Produk pembersih sepatu dari limbah kulit udang buatan mahasiswa Unsoed. Foto: Unsoed/Humas.
Produk pembersih sepatu dari limbah kulit udang buatan mahasiswa Unsoed. Foto: Unsoed/Humas.

Mahasiswa Unsoed Buat Sabun Pembersih Sepatu dari Limbah Kulit Udang

Arga sumantri • 21 Agustus 2021 11:03
Purwokerto: Mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) membuat inovasi berupa produk pembersih khusus sepatu. Uniknya, produk ini terbuat dari limbah kulit udang dan ekstrak biji lerak.
 
Tim mahasiswa yang mengembangkan inovasi ini beranggotakan Shima Faradilla Sulhin dari Jurusan Kimia, Khamidatunnisa dari Akuntansi Internasional, Salsabila Alfi Amalia dari Farmasi, Deni Andaru Raditya Raafi dan Achmad Ridwan Fauzi dari jurusan Ekonomi Pembangunan. Mereka tergabung dalam Tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang kewirausahaan Unsoed 2021.
 
Ketua Tim Shima Faradilla Sulhin mengatakan, inovasi ini bermula dari salah satu anggota tim yang memulai usaha produk pembersih sepatu. Tim memutuskan dan berkomitmen untuk mengikuti PKM ini sampai dinyatakan lolos pendanaan dari Kemendikbudristek.

"Hasil kolaborasi ini berhasil menciptakan inovasi suatu produk yang bermanfaat dan bernilai jual tinggi. Produk ini yaitu sabun cuci sepatu yang terbuat dari limbah kulit udang dan ekstrak biji lerak," jelas Shima mengutip siaran pers Unsoed, Sabtu, 21 Agustus 2021.
 
Baca: Unik, Masyarakat Kaledonia Baru Gunakan Perpaduan Bahasa Jawa-Prancis
 
Menurut Shima, produk ini memiliki kreativitas cukup tinggi karena sabun cuci sepatu ini berbeda dari sabun lain. Produk ini dibuat oleh mahasiswa dengan meracik dan memadukan formulasi-formulasi yang sudah pernah dilakukan observasi, sehingga produk ini mempunyai tingkat komersial tersendiri agar usaha bisa terus berkembang.
 
Menurut dia, produk ini diciptakan tidak lepas dari keterkaitan tingkat pencemaran lingkungan terutama pada limbah cair. Pencemaran lingkungan yang berasal dari limbah cair masih  menjadi masalah yang cukup krusial dan harus segera diselesaikan.
 
"Kontribusi pencemaran limbah cair di Indonesia didominasi oleh rumah tangga yang memakai sabun mengandung deterjen dan bahan kimia yang cukup berbahaya  secara berlebihan," ungkap Shima. 
 
Limbah cair yang berasal dari sabun deterjen dan bahan kimia lainnya akan sulit terdegradasi (non-biodegradable) sepenuhnya oleh lingkungan, sehingga berpotensi menimbulkan pencemaran air.
 
 

Selain itu, permasalahan lainnya yang timbul adalah terjadinya fenomena eutrofikasi pada sungai-sungai dan perairan lainnya. Fenomena ini yaitu banyaknya tanaman eceng gondok yang memenuhi seluruh permukaan air. Hal tersebut tentu berbahaya bagi kelangsungan hidup biota dalam air karena akan menghambat masuknya oksigen yang masuk kedalam air.
 
Shima memastikan, produk dibuat dari limbah udang dan biji lerak lantaran bahan-bahan ini yang 100 persen biodegradable, tidak berbahaya, non-toxic, dan ketersediannya yang melimpah. Berdasarkan kajian literatur yang sudah ada, ekstrak biji lerak menghasilkan saponin alami yang mudah terurai sehingga bahan ini yang membuat produk kami ramah lingkungan. 
 
"Limbah kulit udang juga kami manfaatkan mengingat pengelolaan limbah ini masih sangat rendah, biasanya limbah ini langsung dibuang tanpa pengolahan terlebih dahulu sehingga dengan memanfaatkan limbah ini akan menghasilkan nilai tambah yang bermanfaat," paparnya.
 
Shima mengatakan, pelaksanaan program ini dimulai pada 1 Juni. Produk ini mendapatkan banyak respons dari para konsumen. Produk ini sudah terjual sekitar 50 botol ukuran 100 ml seharga Rp20 ribu. Tim memanfaatkan beberapa sosial media dan e-commerce untuk strategi distribusi, promosi,dan pemasaran produk.
 
Baca: Mahasiswa UGM Kembangkan Pembelajaran Asyik Bagi Anak Disleksia
 
"Selain itu, kami juga melakukan kerja sama dengan mitra terkait dalam strategi distribusi dan penjualan produk yaitu dengan usaha jasa cuci sepatu di Purwokerto-Purbalingga," ujar Shima.
 
Limbah kulit udang juga didapatkan dengan bekerja sama terhadap pihak ketiga yaitu beberapa restoran seafood yang tidak mengolah limbah kulit udang kembali. Selain untuk menargetkan agar bisa lolos tahap Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) Ke-34 nanti, tim ini juga ingin agar usaha tersebut bisa mengedukasi banyak orang terutama mahasiswa agar tetap berkarya didalam kondisi pandemi.
 
Demi keberlanjutan usaha Shima dan tim berencana mendaftarkan produk dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) agar tetap terlindungi dan terjamin keberadaan, maupun mutu kualitasnya. 
 
"Kami ingin berupaya lebih banyak seperti memberdayakan limbah-limbah kulit udang agar pencemaran bisa terminimalisir dan meningkatkan kerja sama dengan lebih banyak mitra untuk membantu dalam distribusi maupun mencapai target penjualan," ujarnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan