Ilustrasi/Freepik.com
Ilustrasi/Freepik.com

Pakar UMM Beberkan Gejala Oliguria dan Anuria pada Gagal Ginjal Akut

Daviq Umar Al Faruq • 23 Oktober 2022 18:00
Malang: Dosen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), dr Pertiwi Febriana Chandrawati mengatakan, penyakit gagal ginjal akut menyebabkan peningkatan kreatinin. Yaitu penurunan fungsi darah disertai penurunan urine atau urine tidak bisa keluar sama sekali. 
 
Menurut data dari Kemenkes, ada dua kriteria yang disebut suspek gangguan ginjal pada anak, yaitu Oliguria dan Anuria. “Oliguria adalah kencing sedikit selama 6 hingga 8 jam. Jadi untuk untuk orang tua yang memiliki anak satu tahun, berarti setidaknya 6-8 jam harus ganti pampers. Kalau ternyata setelah dicek pampernya kencingnya masih sedikit, berarti harus hati-hati, karena bisa jadi itu terkena Oliguria," katanya, Sabtu 22 Oktober 2022.
 
Sementara Anuria yakni tidak adanya kencing dalam waktu 12 jam atau lebih. "Ini juga harus hati-hati, takutnya mengarah pada gangguan ginjal,” imbuh wanita yang juga menjabat Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UMM itu.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebelumnya menyebutkan, terdapat 241 kasus gagal ginjal pada anak dan 133 di antaranya berakhir meninggal per Jumat 21 Oktober 2022. Kasus itu disebutkan disebabkan oleh penggunaan obat cair atau sirop.
 
Pertiwi menjelaskan, seluruh sirop atau obat yang berbentuk cair pasti mempunyai bahan pelarut. Pelarut yang aman digunakan adalah polyethylene glycol atau polyethylene oxide
 
Keduanya memiliki batas aman secara Internasional dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).  Ada juga pelarut yang tidak diperkenankan penggunaannya ke manusia, yakni ethylene glycol dan diethylene glycol.
 
“Ethylene glycol atau diethylene glycol adalah pelarut yang biasanya digunakan untuk industri, bukan manusia. Efek sampingnya jika dikonsumsi oleh anak-anak akan membuat mereka pusing kepala, muntah dan kemungkinan terparahnya adalah gangguan ginjal," terangnya.
 
Berkaca dari kasus negara Gambia, di sana telah dipastikan ada beberapa obat sirup yang menggunakan pelarut terlarang dan mengakibatkan gagal ginjal. Sebagai tindakan preventif, Pertiwi mengimbau para orang tua untuk sementara tidak memberi obat sirup kepada anak. 
 
Hal tersebut juga senada dengan yang dianjurkan oleh BPOM, Kemenkes dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Sebagai gantinya, ia menyarankan untuk menggunakan obat puyer. 
 
“Agar anak mau meminum obat puyer, bisa menggunakan pemanis buatan sendiri. Baik itu berupa gula atau teh manis. Dua langkah itu cukup efektif untuk sementara waktu,” ungkapnya. 
 
Di samping itu, Pertiwi juga memberi solusi kepada orang tua yang ingin menjaga kesehatan anak-anaknya ataupun ketika sakit. Misalnya jika demam, langkah yang bisa diambil adalah dengan mengecek menggunakan termometer. 
 
“Jika demamnya di bahwa 38 derajat, jangan terburu-buru diberi obat. Minum dulu yang banyak agar kencingnya banyak dan panasnya turun. Tapi jika sudah mencapai 39-40 derajat celcius, segera bawa ke dokter terdekat,” tutur dokter yang juga Kepala SMF Anak dan Perinatologi RS UMM itu.
 
Ia juga menegaskan untuk menjaga daya tahan tubuh dan tidak stres. Apalagi di cuaca yang terjadi belakangan ini.
 
Bukan hanya untuk anak, tapi juga para orang tua. Beberapa hal yang bisa dilakukan adalah dengan berjemur di pagi hari, mengatur pola tidur, mengonsumsi makanan yang bergizi hingga meminum vitamin.
Baca juga:  Setop Penggunaan Obat Sirop, Ini Tanggapan Guru Besar UGM

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan