Tim FK UNAIR terdiri atas Aryati sebagai corresponding author dan Ferdy Royland Marpaung sebagai peneliti utama dan pembicara. Kemudian, Victoria Mayasari sebagai anggota peneliti. Pembimbing endokrin di Patologi Klinik ialah Sidarti Soehita, serta Bambang Pujo Semedi sebagai pembimbing klinis.
Ferdy Royland Marpaung menerangkan implikasi penelitian tim sangat besar terhadap manajemen covid-19, terutama mereka yang sedang mengalami ARDS. Penelitian tersebut merupakan penelitian observasional analitik dengan desain kohort prospektif. Hal itu karena tim mengikuti pasien hari ketujuh dan ke-30 setelah pemeriksaan kadar hormon dilakukan.
Saat ini, penelitian covid-19 pasien kritis dari sisi endokrin sangat terbatas, terutama yang berhubungan dengan aksis Hypothalamus-Pituitary-Adrenal (HPA). Hormon yang berperan pada aksis HPA adalah ACTH (Adrenocorticotropic hormone) dan kortisol.
Baca: Inovasi Mahasiswa UNAIR, Bikin Skincare dari Ekstrak Biji Nangka
"Kedua hormon ini sangat berperan dalam kondisi kritis untuk menjaga tubuh tetap bertahan," ujar Ferdy mengutip siaran pers UNAIR, Kamis, 12 Agustus 2021.
Ia mengatakan, tim melihat ada gap penelitian pada SARS dan penelitian covid-19. Data penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan hormon kortisol pada pasien SARS berhubungan dengan kematian.
"Sedangkan pada pasien Covid-19 justru peningkatan kortisol berhubungan dengan peningkatan angka kematian. Sayangnya, peran ACTH tidak dijelaskan," terangnya.
Ferdy melanjutkan, mengukur konsentrasi ACTH dapat memberikan informasi umpan balik penting pada fungsi aksis HPA pada pasien yang sakit kritis dengan covid-19. Bahkan, lebih penting lagi dalam kasus pemberian steroid eksogen (seperti deksametason dan methylpredinsolon) karena akan memiliki dampak negatif yang signifikan pada sekresi ACTH dan akibatnya fungsi aksis HPA.
Selain itu, lanjutnya, hampir semua pasien covid-19 yang kritis diberikan kortikosteroid yang merupakan steroid alami. Lalu, apakah pemberian steroid tanpa memeriksa kortisol dan hormon ACTH akan memberikan dampak signifikan terhadap terapi?
"Berangkat dari kondisi ini kami berpikir untuk mengevaluasi kadar ACTH dan kortisol pasien Covid-19 dengan ARDS," lanjutnya.
Dari sisi manajemen penanganan pasien covid-19 dengan ARDS, hasil penelitian tersebut seperti membuka kotak pandora karena penelitian ini menemukan dinamika ACTH dan kortisol masih terjaga dengan baik pada pasien yang hidup. Sedangkan, pada pasien yang meninggal dalam 30 hari evaluasi tidak terdapat korelasi.
Baca: Mahasiswa UMM Sulap Limbah Kulit Mangga jadi Masker Wajah
"Implikasinya adalah kita harus benar-benar mempertimbangkan penggunaan glukokortikoid eksternal (steroid) dengan benar dengan menggunakan data pemeriksaan laboratorium yang sesuai seperti ACTH dan kortisol," jelasnya.
Kepala Divisi Kimia Klinik Departemen Patologi Klinik FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo itu menerangkan bahwa penelitian tersebut tentunya harus dilanjutkan dengan melihat bagaimana kadar ACTH dan kortisol setelah pemberian glukokortikoid eksternal.
Selain itu, melihat dampaknya terhadap luaran penderita. Sehingga, rasionalisasi penggunaan glukokortikoid pada pasien kritis covid-19 dapat berjalan dengan baik.
"Saya terharu dengan kontribusi tim yang luar biasa. Saya sangat bersyukur memiliki pembimbing yang luar biasa baik dan penuh perhatian," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News