Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University, Muhamad Syukur, berhasil mengembangkan varietas cabai keriting tahan virus bernama Neno TAVI. Syukur menjelaskan varietas ini dibuat sebagai solusi jangka panjang menghadapi virus yang selama ini sulit dikendalikan.
Ia menuturkan ketiadaan obat mengatasi virus keriting kuning membuat petani sering kali terpaksa mencabut tanaman. Hal ini berujung pada kerugian besar.
“Alternatif utama untuk budi daya cabai adalah merakit varietas yang tahan virus agar menguntungkan petani,” ujar Syukur, Kamis, 26 Juni 2025.
Pengembangan varietas Neno TAVI diprioritaskan pada cabai keriting karena tingkat penggunaannya tinggi, terutama di wilayah Sumatera dan Jawa. Cabai keriting juga menjadi jenis cabai kedua paling banyak digunakan setelah cabai rawit merah di Indonesia.
Baca juga: Faperta IPB Bikin Tanaman Cabai 'Awet Muda', Bisa Terus Berbuah |
Syukur mengatakan varietas baru ini tetap mempertahankan karakteristik yang diinginkan konsumen, seperti rasa pedas yang kuat, ukuran buah yang optimal, dan produktivitas tinggi. Hal ini menunjukkan ketahanan terhadap virus tidak mengorbankan kualitas cabai.
“Rasa pedasnya tetap tinggi. Ukurannya juga optimal dan preferensi konsumen tidak berkurang sama sekali,” jelas dia.
Selain menjadi solusi agronomis, Neno TAVI juga dinilai strategis membantu stabilisasi harga dan pasokan cabai nasional, terutama saat musim paceklik. Syukur berharap kehadiran varietas ini dapat mendukung upaya pemerintah mengendalikan inflasi sektor pangan.
Pada tahap awal, benih Neno TAVI sudah mulai diseminasi kepada petani yang ingin mencoba menanamnya. Namun, proses komersialisasi dalam skala luas masih menunggu proses perizinan resmi seperti surat keputusan (SK) pelepasan atau pendaftaran varietas.
Varietas Neno TAVI diharapkan menjadi tonggak penting dalam upaya menuju kemandirian, sekaligus mendorong peningkatan kesejahteraan petani cabai di Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News