Ilustrasi/Medcom
Ilustrasi/Medcom

Fenomena Gugat Cerai Suami Pasca Jadi ASN, Ini Kata Pakar IPB

Citra Larasati • 26 Agustus 2025 11:17
Jakarta:  Pakar Ilmu Keluarga IPB University, Dr Tin Herawati mengungkapkan keprihatinannya terhadap maraknya fenomena gugat cerai di Indonesia. Khususnya kasus yang terjadi tak lama setelah istri diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
 
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024, dari 1.478.302 pernikahan terdapat 394.608 kasus perceraian atau 26,7 persen keluarga mengalami perceraian. Pengajuan perceraian paling banyak diajukan istri (gugat cerai) sebanyak 308.956 kasus (78,3 persen) dan sisanya oleh suami.
 
"Jika pada tahun 2025 ini marak gugat cerai di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN), maka peluang gugat cerai akan semakin meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya," ujar Tin dalam siaran persnya, Selasa, 26 Agustus 2025.

Tin menyayangkan fenomena ini karena pengangkatan sebagai ASN seharusnya menjadi momen membahagiakan yang membawa harapan baru bagi keluarga. "Adanya harapan baru untuk menapaki kemapanan keluarga harusnya menjadi modal penting memperkuat kualitas keluarga. Tetapi menjadi ironi bagi keluarga yang mulai tampak ada kemapanan tetapi keluarga menjadi retak dan gugat cerai meningkat," tambahnya.
 
Menurut Tin, pengangkatan sebagai ASN membawa perubahan identitas drastis bagi istri seperti status sosial meningkat, memiliki karier bagus, dan kemandirian. Namun, ada pola relasi dan situasi yang berubah dalam kehidupan keluarga.
 
"Sebelum diangkat jadi ASN, waktu, perhatian, dan energi diprioritaskan untuk keluarga. Tetapi setelah diangkat situasi mulai berubah karena terbagi ke dalam urusan dinas, pelatihan, pergaulan baru, dan tuntutan profesionalisme," ucapnya.
 
Perubahan situasi tersebut menjadi masalah jika tidak dilakukan secara seimbang, artinya lebih fokus pada urusan pekerjaan dibanding keluarga. Hal ini dapat memicu ketidakpuasan dan ketidakbahagiaan dalam kehidupan keluarga yang berujung pada perceraian.
 
Tin menjelaskan, dari hasil review beberapa hasil penelitian diperoleh informasi bahwa terdapat sejumlah penyebab gugat cerai. Beberapa di antaranya, terus menerus berselisih dan tidak terselesaikan, serta suami yang tidak bertanggung jawab.
 
“Ini jawaban yang paling banyak disampaikan istri,” ungkapnya.
 
Selain itu, suami melalaikan kewajibannya dan sama sekali tidak berperan, bahkan ada suami yang meninggalkannya. Dari riset tersebut juga terungkap, suami tidak bertanggung jawab secara ekonomi karena pengangguran, dan tidak berusaha mencari pekerjaan. 
 
“Penyebab lainnya karena adanya kekerasan yang dilakukan suami, krisis akhlak seperti judi online, mabuk-mabukan, adanya pihak ketiga, suami melakukan poligami, dan suami melakukan tindak pidana,” urainya. 
 
Untuk pasangan muda dengan suami istri bekerja, komunikasi terbuka adalah fondasi penting. Dr Tin meminta agar tiap pasangan bisa menjaga interaksi keluarga berkualitas, dan berbagi peran antara suami dan istri. Bagi istri yang bekerja, ia menyarankan agar melakukan keseimbangan untuk urusan keluarga dan pekerjaan. 
 
Baca juga:  Peneliti Bikin Implan Otak yang Bisa Membaca 'Suara Batin' Seseorang

“Berapa pun besarnya gaji, setinggi apa pun jabatan di dunia pekerjaan, istri harus tetap mampu melaksanakan perannya dan fungsinya dengan baik dalam kehidupan keluarga, tambahnya.
 
Tin menekankan perlunya edukasi balancing work and family, berbagi peran suami istri, manajemen sumber daya keluarga, dan kelas parenting bagi pasangan bekerja. 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan