Glyra, inovasi UGM untuk cek diabetes melalui embusan napas. Foto: UGM
Glyra, inovasi UGM untuk cek diabetes melalui embusan napas. Foto: UGM

Bye Bye Tes Tusuk Jari, UGM Ciptakan Alat Deteksi Diabetes Lewat Embusan Napas

Citra Larasati • 17 Oktober 2025 19:28
Jakarta: Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) melalui elalui Program Kreativitas Mahasiswa – Karsa Cipta (PKM-KC) berhasil menciptakan purwarupa alat deteksi dini dan pemantauan gula darah non-invasif yang dinamai Glycemia Breath Analyzer (Glyra). Inovasi ini menawarkan harapan akan metode skrining dan pemantauan diabetes hanya dengan menggunakan embusan napas.
 
Cara ini dinilai lebih nyaman, cepat, dan bebas rasa sakit jika dibandingkan dengan cara konvensional yaitu tes tusuk jari. Tim tersebut merupakan kolaborasi mahasiswa dari berbagai fakultas, terdiri dari Muhammad Nafal Zakin Rustanto (Ketua Tim), Nathanael Satya Saputra, Alfito Putra Parindra, Muhammad Bintang Hidayatullah Marbun, dan Mirza Evrizqo Timmerman. Seluruh tahap pengembangan alat ini dilakukan di bawah bimbingan dosen Fakultas Teknik UGM, Dr. Eng. Ir. Igi Ardiyanto, S.T., M.Eng., IPM., SMIEEE.
 
Muhammad Nafal Zakin Rustanto mengungkapkan, latar belakang penciptaan Glyra adalah tingginya angka prevalensi diabetes di Indonesia, yang menduduki peringkat kelima secara global. Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, diperkirakan dua dari setiap seratus orang dewasa di Indonesia menderita diabetes melitus.

“Para penderita seringkali dihadapkan pada metode pemeriksaan invasif yang mengharuskan pengambilan sampel darah berulang kali, sehingga menimbulkan ketidaknyamanan serta berpotensi menyebabkan rasa sakit atau iritasi,” kata Rustanto dikutip dari laman UGM, Jumat, 17 Oktober 2025.
 
Ia memaparkan, cara kerja Glyra adalah dengan mendeteksi biomarker atau senyawa penanda kimia yang terkandung dalam embusan napas. Hal ini dikarenakan penderita diabetes melitus mengalami perubahan metabolisme.
 
Saat tubuh tidak mampu menggunakan glukosa dengan efektif, tubuh akan beralih membakar lemak untuk energi, sebuah proses yang menghasilkan senyawa keton seperti aseton. “Senyawa inilah, bersama biomarker lainnya, yang dilepaskan melalui paru-paru dan dapat diukur sebagai indikator kondisi gula darah,” paparnya.
 
Guna menangkap senyawa-senyawa tersebut, Glyra dilengkapi dengan rangkaian enam sensor gas mutakhir yang masing-masing memiliki sensitivitas terhadap biomarker spesifik. Data kompleks dari sensor-sensor ini lalu diolah memakai algoritma Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) guna memastikan keakuratan hasil deteksi.
 
Alat ini juga telah terintegrasi dengan Internet of Things (IoT), yang memungkinkan data pemeriksaan dikirim dan dipantau secara real-time melalui sebuah laman website khusus.
 
Salah satu anggota tim, Mirza, menerangkan bahwa tingkat penyelesaian inovasi Glyra yang dikembangkan bersama rekan-rekannya saat ini telah mencapai 80%. Bahkan, rencananya temuan ini akan diajukan untuk memperoleh Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
 
“Untuk prototipe hardware itu kita sudah jadi, kita sudah ada barang fisiknya, kita sudah nyambung ke bagian listriknya juga, sensornya juga sudah kita pasang. Cuma memang saat ini kita masih dalam pengembangan buat kita mengambil data set gitu. Arena tentu ada sensor-sensor dan juga AI-nya terlatih ini, dia harus ketemu sama data realnya. Kita kemarin sudah sempat trainingnya itu baru pakai data sekunder yang memang ada di internet seperti itu,” terangnya. Meskipun ini adalah partisipasi pertamanya dan tim dalam ajang PKM, proses pengembangan Glyra tidak menghadapi kendala yang terlalu berat. Ia menegaskan bahwa dukungan penuh dari dosen pembimbing merupakan salah satu faktor penentu kesuksesan mereka. “Jadi akhirnya untuk sinergi di tim itu memang mudah gitu untuk kita saling bertanggung jawab dan lain sebagainya. Cuman ya tentu dengan dukungan dari fakultas masing-masing dan juga dari Universitas Gajah Mada dan juga kita dapat pendanaan dari Belmawa seperti itu,” jelasnya.
 
Tim PKM-KC Glyra berharap inovasi mereka kelak dapat menjadi solusi yang lebih terjangkau, praktis, dan mudah diakses masyarakat untuk keperluan skrining dini dan pemantauan harian. Dengan pendanaan dari Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa), Kemdiktisaintek, riset ini diharapkan dapat terus berkembang dari tahap purwarupa menuju uji klinis yang lebih mendalam.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan