Tim bernama Imelda ini terdiri dipimpin Profesor Mauridhi Hery Purnomo. Anggotanya, Wiwik Anggraeni, Diah Risqiwati, Lailatul Husniah, Sugiyanto, dan Hanugra Aulia Sidharta.
Semua anggota tim Imelda tersebut saat ini masih menyelesaikan studi program S3 di ITS Tim juga melibatkan Lailis Syafa’ah yang merupakan dosen Teknik Elektro dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) sebagai koordinator komunikasi tim dengan mitra kerja terkait.
Wiwik Anggraeni mengungkapkan PPMS terdiri dari tiga komponen utama, yakni alat monitoring pasien, komputer mini, dan printer thermal mini. Ketiganya dikemas dalam sebuah koper dengan ukuran yang sama dengan berat kurang dari 3 kilogram guna memudahkan transportasi.
"Dengan ukuran tersebut, PPMS menjadi alat portable yang bisa dipindahkan dari ambulance menuju bed sementara sebelum masuk ke emergency room," papar Wiwik dalam keterangannya, Kamis, 27 Januari 2022.
Baca: Vaksin Merah Putih Bersiap Menuju Tahap Uji Praklinis
Wiwik menambahkan PPMS berfungsi sebagai alat monitoring tanda vital selama perjalanan dari rumah pasien hingga UGD. Tanda vital tersebut di antaranya SpO2, systole, diastole, suhu tubuh, respiratory rate, dan heart rate.
"Keenamnya akan diamati selama perjalanan dan paramedis dapat mencetak rangkuman data tersebut untuk kemudian diserahkan ke UGD," ujar dosen Departemen Sistem Informasi ITS tersebut.
Wiwik mengaku dalam melakukan penelitian ini, tim Imelda menggunakan metode pengamatan secara langsung. Dengan melibatkan Rumah Sakit (RS) UMM sebagai mitra kerja, tim melakukan survei di lapangan guna mencari ide inovasi yang sesuai dengan tema IEEE SIGHT Funding, sebuah program pengabdian yang berhubungan dengan penanggulangan covid-19.
"Lalu, ide tersebut kami ajukan untuk diimplementasikan di ambulance milik RS UMM," bebernya.
Setelah mendapat persetujuan dan pendanaan, tim Imelda mulai merakit PPMS dan melakukan uji simulasi. Baik simulasi terbatas, maupun simulasi di lapangan.
"Saat pengujian, kami mendapat feedback yang positif, tim paramedis mengatakan bahwa alat ini sangat dibutuhkan sebab bentuknya yang portable dan multifungsi," terang lulusan magister Teknik Informatika ITS tersebut.
Setelah beberapa pengujian dan simulasi, lanjutnya, PPMS siap beroperasi dan berhasil dihibahkan di RS UMM pada 13 Januari 2022 lalu. Selain itu, alat yang sedang dalam tahap proses untuk pengajuan hak cipta ini juga akan dibagikan ke dua tempat lainnya, yakni RS Bhayangkara Pusdik Sabhara Porong dan Medical Center ITS.
"Namun, kegiatan hibah alat di dua tempat tersebut baru akan dilaksanakan satu hingga dua minggu ke depan," tutur Wiwik.
Baca: Mahasiswa Itera Kembangkan Tempat Sampah Otomatis Sensor Ultrasonik
PPMS ini masih terdapat kekurangan, mengingat alat ini merupakan prototype seri pertama. Hal-hal yang perlu disoroti untuk pengembangan ke depan di antaranya adalah konektivitas terhadap internet yang masih terbatas, tambahan alat monitoring di UGD yang belum rampung didesain, hingga permintaan dari pihak rumah sakit atas alat monitoring pasien dengan merek tertentu.
Alat ini dirancang selama dua tahun dan mengalami banyak kendala, terlebih bertepatan dengan wabah covid-19. Sejumlah kendala yang ditemukan misalnya terbatasnya jenis dan model alat monitoring akibat impor yang dibatasi, hingga sulitnya teknis dalam pengambilan data alat monitoring karena tidak ada manual dan protokol resmi dari pabrikan.
"Kami berharap dapat terus berpartisipasi dalam pengembangan alat di bidang medis yang tepat dan bermanfaat bagi masyarakat Indonesia," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News