Sebanyak 63,5% di antaranya, merupakan anggaran yang akan langsung ditransfer Kemenkeu ke daerah, menjadi dana transfer daerah. Baik berupa Dana Alokasi Umum (DAU) maupun Dana Alokasi Khusus (DAK).
Kenaikan anggaran ini ternyata tidak selamanya menjadi kabar gembira. Sejumlah pengamat dan praktisi pendidikan justru mengaku khawatir, jika kenaikan ini tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas pengelolaan anggaran yang baik, maka besarnya anggaran tersebut akan terbuang sia-sia. Terutama pada dana transfer daerah yang jumlahnya sangat besar.
Terlebih lagi beberapa hari sebelum nota keuangan dibacakan, media ramai memberitakan keluarnya surat rekomendasi penghentian tunjangan profesi guru (TPG) bernomor 44471/A.A1.1/PR/2018 yang diajukan Kemendikbud kepada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan. Disebutkan beberapa daerah transfer daerah untuk alokasi TPG semester 1 tahun 2018 direkomendasikan untuk dihentikan sementara. Penyebabnya adalah masih adanya SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran), yang jumlahnya bahkan mencapai puluhan triliun rupiah.
Baca: Mendikbud: Awal Jadi Menteri, Silpa Mencapai Rp23 Triliun
Lantas bagaimana pemerintah, utamanya Kemendikbud mengantisipasi terus meningkatnya anggaran pendidikan ini, agar selaras dengan upaya peningkatan kualitas pengelolaan anggarannya. Berikut wawancara Medcom.id dengan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendikbud, Didik Suhardi di ruang kerjanya di Gedung Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Senin, 27 Agustus 2018:
T: Anggaran fungsi pendidikan dalam RAPBN 2019 meningkat, bagaimana pembagiannya dengan kementerian dan lembaga lain?
J: Anggaran untuk fungsi pendidikan di Rancangan Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019 memang naik menjadi Rp487,9 triliun. Namun 63,5 persen di antaranya, atau sebesar Rp399 triliun adalah transfer daerah. Untuk pusat 32,5 persen, dari jumlah tersebut dibagi lagi untuk Kemendikbud 7,37 % (Rp35,98 triliun), Kementerian Agama 10,6% (Rp51,9 triliun), Kementerian Riset Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) 8,2% (Rp40,2 triliun), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) 1,3% (Rp6,6 triliun), Kementerian dan lembaga lain (K/L) sebesar 4,7% (Rp23,3 triliun).
T: Berarti ada penurunan pagu anggaran untuk Kemendikbud dibanding tahun sebelumnya?
J: Secara angka memang iya, menurun sekitar Rp4,2 triliun. Tapi itu sebenarnya anggaran dialihkan sebagai alokasi fisik. Sebagian alokasi anggaran untuk pembangunan fisik akan dilaksanakan oleh Kementerian PUPR. Kemendikbud, dan dinas pendidikan di daerah diminta fokus pada peningkatan mutunya.
Baca: Fokus 2019 Perkuat Dana BOS
T: Anggaran untuk pembangunan fisik itu apa saja misalnya?
J: Seperti penambahan ruang kelas baru, itu akan dipegang oleh Kementerian PUPR secara bertahap. Kemendikbud juga tetap ada (anggaran untuk pembangunan fisik), bagian seperti revitalisasi bangunan sekolah, dan unit sekolah baru itu masih dilakukan Kemendikbud. Untuk unit sekolah baru, dan revitalisasi dianggarkan sekitar Rp1,4 triliun.
T: Kemudian anggaran untuk Kemendikbud itu, prioritas akan digunakan untuk apa
saja?
J: Untuk Kartu Indonesia Pintar (KIP) Rp9,7 triliun, pendidikan karakter di PAUD (pendidikan anak
usia dini), dan pendidikan dasar (dikdas) akan fokus di penguatan pendidikan karakter. Di samping itu anggaran akan fokus juga untuk revitalisasi SMK. Kemudian juga apa yang sudah jadi amanah UU, yakni penyelesaian Tunjangan Profesi Guru (TPG) nonpegawai negeri sipil
(nonPNS) sekitar Rp5,6 triliun.
T: Berarti ada peningkatan yang cukup signifikan untuk dana transfer daerah?
J: Ya, dana transfer daerah 2019 sebesar Rp399 triliun dari total anggaran fungsi pendidikan Rp487,9 triliun itu. Untuk dana alokasi umum (DAU) seperti gaji saja sudah Rp168,6 triliun.
T: Dari tahun ke tahun jumlah SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) di daerah menumpuk, apa yang akan dilakukan agar kenaikan transfer daerah menjadi efektif. Sejumlah pengamat mengkritisi kualitas pengelolaan dana transfer yang buruk, minim panduan dan evaluasi, tanggapan Anda?
J: Soal panduan sebenarnya sudah ada tiga. Panduan terkait transfer ada dari Kemenkeu, panduan pengelolaan keuangannya dari kemendagri, lalu untuk pemanfaatan anggarannya sudah ada panduan dari kemendikbud.
Dari Kemendikbud sendiri juga pasti ada petunjuk teknis (juknis), dan selalu ada sosialisasinya. Di sana tertulis, mana yang boleh dan tidak boleh. Soal panduan sebenarnya tidak kurang. Soal SiLPA jangan khawatir, dana SiLPA itu secara teori tidak akan bisa dipakai. Kemenkeu sudah keras (tegas) soal ini, kalau ada SiLPA maka akan mempengaruhi DAU-nya. DAU-nya akan dikurangi. Itu akan jadi bagian dari evaluasi performa penggunaan anggaran.
Baca: Pengelolaan Dana Transfer Daerah Perlu Dievaluasi
T: Lalu apa yang membuat kualitas pengelolaan dana transfer daerah kurang baik?
J: Mungkin salah satu persoalannya adalah sering adanya pergantian personel di daerah, baik di dinas pendidikan maupun di sekolah. Ini jadi hambatan kita semua. Padahal juknis sudah dibuat kemendikbud. Misalkan untuk petunjuk teknis DAK (dana alokasi khusus) untuk anggaran fisik pembangunan kelas baru itu berapa, di kabupaten A berapa nilainya, harga satuannya berapa per meter perseginya berapa, menentukan lokasinya berapa, ada semua dalam bentuk Permendikbud (peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan) soal pemanfaatan DAK. ?alau ada yang ganti personel harusnya dilaporkan. Kepala dinas yang tidak kompeten itu juga jadi masalah di birokrasi.
T: Bagaimana peran daerah dalam memenuhi amanah Undang-undang dalam mengalokasikan 20% dari APBD murninya untuk fungsi pendidikan?
J: Itu ada datanya di neraca pendidikan, Dalam rangka evauasi perencanaan anggaran daerah itu jadi perhatian. Fungsi pendidikan dari APBD murni harus jadi perhatian. Kalau tidak kapasitas
keuangan pendidikan akan menurun. Itu bahaya. Semakin banyak uang transfer dari pusat jangan sampai mengurangi fungsi anggaran pendidikan dari APBD murni.
Itu sama saja mengurangi kapasistas finansial. Hanya sedikit sekali daerah yang benar-benar mengalokasikan 20 persen APBD murninya untuk pendidikan. Paling besar alokasi APBD murninya untuk pendidikan itu di DKI Jakarta. Daerah lain seperti Jawa Tengah, Jawa Barat, Aceh, Riau itu sudah lumayan. Terkadang daerah itu ikut menghitung dana transfer daerah ke dalam APBD-nya, jadi saat mengalokasikan 20% dana transfer daerah dari pusat ikut dihitung lagi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News