Ketua Umum AII, Didiek Hadjar Goenadi. Foto: Medcom.id/Citra Larasati
Ketua Umum AII, Didiek Hadjar Goenadi. Foto: Medcom.id/Citra Larasati

Genjot Hilirisasi, AII Bantu Inventor Selamat dari 'Lembah Kematian'

Citra Larasati • 02 November 2021 07:07
Bogor:  Terdapat kesenjangan yang cukup lebar antara jumlah invensi yang sudah masuk tahap purwarupa (prototype) dengan produk inovasi yang dapat dihilirisasi.  Kesenjangan inilah yang membuat para inventor kerap terjebak di dalam kondisi yang dalam dunia riset dikenal sebagai 'lembah kematian' atau valley of death.
 
Lembah kematian ini telah membuat banyak produk yang dihasilkan para inventor gagal menjadi produk inovasi dan tidak bisa masuk tahap komersialisasi.  Hal ini, terjadi karena tidak adanya fasilitasi berupa pembiayaan maupun kebijakan dari pihak manapun.
 
Ketua Umum Asosiasi Inventor Indonesia (AII), Didiek Hadjar Goenadi mengungkapkan, banyak hasil temuan di Tanah Air yang telah dipatenkan, namun hanya sedikit yang dapat dihilirisasi menjadi produk inovasi.

"Suatu kondisi yang sangat dibutuhkan khususnya oleh inventor agar bisa menyebrangi lembah kematian.  Kalau para inventor ini tidak bisa menyebrangi lembah kematian, maka invensi yang dihasilkan hanya akan masuk laci, masuk publikasi.  Padahal maksudnya agar dapat dikomersialisasikan, menghasilkan impact ekonomi," kata Goenadi di kebun Kelapa Kopyor milik Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri, Ciomas, Bogor, Sabtu, 30 Oktober 2021.
 
Kondisi inilah yang melatarbelakangi berdirinya AII di 2008 lalu. Asosiasi yang beranggotakan para inventor dalam negeri ini menempatkan diri untuk membantu mereka menghilirisasi temuannya.
 
"Kami siap mempertemukan inventor dengan kalangan industri, memberi pembinaan, bimbingan para calon inventor hingga melakukan promosi strategis kegiatan inventor," terang Goenadi.
 
Baca juga:  Selamat! Periset BRIN Masuk dalam Top 2% World Ranking Scientists 2021
 
Menurut Goenadi, kendala yang dihadapi inventor dalam proses hilirisasi produk selama ini adalah keterbatasan dana. Akibatnya, hasil temuan para inventor banyak yang terhenti di tahapan kesiapanterapan teknologi atau Technology Readiness Level (TRL) 7. 
 
Padahal, industri biasanya hanya mau bekerja sama dengan para inventor yang temuannya sudah berada di tahapan TRL 8-9.  "Untuk mencapai 8-9 ini dibutuhkan biaya, waktu, dan tenaga yang besar," terangnya.
 
Goenadi berharap, dengah hadirnya AII dapat membantu inventor untuk selamat dari apa yang disebut dengan "syndrome of the death valley".  "AII siap membantu mempertemukan para inventor dengan investor, agar temuannya dapat dihilirisasi menjadi produk," tegasnya.
 
Sejumlah inovasi telah berhasil dihilirisasi oleh AII, seperti "Development of Biofertilizer Industry", Solusi problem Beton "Construction Chemicals Specialist Contractor", "Asbuton Hardener" penunjang Infrastruktur, hingga pengembangan bibit kelapa koptor dengan menggunakan teknologi kultur embrio.
 
Genjot Hilirisasi, AII Bantu Inventor Selamat dari Lembah Kematian
Salah satu hasil pengembangan teknologi kultur embrio pada kelapa kopyor yang berhasil dihilirisasi.
 
"Tahun ini, AII juga bekerja sama dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk hilirisasi produk 'hasil grand riset sawit (GRS)'. Terutama pada 'invensi' yang berhubungan dengan kelapa sawit," sebutnya.

Keanggotaan AII

Goenadi berharap akan lebih banyak lagi inovasi anggota AII yang telah dipatenkan dapat dihilirisasi di masa mendatang.  Ia mengatakan potensi tersebut sangat besar, mengingat seluruh inventor yang telah terdaftar dalam HKI akan secara otomatis menjadi anggota AII.
 
Namun, keanggotaan itu hanya berlaku bagi inventor warga negara Indonesia (WNI). "Karena cukup banyak juga warga negara asing yang mendaftarkan temuannya di lembaga 'KI' di Indonesia. Para peneliti Indonesia diharapkan tidak bisa hanya sekadar sebagai peneliti, tetapi perlu punya temuan yang berpeluang komersil. Para inventor ini tak perlu mendaftar, keanggotaannya berlaku otomatis asalkan WNI," ujar Goenadi.
 
 

Ia menyebutkan, jumlah inventor di Indonesia saat ini mencapai sekitar 10 ribu orang. Jumlah itu terbilang kecil dibandingkan Tiongkok yang pendaftaran KI-nya mencapai 268 ribu paten setiap tahun. 
 
Goenadi juga berharap inventor di masa mendatang dapat lebih memperhatikan potensi ekonomi dari hasil temuannya.  Sehingga akan memperbesar pula peluang komersialisasi inovasi yang telah dipatenkannya.
 
Sebab selama ini, ia meihat banyak paten yang sulit dikembangkan menjadi produk komersial, karena banyak inventor yang membuat temuan tanpa memikirkan kalau hal itu berpotensi ekonomi.
 
Sehingga paten tersebut hanya dicatat, tanpa pernah dikomersialkan.  Ia juga mengimbau pada para peneliti yang memiliki ide-ide cemerlang, untuk sering berkunjung ke lembaga paten agar mendapatkan gambaran apakah temuannya tersebut tidak out of date.
 
"Sering terjadi juga, para peneliti sudah meneliti lama, menghabiskan biaya, waktu tapi ternyata temuannya bukan sesuatu yang baru, bahkan telah dipatenkan oleh peneliti lain," terangnya.
 
Tidak hanya itu, inovasi yang memiliki nilai ekonomi juga akan lebih mudah dilirik oleh industri.  
"Bukan asal bikin invensi, tapi buatlah yang bernilai ekonomi nyata. Apalagi produk tersebut memang bermanfaat bagi masyarakat," katanya.
 
Sekjen AII, Jonbi menambahkan, bahwa beberapa waktu lalu AII juga telah melakukan audiensi dengan Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko.  Menurut Jonbi, Handoko sangat mendukung keberadaan AII.
 
"Bahkan AII diminta untuk selalu dekat dengan BRIN.  Peran AII sebagai asosiasi dari inventor ini diperlukan untuk membantu menjembatani hasil-hasil riset yang sudah dilakukan oleh BRIN kepada industri," terang Jonbi.
 
Problem "syndrome of the  dealth valley" juga akan dibahas tuntas pada acara webinar yang akan diadakan pada tanggal 10 November 2021. Webinar yang menargetkan 200 peserta ini rencananya juga akan dihadiri oleh Kepala BRIN dan Dirjen HKI Kemenkumham.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan