Spesies baru tersebut diberi nama Rhacophorus boeadii, sebagai penghormatan kepada mendiang Boeadi, seorang naturalis dan ilmuwan dari Museum Zoologicum Bogoriense (MZB) yang telah berkontribusi terhadap dunia ilmu zoologi dan konservasi satwa herpetofauna di Indonesia.
Peneliti Herpetologi BRIN, Amir Hamidy, menjelaskan R. boeadii sp.nov. memiliki karakter morfologis yang membedakannya dari tiga spesies Rhacophorus Sulawesi lainnya, yakni R. edentulus, R. georgii, dan R. monticola.
“Katak ini berukuran sedang, dengan panjang tubuh jantan sekitar 40-45 mm dan betina 48-54 mm. Ciri khas lainnya termasuk moncong jantan yang miring, kulit punggung kasar dengan bintik putih, serta pola bercak putih di sisi tubuh,” ujar Amir dalam siaran pers, Kamis, 12 Juni 2025.
Penemuan ini merupakan hasil survei intensif pada 2016 hingga 2019 di kawasan Gunung Katopasa (Sulawesi Tengah) dan Gunung Gandang Dewata (Sulawesi Barat). Analisis morfologi, genetika, serta suara panggilan jantan mendukung spesimen ini belum pernah dideskripsikan sebelumnya.
“Kami sangat antusias dengan penemuan ini karena semakin membuka wawasan terhadap kekayaan biodiversitas Sulawesi yang unik. Namun, kami juga khawatir karena habitatnya yang terspesifikasi pada hutan dataran tinggi sangat rentan terhadap ancaman kerusakan habitat dan perubahan iklim,” ujar Amir.
Sebagai bagian dari kawasan Wallacea, Pulau Sulawesi dikenal sebagai hotspot keanekaragaman hayati dengan tingkat endemisme tinggi, terutama kelompok amfibi. Sayangnya, tekanan terhadap habitat alami terus meningkat dan menjadi ancaman nyata bagi kelangsungan spesies endemik.
Penelitian ini telah dipublikasikan dalam jurnal ilmiah internasional Zootaxa (5569 (2): 201–230), dan menjadi referensi penting dalam studi taksonomi serta konservasi keanekaragaman hayati Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News