PPDB di SMAN 2 Depok, MI/Bary Fathahilah.
PPDB di SMAN 2 Depok, MI/Bary Fathahilah.

Pengamat: Pemahaman Masyarakat Tentang Zonasi Minim

Antara • 18 Juni 2019 13:40
Jakarta:  Meski kebijakan zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPBD) banyak dikeluhkan para orangtua murid, namun menurut pemerhati pendidikan dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN) justru sebaliknya.  Sistem zonasi dinilai mampu menciptakan keadilan sosial bagi masyarakat.
 
Pemerhati pendidikan dari Universitas Multimedia Nusantara Doni Koesoema A mengatakan, kebijakan zonasi ini menciptakan keadilan sosial dan pemerataan.  "Keluhan warga, baik melalui media sosial maupun sejumlah pemberitaan, salah satunya karena kurangnya pemahaman masyarakat terhadap tujuan PPDB berbasis zonasi," kata Doni seperti dikutip dari Antara, di Jakarta, Selasa, 18 Juni 2019.
 
Ia menjelaskan, kebijakan zonasi membuat anak sekolah dekat rumah, biaya transportasi sedikit, dan memberikan keuntungan ekonomi bagi orangtua.    Kebijakan zonasi yang berdasarkan jarak dan bukan nilai pendidikan, kata dia, karena ingin membuka akses pendidikan lebih luas kepada semua orang.

Baca:  Sistem Zonasi Abaikan Fakta Kurangnya Jumlah Sekolah Negeri
 
Selama ini, lanjut dia, sekolah yang bagus diisi anak dari kalangan orangtua kaya yang pintar-pintar, meskipun rumahnya jauh dari sekolah, sedangkan anak dari keluarga kurang mampu yang berada di sekitar sekolah unggulan tersebut, tidak pernah mendapatkan sekolah yang bagus.
 
Ia mengatakan dengan sistem zonasi maka anak dari keluarga miskin mendapatkan kesempatan yang sama dengan murid yang berasal dari keluarga kaya serta pintar.  "Makanya menteri pendidikan punya ide dengan kebijakan zonasi ini akses sekolah yang lebih baik itu bisa
terbentuk," ujar Doni.
 
Menurut Doni, dengan sistem itu, anak-anak dari keluarga miskin yang sudah berusaha keras tetapi nilainya tidak mencukupi, karena orang miskin identik dengan kebodohan yang dikarenakan kemiskinannya, bisa memiliki akses sama dengan anak dari keluarga kaya yang
bisa mempunyai akses lebih luas karena orangtuanya mempunyai biaya mencukupi.
 
"Padahal tidak semua orang miskin yang bodoh dan malas, ada anak orang miskin yang pintar juga," sebutnya.
 
Baca:  Protes Zonasi, Instagram Kemendikbud Diserbu Warganet
 
Sementara itu, banyak warga yakni para orangtua mengeluhkan kebijakan PPDB berbasis
zonasi yang telah diterapkan sejak tiga tahun terakhir ini, sebagai hal yang menyulitkan mereka.  Para orang tua harus mengantre dan datang lebih pagi untuk mendaftarkan anaknya ke sekolah sesuai zona.
 
Ada kekhawatiran orang tua, anaknya tidak tertampung di sekolah yang ada di zonanya serta
minimnya informasi terkait dengan tata cara pendaftaran sekolah tersebut.  Bahkan sejumlah warganet mengeluhkan PPDB berbasis zonasi yang diterapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan karena tidak mempertimbangkan hasil Ujian Nasional (UN).
 
"Ya, terus buat apa UN diadakan pak? Tahu gitu tidak usah ikut bimbingan belajar sana-sini, Pak, terbuang sia-sia uang orangtua saya," tulis akun Instagram @qonitafadiyah di laman Instagram
Kemendikbud, @kemdikbud.ri.
 
Menanggapi keluhan itu, Doni mengatakan orangtua hendaknya memilih sekolah yang memang sesuai dengan minat dan bakat anak karena tidak menjadi jaminan sekolah unggulan lalu membuat anak pintar.  "Banyak sekolah unggulan anaknya tetap bimbingan belajar toh," katanya.
 
Doni juga menangkal laporan para orang tua yang berkomentar agar anaknya tidak perlu belajar pintar karena nilai tidak lagi menentukan dirinya diterima masuk sekolah unggulan.  Hal seperti
itu, menurut Doni, pemikiran salah karena sistem PPDB memiliki tiga jalur masuk, yakni zonasi 90 persen, anak berprestasi lima persen, dan jalur perpindahan orangtua atau wali murid lima persen.
 
"Itu pemikiran keliru, karena anak pintar bisa masuk lewat jalur prestasi yang lima persen," katanya.
 
Sebelumnya, Mendikbud bersama Mendagri telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 01 Tahun 2019 dan Nomor 420/2973/SJ. Edaran yang ditujukan kepada para kepala daerah itu agar
pemda segera menetapkan kebijakan petunjuk teknis (juknis) PPDB berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 51 Tahun 2018 serta zonasi persekolahan sesuai kewenangan masing-masing.
 
Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 mengatur agar PPDB yang dilaksanakan pemerintah kabupaten/kota untuk pendidikan dasar, maupun pemerintah provinsi untuk pendidikan menengah, wajib menggunakan tiga jalur, yakni jalur zonasi (paling sedikit 90 persen), jalur prestasi (paling banyak lima persen), dan jalur perpindahan orang tua/wali (paling banyak lima persen).
 
Nilai UN tidak dijadikan syarat seleksi jalur zonasi dan perpindahan orang tua.  Penerapan PPDB yang menyimpang dari Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 tidak dibenarkan. Sanksi akan diberikan sesuai peraturan, seperti teguran tertulis sampai dengan penyesuaian alokasi atau penggunaan anggaran pendidikan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan