Ia mengambil penyu dari kayu itu dan perlahan mengolesnya dengan cat menggunakan kuas. Warna kayu yang pucat berubah menjadi kecoklatan.
Semangat dan ketekunan Ni Made Suhendri menghidupkan sebuah usaha kecil itu telah memberi kehidupan kepada tiga anaknya. Ia menginisiasi usaha tersebut bersama suaminya, Dewo Nyoman Suwardana.
Suaminya mencari kayu pins, jenis kayu serupa jati dan memotong-motongnya dalam ukuran 1 x 30 cm. Kayu yang sudah berbentuk penyu itu diukir agar semakin menyerupai penyu sebelum akhirnya dicat dan dipoles.
Perjalanan itu sudah dimulai sejak tahun 1995, ketika suaminya memutuskan menjadi pengrajin meski bekerja dengan orang lain. Barulah pada 2007, setelah ilmu terbilang cukup, Ni Made dan suaminya mengelola bisnis sendiri dari hulu ke hilir.
Meski hanya berdua, usaha Ni Made dan suaminya terbilang berkembang pesat. Hal ini tak lepas dari bantuan modal dari Amartha.
Kenal dengan Amartha menjadi titik terang. Setelah sebelumnya, ia sangat sulit mencari pinjaman, lebih-lebih pinjaman yang didapat mengharuskan Ni Made dan suaminya membayar bunga utang yang tinggi.
Dengan Amartha, peminjaman lebih mudah. Ia mengajukan sebagai mitra Amartha dengan pinjaman sebensar Rp5 juta.
"Pinjaman ini yang kita gunakan untuk modal membeli bahan baku dan alat produksi," sebut Ni Made ditemui di kediamannya di Tampaksiring, Gianyar, Bali, Jumat, 23 Mei 2025.
Baca juga: Mengukir Umbi Bisa Jadi Peluang Usaha Lewat Keterampilan Unik |
Ni Made dan suaminya langsung tancap gas. Dalam satu bulan, ia bisa mengerjakan pesanan sebanyak 1.000-2.000 penyu kayu.
"Kalau sehari kita bisa bikin 100," ungkapnya.
Omzet penjualan penyu kayu ini mencapai Rp10 juta perbulan. Penyu kayu buatan rumahan itu kini bahkan diekspor sampai ke Tiongkok.
"Jadi sudah disalurkan diekspor itu ke luar negeri, sekarang ada pesanan untuk dikirim ke Tiongkok," kata dia.
Amartha, sebagai platform keuangan digital memfasilitasi membangun ekosistem keuangan mikro melalui permodalan hingga layanan pembayaran. Amartha fokus memberi layanan dan mendukung ekonomi akar rumput, utamanya bagi pelaku ekonomi seperti Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Terpisah, Founder dan CEO Amartha, Andi Taufan Garuda Putra, menyebut ekonomi berbasis kemasyarakatan sebagai akselerator pertumbuhan ekonomi. Pihaknya sengaja mengadakan The 2025 Asia Grassroots Forum, sebagai pintu memperluas perspekti bagi investor global untuk bisa percaya pada potensi besar di akar rumput.
"Akan ada banyak investasi, kolaborasi, rekomendasi kebijakan, serta inovasi di bidang teknologi yang semuanya punya satu tujuan sama, yakni memajukan ekonomi akar rumput untuk pembangunan yang berkelanjutan," tutur dia.
Data Impact Investing in Asia 2024 menunjukkan 97 persen dari sektor swasta di Asia Tenggara merupakan sektor UMKM. UMKM mampu menyerap hingga 85 persen tenaga kerja dan menyumbang 45 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) kawasan.
Minat investasi terhadap Asia Tenggara juga terus meningkat. Sebesar 49 persen impact investor global berencana meningkatkan alokasinya di Asia Tenggara pada 2025. "Melalui dukungan modal, teknologi yang inklusif, dan juga pendampingan, sektor akar rumput berpeluang menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi," ujar Andi.
The 2025 Asia Grassroots Forum berlangsung pada 21-23 Mei 2025 di Nusa Dua, Bali. Acara ini melibatkan lebih dari 700 peserta dari 15 negara mencakup investor, institusi pemerintah dan regulator, sektor swasta, akademisi, hingga komunitas wirausaha ultra-mikro. Forum internasional ini menjadi wadah bagi investor global termasuk sovereign wealth fund untuk berinvestasi dan berkolaborasi. Acara ini diharapkan menjadi pembuka untuk mendukung dan meningkatkan ekonomi akar rumput.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id