Dosen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (Unair) Moordiati menyebut sebetulnya tidak ditemukan catatan sejarah mengenai angpau lebaran. Namun, ada cerita sosok kaisar yang datang ke Jawa dan memberi uang sebagai tanda tali kasih.
Hal ini semakin berkembang dan diadopsi menjadi orang yang lebih tua memberi kepada yang lebih muda sebagai tanda kasih sayang. “Kemudian kalau tidak ada angpau saat lebaran rasanya hambar,” kata Moordiati dikutip dari laman unair.ac.id, Minggu, 23 April 2023.
Dia menyebut pada budaya Islam tidak ada mengenai angpau. Pemberian angpau saat lebaran merupakan hasil dari perpaduan antara budaya Islam dan Tionghoa.
“Pemberian ini sebenarnya adopsi dari kebudayaan Islam dan Tionghoa. Hasil akulturasi ini yang berkembang sampai saat ini,” tutur dia.
Moordiati menyebut dahulu pemberian angpau pada lebaran sebagai hadiah dari orang tua kepada anaknya karena telah menjalankan puasa sebulan lamanya. Namun, seiring berjalannya waktu sesuatu yang dianggap hadiah kini menjadi keharusan.
“Lama-lama kemudian ini tidak lagi sebagai hadiah ya. Sekarang kalau tidak memberi angpau kesannya bukan seperti hari raya,” tutur dia.
Dia menyebut pemberian angpau lebaran juga dapat menjadi gambaran status sosial seseorang. Apabila status sosialnya tinggi, nominal uang yang diberikan semakin tinggi.
“Sekarang sudah ada kategorinya, bisa dikatakan status sosial semakin tinggi tidak memberi Rp5 ribu tapi Rp50 ribu misalnya,” ujar dia.
Pemberian angpau lebaran menggunakan uang baru saat ini sedang tren. Bahkan, jasa penukaran uang menjelang lebaran menjamur di berbagai daerah.
Tren ini ternyata berkembang sekitar tahun 90-an. Masyarakat lebih nyaman menggunakan uang baru ketimbang uang lama karena menganggap lebih pantas.
“Hari raya yang identik dengan sesuatu yang suci. Makanya semuanya serba baru seperti baju, sepatu, hingga uang baru. Orang berpikiran alangkah lebih baik memberi seseorang dengan sesuatu yang baru dari pada yang lama. Makanya jasa penukaran uang baru sekarang sedang menjamur,” tutur dia.
Moordiati menyebut pemberian angpau lebaran tak lepas dari dampak positif dan negatif. Dia menyebut dampak positif dari pemberian angpau lebaran dapat meningkatkan semangat bersilaturahmi. Namun, silaturahmi tidak lagi dengan niat sebagai silaturahmi saja.
“Negatifnya niat silaturahmi jadi tidak murni dan hal ini tidak mendidik,” ujar dia.
Sementara itu, dampak negatif dari pemberian angpau ialah menjadikan seseorang menjadi mental peminta. “Ini menarik karena dapat menjadikan mentalitas seseorang sebagai peminta. Jadi, ke rumah sanak saudara meminta untuk diberi uang. Meskipun saat pemberian ada aturannya harus baris-berbaris atau lainnya,” beber dia.
Baca juga: Tradisi Idulfitri Rektor UNS: 'Nyawer' ke Anak-Anak |
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News