“Ini masih jadi misteri. Kejadian gagal ginjal akut kok baru ada belakangan ini, padahal penggunaan sirop obat parasetamol sudah cukup lama dan aman digunakan,” kata Zullies dilansir dari laman UGM, Jumat, 21 Oktober 2022.
Sebelumnya, kasus gagal ginjal akut diketahui menimpa ratusan anak di Indonesia dalam beberapa waktu terakhir. Kementerian Kesehatan pun mengimbau penyetopan segala obat berbentuk cair atau sirop menyusul adanya laporan pasien anak dengan gangguan gagal ginjal akut terdeteksi terpapar tiga zat kimia berbahaya.
Ketiga senyawa tersebut yakni ethylene glycol (EG), diethylene glycol (DEG), dan ethylene glycol butyl ether (EGBE). BPOM mengungkapkan, ada lima obat sirop yang dinyatakan mengandung cemaran EG dan DEG di atas batas aman.
Kendati Begitu, Zullies mengatakan hingga saat ini semua masih dalam proses penyelidikan untuk memastikan hubungan antara gagal ginjal akut dengan senyawa tersebut dalam kandungan obat.
Ia menjelaskan EG dan DEG merupakan satu cemaran yang bisa dijumpai pada bahan baku pelarut pada obat sirup. Pada obat parasetamol dan banyak obat lainnya yang sukar larut air diperlukan bahan tambahan untuk kelarutan, biasanya di Indonesia digunakan propilen glikol atau gliserin.
Bahan baku propilen glikol atau gliserin ini dimungkinkan mengandung cemaran zat tersebut. “Sebenarnya ini wajar, selama masih dalam ambang batas maka tidak berisiko efek toksik termasuk gagal ginjal akut,” jelas Guru Besar Fakultas Farmasi UGM ini.
Zullies menyampaikan, ada berbagai faktor penyebab gagal ginjal akut. Misalnya, adanya infeksi tertentu seperti leptospirosis yang salah satunya bisa menyerang ginjal.
Selain itu, infeksi bakteri E. coli juga dapat menyebabkan gagal ginjal akut. Kajian sementara dari Kemenkes menyebutkan bahwa penapisan terhadap virus dan bakteri telah dilakukan, namun belum terbukti kuat sebagai penyebab gagal ginjal akut.
Bagaimana Menyikapi Fenomena Ini?
Zullies mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan tidak panik. Saat ini masyarakat disarankan sementara waktu mengikuti saran dari lembaga resmi pemerintah seperti Kemenkes, BPOM, asosiasi dokter dan lainnya untuk menghindari konsumsi obat bentuk sirpp hingga diperoleh hasil yang lebih pasti.Apabila anak-anak mengalami sakit demam, batuk, maupun pilek sebaiknya mengonsumsi obat parasetamol dalam bentuk puyer, kapsul, tablet, suppositoria atau bentuk lainnya. Untuk mengurangi rasa pahit bisa ditambahkan pemanis yang aman bagi anak.
Tak kalah penting untuk selalu mengonsultasikan efek penggunaan obat sirup dengan dokter maupun apoteker.
“Untuk parasetamol yang sifatnya mengurangi gejala, mungkin penggunaan sirop lebih berisiko ketimbang manfaatnya saat ini, di mana sedang diteliti kemungkinan adanya cemaran bahan yang bisa membahayakan. Untuk itu bisa dicoba dalam bentuk puyer atau bentuk lainnya,” paparnya.
Zullies menyebutkan, imbauan untuk tidak menggunakan obat dalam bentuk sirup untuk semua pengobatan menjadi keputusan yang sangat dilematis. Sebab, obat dalam bentuk sirup banyak digunakan untuk anak-anak yang belum bisa menelan obat bentuk tablet atau kapsul.
Selain itu, penghentian penggunaan obat sirup ini akan berdampak bagi anak-anak penderita penyakit kronis yang harus minum obat rutin berbentuk sirop. Dalam penggunaannya selama ini tidak menimbulkan efek samping membahayakan.
Misalnya, anak dengan epilepsi yang harus minum obat rutin, maka ketika obatnya dihentikan atau diubah bentuknya bisa saja menjadikan kejangnya tidak terkontrol.
“Mestinya ini diatur dengan bijaksana dengan tetap mempertimbangkan risiko dan manfaat. Memang saat ini risiko terjadinya gagal ginjal akut sepertinya dianggap lebih besar dengan penggunaan sirop sehingga disarankan penghentiannya, tetapi harusnya tidak digebyah uyah (disamaratakan) ya,” paparnya.
Baca juga: Pakar: Dietilen Glikol dan Etilen Glikol dalam Sirup Parasetamol Sudah Dilarang Sejak 1938 |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News