mengapresiasi kemampuan orang lain dan secara konklusif mampu membuat anggotanya merasa bermakna, aman untuk berbicara, dan tergerak untuk berinisiatif.
 
Sebelum memutuskan untuk menjadi pemimpin, seseorang perlu paham apa tujuan dan prinsip dasarnya. Tujuan memimpin bukan untuk kebutuhan pribadi, melainkan untuk membangun organisasi.
 
Pemimpin harus menyadari ia dan anggota adalah satu tim. Corina mengatakan sudah saatnya melupakan pemimpin memiliki followers, seolah-olah anggota organisasi adalah orang yang tidak mampu berpikir seperti kambing dicocok hidungnya.
 
"Anggota organisasi itu bermakna sehingga kita perlu membangun a sense of us atau penghayatan ke-kita-an di dalam organisasi," papar dia.
 
Corina menyebut budaya organisasi yang menampilkan adanya jarak kekuasaan yang terlalu tinggi membuat karyawan sulit berbicara. Dalam kondisi ini, pemimpin harus mendekat, membuka diri, dan mengatakan 'Saya bukan orang yang mengerti segalanya, mari bekerja sama'.
 
Dia mengatakan untuk menghidupkan kedekatan ini, pemimpin harus menyadari ia tidak dapat menjadikan pendapatnya sebagai aturan. Ia perlu menghargai peraturan yang ada dan memahami batas kewenangannya.
 
“Leadership perlu berbicara tentang meta-competencies. Sudah cukup rasanya membahas pengetahuan dan gaya kepemimpinan, kita harus berbicara esensi dan asumsi dasar manusia. Karyawan harus bisa mengatakan jika pemimpinnya salah dan pemimpin harus bisa melatih dirinya untuk membangun ke-kita-an dengan anggotanya,” kata Corina.
 
Penelitian Corina mengenai Psikologi Kepemimpinan merupakan satu dari banyaknya penelitian yang dilakukan sebelumnya. Beberapa di antaranya adalah Psychological and Social Factors Important for an Individual’s Participation in Training Indonesia (2023); Employee Accountability in Indonesia: The Role of Formalization, Managerial Monitoring Behavior and Perceived Competence (2022); dan Investigating Work Engagement of Highly Educated Young Employees through Applying the Job Demands-Resources Model (2021).
 
Guru Besar dalam Ilmu Psikologi, Fakultas Psikologi UI, itu menamatkan pendidikan Sarjana Psikologi UI pada 1992; mendapat gelar Master of Commerce (in Organizational Study), University of New South Wales–Australia Tahun 2000; dan memperoleh gelar Ph.D. (in Organizational Behavior) di University of New South Wales–Australia, Tahun 2010.
 
Baca juga: Guru Besar UI Tegaskan Nyamuk Wolbachia Tidak Menginfeksi Manusia

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan