Pakar Geografi Lingkungan dari Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM), Djaka Marwasta, menjelaskan gelombang panas berkaitan langsung dengan perubahan iklim akibat emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
“Kenaikan konsentrasi GRK mendorong meningkatnya frekuensi, durasi, dan sebaran gelombang panas secara global,” jelas Djaka dikutip dari laman ugm.ac.id, Kamis, 17 Juli 2025.
Djaka mengatakan tantangan terbesar dari fenomena ini terletak pada kerentanan kelompok lansia yang sangat sensitif terhadap perubahan suhu ekstrem. Di Eropa, proporsi lansia sangat besar, sehingga dampaknya sangat terasa.
"Tapi di Indonesia pun, jumlah populasi lansia cukup banyak dan memerlukan perhatian khusus,” tutur dia.
Baca juga: Kenapa Belakangan Udara Pagi Terasa Lebih Dingin dari Biasanya? Ini Penjelasannya |
Ia menyebut strategi mitigasi perlu difokuskan pada kelompok rentan. Salah satu langkah konkret adalah evakuasi lansia ke tempat tinggal yang lebih aman saat gelombang panas terjadi.
Selain itu, ia menekankan pentingnya edukasi publik. “Literasi mengenai gelombang panas dan perubahan iklim harus dilakukan secara masif lewat berbagai media agar menjangkau semua lapisan masyarakat,” ujar dia.
Djaka mengajak generasi muda dan pembuat kebijakan mengambil langkah nyata. Dia menekankan butuh kebijakan yang tidak hanya reaktif, tapi mampu secara struktural mengurangi dampak perubahan iklim.
"Generasi muda harus mampu membangun pola pikir dan pola tindakan yang berorientasi pada keberlanjutan,” tegas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id