Ferdy melanjutkan, mengukur konsentrasi ACTH dapat memberikan informasi umpan balik penting pada fungsi aksis HPA pada pasien yang sakit kritis dengan covid-19. Bahkan, lebih penting lagi dalam kasus pemberian steroid eksogen (seperti deksametason dan methylpredinsolon) karena akan memiliki dampak negatif yang signifikan pada sekresi ACTH dan akibatnya fungsi aksis HPA.
Selain itu, lanjutnya, hampir semua pasien covid-19 yang kritis diberikan kortikosteroid yang merupakan steroid alami. Lalu, apakah pemberian steroid tanpa memeriksa kortisol dan hormon ACTH akan memberikan dampak signifikan terhadap terapi?
"Berangkat dari kondisi ini kami berpikir untuk mengevaluasi kadar ACTH dan kortisol pasien Covid-19 dengan ARDS," lanjutnya.
Dari sisi manajemen penanganan pasien covid-19 dengan ARDS, hasil penelitian tersebut seperti membuka kotak pandora karena penelitian ini menemukan dinamika ACTH dan kortisol masih terjaga dengan baik pada pasien yang hidup. Sedangkan, pada pasien yang meninggal dalam 30 hari evaluasi tidak terdapat korelasi.
Baca: Mahasiswa UMM Sulap Limbah Kulit Mangga jadi Masker Wajah
"Implikasinya adalah kita harus benar-benar mempertimbangkan penggunaan glukokortikoid eksternal (steroid) dengan benar dengan menggunakan data pemeriksaan laboratorium yang sesuai seperti ACTH dan kortisol," jelasnya.
Kepala Divisi Kimia Klinik Departemen Patologi Klinik FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo itu menerangkan bahwa penelitian tersebut tentunya harus dilanjutkan dengan melihat bagaimana kadar ACTH dan kortisol setelah pemberian glukokortikoid eksternal.
Selain itu, melihat dampaknya terhadap luaran penderita. Sehingga, rasionalisasi penggunaan glukokortikoid pada pasien kritis covid-19 dapat berjalan dengan baik.
"Saya terharu dengan kontribusi tim yang luar biasa. Saya sangat bersyukur memiliki pembimbing yang luar biasa baik dan penuh perhatian," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News