Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan, sejak Desember 2020, upaya mitigasi banjir melalui operasi TMC sudah diwacanakan pada beberapa rapat koordinasi Kementerian Lembaga untuk antisipasi fenomena La Nina serta faktor cuaca lainnya. Namun, hingga saat ini belum ada arahan pelaksanaan operasi TMC.
"Baik di wilayah DKI Jakarta maupun di wilayah-wilayah potensi banjir lainnya," papar Hammam di Jakarta, Selasa, 9 Februari 2021.
Baca: Pesawat N219 Diharapkan Segera Dikomersialkan
Berdasarkan prediksi cuaca, lanjut dia, sebagian besar wilayah Pulau Jawa, beberapa hari ke depan masih berpotensi terjadi hujan. Intensitas hujan yang turun antara sedang hingga lebat.
"Oleh karena itu pelaksanaan TMC redistribusi curah hujan wilayah banjir perlu segera dilakukan guna antisipasi makin meluasnya wilayah terdampak banjir," ungkapnya.
Merujuk hasil TMC redistribusi curah hujan di Jabodetabek pada 2020, kata dia, bahwa TMC redistribusi curah hujan mampu mengurangi curah hujan sebesar 21-47 persen terhadap curah hujan alamnya. Maka, diharapkan dengan penerapan operasi TMC saat ini akan mengurangi potensi kerugian baik secara ekonomi maupun sosial.
"Kami menunggu komando. BBTMC telah menyiapkan sumber daya berupa peralatan dan logistik terkait yang diperlukan untuk operasi TMC di Lanud Halim Perdanakusuma," ungkap Kepala BBTMC-BPPT Jon Arifian.
Jon mengatakan, pelaksanaan TMC redistribusi curah hujan untuk mengurangi dampak banjir membutuhkan upaya dan sumber daya yang lebih dibandingkan TMC untuk menambah curah hujan. Antara lain, kesiapan pesawat karena masifnya pertumbuhan awan.
Sebagai gambaran, pada operasi TMC redistribusi curah hujan di Jabodetabek 2020, BBTMC mengerahkan sumber daya peralatan seperti pesawat CN 295, Cassa 212-200 dan juga pesawat Piper Chayenne.
Metode TMC penyemaian awan untuk redistribusi curah hujan yang disiapkan meliputi 'jumping proses' dan 'sistem kompetisi'. Metode jumping proses adalah perlakuan penyemaian pada awan-awan di luar wilayah rawan banjir yang pergerakannya mengarah menuju wilayah rawan banjir.
Sedangkan, sistem kompetisi adalah menyemai bibit awan yang masih kecil secara masif di daerah rawan banjir. Dengan begitu, awan tersebut tidak sempat berkembang menjadi hujan secara masif atau diupayakan buyar sebelum mencapai wilayah rawan banjir.
Baca: GeNose Kini Hadir di Sejumlah Rumah Sakit, Cek Daftarnya
Menurut pantauan BBTMC, selama periode Januari 2021, di wilayah Jawa telah terjadi beberapa kali kejadian curah hujan ekstrem, namun belum sampai mengakibatkan banjir. Hal itu disebabkan kondisi tanah masih belum jenuh, sehingga air hujan yang terjadi sebagian besar masih bisa terserap oleh tanah dan menjadi aliran bawah permukaan.
Namun, dengan bertambahnya hujan pada Februari, kondisi tanah mulai jenuh. Dengan begitu, kejadian hujan intensitas ringan hingga sedang secara terus-menerus dapat mengakibatkan banjir lantaran volume hujan yang terjadi tidak mampu terserap dalam tanah, sehingga langsung menjadi aliran permukaan atau genangan.
"Seperti yang terjadi dalam beberapa hari terakhir di beberapa kota di Pulau Jawa seperti Bekasi, Kerawang, Pantura Pulau Jawa dan bahkan di wilayah Semarang," papar Jon.
Sementara itu, Deputi Bidang TPSA BPPT Yudi Anantasena menegaskan operasi TMC harus secara rutin dilaksanakan, baik di kala cuaca esktrem dampak La Nina, atau ketika kekeringan untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan.
Yudi mengatakan BPPT juga telah melaksanakan serangkaian studi dan teknologi untuk mengatasi permasalahan banjir dan longsor. Di antaranya kajian fenomena penurunan tanah (land subsidence) untuk daerah rawan banjir, akibat penggunaan air tanah. Selain itu aplikasi radar aperture sintetis dan kajian sistem tata air di daerah-daerah aliran sungai.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News