"Program penyusunan kamus sejauh ini belum digarap oleh pihak pemerintah daerah secara serius, sebagian dilakukan individu tertentu namun hasil yang diperoleh dianggap masih kurang lengkap dan sesuai standar semestinya," kata Kepala Kantor Bahasa Bangka Belitung Yani Paryono melalui keterangan tertulis, Minggu, 17 Oktober 2021.
Ia menerangkan, kegiatan penyusunan kamus dimulai dari pencarian data, verifikasi data, penyusunan data, dan pencetakan kamus. Pencarian data dilakukan di empat kabupaten, yakni Bangka, Bangka Barat, Bangka Tengah, dan Bangka Selatan, serta di Pangkalpinang sebagai ibu kota provinsi.
"Data diambil dari 22 orang yang mengisi sebanyak 200 kosakata sehingga setiap 200 kata dari 2200 kata diisi oleh dua orang informan untuk menjaga keterwakilan dan validitas data yang dihimpun," jelasnya.
Baca: Bahasa Enggano Terancam Punah, Penelitian Mahasiswa UGM Ungkap Penyebabnya
Setelah itu, kata dia, kegiatan dilanjutkan dengan verifikasi. Pada tahap ini, ada sepuluh verifikator yang ditetapkan. Mereka terdiri dari budayawan, penulis, dan pegiat bahasa.
"Kriteria verifikator merupakan orang yang selama ini dikenal sangat dekat dalam upaya pelestarian bahasa daerah baik dalam bentuk tulisan yang telah dihimpun maupun keaktifan dalam kegiatan di daerah," terangnya.
Ia menyebut, sejumlah tatangan yang dihadapi dalam proses penyusunan kamis ini antara lain melabelkan data berdasarkan wilayah. Sebab, ada satu kata yang ada di dua atau tiga daerah, sehingga pelabelan data tidak dapat dilakukan dan dianggap sebagai kosakata umum.
Sedangkan, lanjut dia, jika sebuah kosakata hanya ada di satu wilayah tertentu saja, akan diupayakan untuk membuat label khusus. Proses kompilasi data membutuhkan kecermatan agar tidak ada kosakata yang ganda maupun terlewatkan.
"Hasil yang nantinya dicapai diharapkan tuntas pada akhir tahun berupa Kamus Bahasa Indonesia – Melayu Bangka edisi cetak terdiri dari 2.200 kosakata," ungkapnya.
Selain penyusunan kamus, Kantor Bahasa Bangka Belitung juga melakukan konservasi satra Becampak untuk mendukung upaya perlindungan sastra. Konservasi dilakukan sebagai kelanjutan dari pemetaan dan kajian vitalitas. Yani mengatakan, konservasi sastra dilakukan, baik untuk objek sastra lisan, manuskrip, maupun sastra cetak.
"Konservasi sastra lisan perlu dilakukan untuk memberikan deskripsi yang utuh mengenai sastra lisan yang telah dipetakan dan dikaji vitalitasnya," jelasnya.
Baca: Kemendikbudristek Terus Sempurnakan Ejaan Bahasa Indonesia
Isi kegiatan ini berupa wawancara dan perekaman sastra lisan di lingkungan asli sastra lisan. Koordinasi dilakukan beberapa kali karena keadaan wilayah sastra lisan jauh, penutur yang sudah tua, dan keadaan daerah yang sulit mendapatkan sinyal.
Yani mengatakan, Kegiatan koordinasi dan observasi dilakukan pada Mei 2021. Lalu, wawancara dan observasi dilaksanakan pada Agustus 2021. Perekaman sastra lisan, wawancara, transkripsi hasil pertunjukkan pada September 2021. Kemudian, tahap diskusi dilaksanakan pada Oktober 2021.
Tantangan yang dihadapi dalam proses ini yaitu kurangnya referensi tulis mengenai seni tradisi lisan Becampak. Selain itu, adanya pandemi covid-19 membuat beberapa jadwal harus disesuaikan ulang.
"Hasil yang dicapai, terdokumentasikannya seni tradisi lisan Becampak dengan gambar dan audio yang baik sehingga dapat dijadikan sebuah sumber penelitian lanjutan atau menjadi bahan ajar pada generasi muda," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News