Selama ini, riwayat individu-individu yang didiagnosa gangguan kejiwaan tertentu, sering kali juga memiliki satu gangguan kejiwaan lain. Kondisi ini menimbulkan dugaan beberapa gangguan tersebut mungkin memiliki penyebab yang sama.
Dilansir dari laman Science Alert, pada studi yang diterbitkan tahun ini, para peneliti dari Amerika Serikat berhasil mengidentifikasi beberapa varian gen spesifik yang dimiliki bersama oleh delapan gangguan tersebut, serta menunjukkan bagaimana gen-gen itu bekerja selama perkembangan otak.
Tim peneliti menemukan banyak varian gen tersebut tetap aktif dalam waktu lama. Artinya, gen ini dapat memengaruhi berbagai tahap perkembangan otak dan berpotensi menjadi sasaran baru untuk pengobatan yang bisa menarget beberapa gangguan sekaligus. Peneliti juga menemukan hubungan menarik antara gen dan protein dalam otak.
“Protein yang dihasilkan oleh gen-gen ini juga sangat terhubung dengan protein lainnya,” jelas ahli genetika dari University of North Carolina, Hyejung Won, pada Januari lalu. “Perubahan pada protein-protein tersebut dapat menyebar ke seluruh jaringan, dan berpotensi menimbulkan dampak luas pada otak.”
Temuan ini melanjutkan penelitian sebelumnya pada tahun 2019, ketika tim internasional menemukan 109 gen yang berkaitan (dalam berbagai kombinasi) dengan delapan gangguan kejiwaan, yaitu autisme, ADHD, skizofrenia, gangguan bipolar, depresi berat, sindrom Tourette, OCD, dan anoreksia.
Penelitian terbaru ini membantu menjelaskan mengapa gangguan-gangguan tersebut sering muncul bersamaan. Misalnya, fakta hingga 70 persen orang dengan autisme juga memiliki ADHD. Selain itu, hasil ini juga bisa menjelaskan mengapa gangguan kejiwaan sering kali terjadi dalam satu keluarga.
Masing-masing dari delapan gangguan itu juga memiliki perbedaan gen unik sendiri. Karena itu, Won dan timnya membandingkan gen-gen unik tersebut dengan gen-gen yang sama-sama dimiliki oleh beberapa gangguan, untuk memahaminya lebih dalam.
Dalam penelitian ini, tim menganalisis hampir 18.000 variasi gen, baik yang unik maupun yang dimiliki bersama oleh beberapa gangguan. Variasi tersebut diuji pada sel prekursor yang akan berkembang menjadi neuron (sel saraf), untuk mengetahui bagaimana gen-gen tersebut memengaruhi aktivitas sel selama proses perkembangan otak manusia.
Dari hasil uji coba, para peneliti menemukan 683 varian gen yang berpengaruh terhadap pengaturan gen. Temuan ini kemudian diuji lebih lanjut menggunakan neuron dari otak tikus yang sedang berkembang. Varian gen yang memengaruhi beberapa kondisi sekaligus disebut pleiotropik. Varian ini ternyata berperan dalam lebih banyak interaksi antarprotein dan aktif di lebih banyak jenis sel otak dibandingkan gen yang hanya berkaitan dengan satu gangguan.
Selain itu, varian gen pleiotropik juga terlibat dalam mekanisme yang mengatur berbagai tahap perkembangan otak. Kemampuan gen ini memengaruhi banyak proses sekaligus dapat menjelaskan mengapa satu varian gen dapat berperan dalam beberapa kondisi kejiwaan berbeda.
“Selama ini, pleiotropi dianggap sebagai tantangan karena membuat klasifikasi gangguan kejiwaan menjadi rumit,” kata Won. “Namun, jika kita bisa memahami dasar genetik dari pleiotropi, kita mungkin dapat mengembangkan pengobatan yang menarget faktor genetik bersama ini, sehingga bisa membantu menangani beberapa gangguan sekaligus.”
Pendekatan ini sangat penting, khususnya karena data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat 1 dari 8 orang di dunia (berarti hampir 1 miliar jiwa) hidup dengan kondisi kejiwaan tertentu. (Alfi Loya Zirga)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id