"Memang di PTKI ini, pada Fakultas Kedokteran dan Kesehatan ada mata kuliah terkait kajian Al-Qur'an, Hadis, ada pula Thibbun Nabawi, tetapi bagaimana relevansinya dengan perkembangan tren kedokteran dan Kesehatan saat ini? Terutama untuk menjawab pertanyaan mendasar, apa perbedaannya di PTKI dengan PTU? Ini pertanyaan mendasar yang harus dijawab dan dicarikan solusi," ujar Sahiron, Jumat, 28 Maret 2025.
Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini menegaskan pentingnya tetap menjaga dan memperkuat materi keislaman pada Fakultas Kedokteran dan Kesehatan. Tetapi, di sisi lain tidak menambah beban mata kuliah bagi mahasiswa.
Pihaknya mendorong pentingnya untuk terus mengkaji model integrasi Islam dan sains pada konteks ini, baik dari sisi kebijakan maupun dari sisis epistimologi. Dia menuturkan satu sisi, ada tradisi kedokteran modern, tetapi di sisi lain ada tradisi kedokteran dalam tradisi keilmuan klasik.
Misalnya, ada beberapa tokoh dan ahli kedokteran muslim. Beberapa di atantara karya dalam bidang kedokteran seperti Al-Qonun Fi Al-Thibb karya Ibnu Sina, kemudian Arrohmah fi Thibb wa Al-Hikmah karya Jalaluddin Assyuyuthi.
Baca juga: Dokter Mesti Bisa Bersinergi dengan AI |
"Nah, ini yang harus terus dikaji untuk menemukan cara integrasinya," ujar Sahiron.
Pelopor Integrasi Heremeneutika dan Al-Qur'an ini menjelaskan di antara tantantangan yang harus dijawab yakni bagaimana mengintegrasikan tradisi kedokteran modern dengan sisi spiritualitas keagamaan. Hal ini lantaran masih minimnya tenaga pengajar maupun dokter berlatar belakang memiliki pengetahuan pesantren dengan kitab kuningnya.
Dia menyebut yang dibutuhkan ke depan, bukan sekadar mencetak dokter kontemporer. Tetapi juga dokter yang mampu menguasai ilmu kedokteran keislaman melalui karya-karya ulama klasik.
"Misalnya, dalam kitab Al-Suyuthi, ada teknik pengobatan secara medis kontemporer, tetapi dikombinasikan dengan sisi spiritualitas, ini kan menarik," papar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News