Mereka adalah penerima beasiswa afirmasi pendidikan menengah (ADEM) dalam program Generasi Maju Cinta Tanah Air (Gema Cita) 2025. Putra-putri harapan bangsa ini akan bersekolah di SMA atau SMK di 12 provinsi di Indonesia. Sebuah langkah awal keluar dari keterbatasan hidup di perkebunan sawit Malaysia dan masuk ke dalam sistem pendidikan formal Indonesia.
“Beasiswa afirmasi pendidikan ini kesempatan bagi mereka untuk bersekolah di Indonesia. Kita bisa melihat semangat dan antusiasme mereka. Tentu langkah yang baru bagi mereka, tetapi kita berharap bahwa mereka akan berhasil dan bisa melanjutkan ke pendidikan tinggi,” ujar Sahyuddin, Kepala Sekolah Indonesia Kota Kinabalu Malaysia, Selasa, 1 Juli 2025.
Tak hanya menyediakan akses pendidikan, program ini juga memfasilitasi pembuatan paspor dan dokumen kewarganegaraan resmi. Banyak di antara anak-anak ini lahir di Malaysia dan belum pernah memiliki identitas legal sebagai WNI.
Sehingga, Gema Cita bukan sekadar program beasiswa, melainkan bukti nyata negara hadir untuk seluruh rakyatnya, tanpa pandang status sosial. Sahyuddin berharap program Gema Cita bisa dikembangkan lebih luas.
“Ini adalah bukti nyata bahwa negara hadir, tidak hanya memberi akses pendidikan, tetapi juga memfasilitasi dokumen kewarganegaraan mereka. Banyak dari mereka bahkan belum pernah menginjakkan kaki di Indonesia,” kata Sahyuddin.
“Kami berharap program ini bisa menjangkau lebih luas lagi, bahkan melibatkan kementerian lain seperti Kementerian Pekerja Migran Indonesia. Karena bagi anak-anak PMI ini, beasiswa ini bukan hanya pendidikan—ini berkah. Negara betul-betul hadir di tengah-tengah mereka,” ujar dia.
.jpeg)
Sahyuddin, Kepala Sekolah Indonesia Kota Kinabalu Malaysia. Metro TV/Andre Septian Yusup
Dibekali sebelum berangkat
Sebelum berangkat ke Tanah Air, peserta menerima pembekalan intensif selama empat hari, sejak 30 Juni hingga 3 Juli 2025, di lingkungan Sekolah Indonesia Kota Kinabalu.Materi yang diberikan mencakup wawasan kebangsaan, literasi digital dan bijak bermedia sosial, pentingnya dokumen pribadi, ketahanan menghadapi culture shock di daerah tujuan, serta pengelolaan keuangan.
Sebagai bentuk persiapan menyeluruh, siswa juga diperiksa kesehatannya oleh dokter untuk memastikan kondisi fisik mereka siap menghadapi kehidupan baru di Indonesia. Semua ini dilakukan agar transisi dari kehidupan ladang ke lingkungan sekolah formal berjalan lancar.
| Baca juga: Jalan Panjang Fendi Lulus dari UGM, Butuh 2 Tahun Seleksaikan Skripsi |
Mutiara dari ladang sawit
Yehezkiel, salah satu siswa yang mendapat beasiswa, punya impian besar saat dinyatakan diterima di SMAN Arjasa Jember, Jawa Timur.Yehezkiel tumbuh bersama ibunya setelah sang ayah meninggal dunia. Dalam program ini, ia akan meninggalkan keluarganya dan menempuh pendidikan selama tiga tahun.
Meski akan berjauhan dari sang ibu, semangatnya tak surut. Ia yakin, perjuangannya hari ini adalah langkah menuju masa depan lebih cerah.
“Saya bersyukur bisa melanjutkan sekolah ke jenjang SMA di Indonesia. Cita-cita saya ingin menjadi diplomat dan kuliah di UGM, tentu saja saya harus berusaha lebih keras, rajin belajar, sehingga cita-cita saya dapat tercapai," ucap Yehezkiel.
Sementara itu, Nursentya, siswi yang memilih jurusan perhotelan di SMK Pelita Madani Lampung, mengaku sangat menikmati berbicara di depan banyak orang. Ia berharap pengalaman praktik kerja nanti bisa membantu menentukan apakah akan langsung bekerja atau lanjut kuliah.
“Saya suka public speaking dan guru saya menyarankan perhotelan. Saya ingin belajar bahasa Inggris dan bertemu orang dari berbagai latar belakang,” ucapnya.
Yehezkiel dan Nursentya, penerima beasiswa ADEM Gema Cita 2025. Metro TV/Andre Septian Yusup
Membantu Malaysia, melindungi Indonesia
Machdaniar Nisfah, Konsulat Sosial Budaya KJRI Kota Kinabalu mengatakan, Program Gema Cita tidak hanya berdampak bagi anak-anak Indonesia, tetapi juga secara tidak langsung membantu stabilitas sosial di Malaysia.Menurutnya, banyak anak-anak dari negara lain di Sabah tak memiliki dokumen, tak mengenyam pendidikan, dan berpotensi terjebak dalam persoalan hukum maupun eksploitasi.
"Apa yang kita lakukan ini sudah membantu pemerintah Malaysia dalam memecahkan masalah sosial. Kita tahu bahwa anak-anak tanpa dokumen atau undocumented. Hingga akhirnya menjadi fenomena sosial, tidak bersekolah, menjadi pelaku kriminal, bahkan korban pekerja di bawah umur," ujar dia.
Ia menekankan kontribusi pekerja migran Indonesia di sektor perkebunan sawit sangat penting bagi ekonomi Malaysia.
“Kalau anak-anak mereka tak disekolahkan, justru menjadi beban sosial dan ancaman. Tapi sekarang, dengan adanya Community Learning Center dan program Gema Cita, kita menjaga mereka tetap punya harapan. Ini bukan hanya soal diplomasi, tetapi tanggung jawab antarbangsa,” katanya.
| Baca juga: 320 Pelajar Papua Penerima Beasiswa ADEM Siap 'Pulang Kampung' |
Kembalilah ke Indonesia
Sebagian besar anak-anak itu belum pernah menginjakkan kaki di Indonesia. Namun kini, mereka pulang dengan dokumen resmi di tangan berstatus sebagai pelajar dan mimpi yang kembali tumbuh.“Setiap kali pelepasan seperti ini, kami selalu bilang ke mereka: jangan kembali ke sini sebagai buruh. Kembalilah sebagai anak bangsa yang sukses,” pesan Machdaniar.
Sejak beberapa tahun terakhir, jumlah pendaftar program afirmasi pendidikan menengah terus meningkat. Kehadiran negara semakin dirasakan oleh keluarga-keluarga migran yang selama ini hidup dalam bayang-bayang keterbatasan akses pendidikan.
Siswa siswi dari Negeri Sabah Malaysia, kini dipersiapkan bukan untuk mengulang nasib serupa, tapi untuk melangkah ke jenjang lebih tinggi. Sebagai pelajar, pemuda bangsa, dan warga negara yang punya masa depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id