Jakarta: Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) menargetkan 200 jurnal ilmiah terdaftar untuk terindeks bereputasi internasional. Target ini harus tercapai hingga akhir tahun 2019.
Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, Kemenristekdikti, Muhammad Dimyati mengatakan, saat ini Indonesia baru memiliki 49 jurnal terindeks di Scopus. Padahal idealnya untuk memenuhi kebutuhan jurnal internasional terindeks di Scopus atau Web of Science, diperlukan lebih dari 300 jurnal.
“Publikasi di jurnal ilmiah internasional saat ini menjadi sangat penting. Setelah adanya persyaratan kenaikan setiap jenjang jabatan dan mempertahankan tunjangan jabatan untuk fungsional dosen khususnya jabatan Guru Besar dan Lektor Kepala serta kelulusan mahasiswa doktor (S3)," kata Dimyati dalam siaran pers, Rabu, 27 Maret 2019.
Dimyati mengatakan, penting mendorong penerbitan jurnal ilmiah di Indonesia agar bereputasi internasional. Hal ini guna terindeks di lembaga pengindeks bereputasi seperti Web of Science dan Scopus.
"Dengan banyaknya jurnal Indonesia yang bereputasi internasional, maka biaya publikasi di jurnal internasional dapat ditekan. Sehingga capital flight dari biaya publikasi yang tadinya ke luar negeri dapat dilakukan di dalam negeri dan jurnal Indonesia dapat dikenal di dunia internasional serta berkolaborasi dengan penulis, editor dan reviewer dari luar," jelas Dimyati.
Baca: Menag Sebut Penelitian Sebagai Jihad
Internasional Workshop for Journal Editor yang digelar di Bali beberapa waktu lalu merupakan upaya Kemenristekdikti dalam rangka meningkatkan jurnal ilmiah Indonesia sehingga bereputasi Internasional.
Workshop ini diselenggarakan dengan mengundang jurnal terbaik di Indonesia yang memiliki potensi untuk menjadi jurnal bereputasi internasional. Adapun peserta yang terlibat merupakan 150 jurnal yang terpilih dari 954 jurnal yang telah mendaftarkan diri.
Narasumber yang diundang langsung untuk memberikan paparan merupakan pakar internasional di antaranya dari Elsevier-Scopus hadir Alexander Van Servellen, Clarivate Analytics-Web of Science ialah Dr. Kun Yu. Kemudian Directory Open Acces Journal, Tom Olijhoek; Public Knowledge Project-OJS, Kevin Stranack; Comitte on Publication Ethics-COPE, Trevor Lane, dan dari Ithenticate, Rueban Balasurbrahmaniam.
Baca: Peran Diaspora Strategis Percepat Kemajuan Iptek Tanah Air
Tim Kemenristekdikti yang dipimpin Dimyati di sela acara tersebut turut melakukan pertemuan dengan Tim dari Clarivate Analytics yang dipimpin oleh Vice President and Head of Australasia and Southeast Asia, Clarivate Analytics, Jeroen Prinsen. Kemudian Dimyati turut berbincang dengan Tim Elsevier yang dipimpin oleh Malick Oemar.
Setelah pertemuan, Kemenristekdikti dan Clarivate Analytics menandatangani nota kesepahaman terkait dengan integrasi data Web of Science dan Sinta (Science and Technology Index) serta pendampingan internasionalisasi jurnal ilmiah di Indonesia. Nota kesepahaman tersebut diharapkan dapat mengintegrasikan seluruh publikasi ilmiah dari Indonesia yang terindeks di Web of Science dan Scopus dengan Sinta.
"Kerja sama dengan Clarivate Analytics sangat penting untuk dilakukan. Di samping adanya kepentingan integrasi data, pendampingan terhadap jurnal ilmiah di Indonesia juga mutlak harus dilakukan. Mengingat saat ini hanya ada sekitar 45 jurnal Indonesia yang terindeks di Emerging Sources Citation Index, bagian dari Web of Science Core Collection," ujar Dimyati.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id