Selain sibuk kuliah, Nabila juga aktif di Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD) Unesa. Nabila juga berkecimpung dalam bidang teknologi dan informasi serta terlibat merancang aplikasi Kampung Baluwarti Surakarta sebagai media pelestarian warisan budaya.
“Cita-cita saya jadi entrepreneur dan bisa menghasilkan karya yang dapat bermanfaat untuk semua. Di posisi ini saya berterima kasih kepada orang tua, dosen, dan teman-teman semuanya. Tanpa dukungan, saya tidak akan sampai di posisi ini,” ucap Nabila.
Hal yang serupa diungkapkan Nurul Hikmah. Lulusan prodi Pendidikan Bahasa Inggris itu selain fokus kuliah juga aktif di organisasi, Persatuan Tunanetra Indonesia Jawa Timur. Baginya, disabilitas bukan hambatan menjadi sukses. Justru, dengan disabilitas itulah harus menjadi cambuk penyemangat lebih keras dalam belajar dan mengembangkan diri.
“Saya percaya setiap orang terlahir dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Nah, kelebihan ini yang harus saya kembangkan dan buktikan kepada dunia. Kekurangan tentu saya perbaiki tahap demi tahap,” ucap dia.
Nurul selalu bangkit saat jatuh dan selalu semangat saat lelah. Maklum, prodi yang dia ambil terbilang menantang yaitu Pendidikan Bahasa Inggris yang tidak hanya menuntut pemahaman tetapi juga skill berbicara.
“Saya tak mau peduli apa kata orang. Saya percaya semua ada jalannya. Kalau orang lain bisa, kenapa saya tidak bisa? Makanya saya belajar terus dan melangkah penuh keyakinan hingga akhirnya saya bisa membuktikan kalau saya benar-benar bisa,” ujar Savira Ayu Mukti, lulusan disabilitas lainnya.
Savira bercerita selama kuliah ia benar-benar memanfaatkan waktu untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan. Saat pandemi, dia aktif ikut kelas sana sini sampai menemukan passion dalam menulis.
“Mama dan papa selalu menanamkan untuk selalu menghargai waktu dan kerja keras. Sekarang perjuangan perlahan membuahkan hasil dan saya bergelut di salah satu media Jawa Timur,” ucap Savira.