Prosesi Sidang Terbuka Pengukuhan dan Orasi Ilmiah Profesor Riset akan dilaksanakan di Auditorium Soemitro Djojohadikusumo, Gd BJ Habibie, Jakarta, Rabu, 10 Desember 2025. Kelima periset itu, yakni:
- Nurul Dhewani Mirah Sjafrie (Pusat Riset Oseanologi)
- Made Hesti Lestari Tata (Pusat Riset Ekologi)
- Dieni Mansur (Pusat Riset Kimia Molekuler)
- Evy Ayu Arida (Pusat Riset Sistem Biota)
- Sutrisno Salomo Hutagalung (Pusat Riset Teknologi Lingkungan dan Teknologi Bersih)
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Arif Satria menyampaikan selamat atas pencapaian gelar akademik tertinggi kepada lima profesor riset. Ia berharap kelima peneliti ahli yang memiliki kepakaran spesifik itu dapat meningkatkan kontribusi terhadap bangsa dan negara sesuai dengan bidang keilmuan masing-masing.
Dia mengapresiasi lima Profesor Riset yang menghadirkan kontribusi penting bagi pengelolaan lingkungan, energi, dan keanekaragaman hayati. Mulai dari pendekatan SES untuk ekosistem lamun, paludikultur–agroforestri untuk restorasi gambut, teknologi termokimia untuk biofuel, konservasi biawak berbasis sains, hingga inovasi pengolahan air limbah.
"Temuan dan rekomendasi para peneliti ini memperkuat komitmen BRIN dalam menyediakan basis pengetahuan yang kokoh bagi kebijakan nasional, sekaligus mendorong pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan demi masa depan Indonesia,” ujar Arif.
Dalam orasi berjudul “Urgensi Pendekatan Social-Ecological System (SES) dalam Pengelolaan Ekosistem Lamun Indonesia”, Nurul Dhewani Mirah Sjafrie menyampaikan konsep Social-Ecological System (SES) dan penelitian khususnya dalam pengelolaan ekosistem lamun di Indonesia, meliputi jasa ekosistem, valuasi dan pengelolaannya.
“Orasi ini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang pentingnya ekosistem lamun serta bagaimana pendekatan SES memberikan solusi terhadap pengelolaan ekosistem lamun di Indonesia,” ungkap Nurul.
Menurut Nurul, manfaat riset dan pemahaman terkait pendekatan SES sangat penting dalam mengembangkan pengelolaan ekosistem lamun berkelanjutan. Selain itu, pengelolaan ekosistem lamun dengan pedekatan SES akan dapat menjaga stabilitas keanekaragaman hayati ekosistem lamun, food security serta mendukung pembangunan nasional terutama yang terkait dengan perubahan iklim dan konservasi perairan laut.
“Pendekatan SES sangat relevan untuk menjawab persoalan lokal dan nasional di ekosistem pesisir, terutama ekosistem lamun, karena mampu menggabungkan analisis ilmiah aspek ekologi, sosial, tata kelola dan dapat diimplementasikan dalam kebijakan,” tandasnya.
Orasi ilmiah profesor riset juga akan disampaikan oleh Made Hesti Lestari Tata. Ia menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Implementasi Teknik Paludikultur dalam Sistem Agroforestri untuk Restorasi Ekosistem Gambut”.
Made sudah lebih dari 20 tahun konsisten melakukan riset pada bidang teknologi agroforestri untuk rehabilitasi hutan dan lahan. Dia menjelaskan paludikultur merupakan teknik budidaya tanaman pada lahan basah tanpa mengeringkan gambut, dengan menanam spesies yang adaptif di rawa gambut dan gambut yang dibasahkan kembali.
Baca Juga :
Kenalan dengan Joko Widodo, Ahli Radar yang Jadi Ketua Task Force Penanggulangan Banjir Sumatra
Sementara itu, agroforestri mengintegrasikan tanaman kehutanan dan pertanian dalam satu sistem lahan untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan masyarakat. Kombinasi keduanya menciptakan model pemanfaatan lahan yang tidak hanya menjaga keseimbangan hidrologi dan kesuburan tanah, tetapi juga mendukung ekonomi lokal secara berkelanjutan.
“Kajian teknik paludikultur ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan pembelajaran agar dapat mendorong perkembangan aplikasi teknik paludikultur dalam sistem agroforestri untuk restorasi gambut, dalam rangka mendukung program pembangunan Asta Cita, tujuan pembangunan berkelanjutan, serta agenda global dalam rehabilitasi hutan dan lahan (forest and land rehabilitation, FLR) khususnya ekosistem gambut,” jelasnya.
Sementara itu, Dieni Mansur menyoroti perkembangan terkini, peluang, dan tantangan dalam optimalisasi teknologi termokimia untuk mengkonversi biomassa menjadi senyawa kimia terbarukan dan biofuel yang berkelanjutan. Dia menyampaikan orasi berjudul “Optimalisasi termokimia sebagai solusi strategis konversi biomassa menjadi biofuel dan bahan kimia berkelanjutan”.
Dieni menyampaikan mengenai potensi biomassa sebagai sumber bahan kimia dan biofuel yang aplikatif di sektor industri kimia, pangan, kesehatan, dan transportasi.
Dieni Mansur aktif meneliti dan mengembangkan teknologi bioenergi dan kimia proses, dengan fokus pada teknologi termokimia khususnya pirolisis dan hidrotermal likuifaksi untuk menghasilkan bahan kimia terbarukan dan biofuel. Proses ini menghasilkan senyawa bernilai seperti asam asetat, metanol, fenol, 2-metoksifenol, hidroksiaseton, furfural, aseton, dan metil etil keton.
Asap cair hasil pirolisis dimanfaatkan sebagai pengawet alami dan agen penyembuh luka, sedangkan bio-oil dari ko-pirolisis biomassa dan plastik berpotensi menjadi bahan bakar alternatif. Penelitian ini mendukung pengurangan ketergantungan pada bahan bakar fosil dan transisi menuju energi berkelanjutan.
Di bidang zoologi kepakaran konservasi satwa liar, Evy Ayu Arida memaparkan orasinya berjudul “Potensi Biawak bagi Riset dan Pengembangannya di Indonesia”. Ia menekankan kebijakan konservasi spesies biawak asal Indonesia yang berbasis sains menjadi keharusan dalam mengantisipasi dampak pemanfaatan ekstraktif di Indonesia dengan tujuan komersial.
Evy menekuni riset karakterisasi spesies reptil khususnya kelompok biawak selama masa kariernya sebagai peneliti. Sejak 20 tahun terakhir fokus risetnya meliputi kajian biologi evolusi, karakter reproduksi, perilaku, dan pemanfaatan datanya sebagai basis konservasi spesies.
Kontribusinya dalam upaya pelestarian biawak komodo mencakup analisis persebaran garis keturunan ibu pada populasi alaminya, sebagai landasan pengelolaan spesies endemik dan terancam punah tersebut.
Orasi ilmiah profesor riset terakhir akan disampaikan oleh Sutrisno Salomo Hutagalung. Ia menyampaikan orasi berjudul “Sistem Instrumentasi Dan Kontrol Pada Aplikasi Ultrasonik Terpadu Dengan Proses Oksidasi Lanjut Dan Generator Gelembung Nano Untuk Pengolahan Air Limbah”.
Riset ini menghasilkan inovasi sistem pengolahan air limbah berbasis kombinasi ultrasonik, proses oksidasi lanjut (ozon + UV), dan generator gelembung nano (GGN).
“Teknologi ini terbukti mampu menghasilkan gelembung nano berukuran 200–700 nm yang meningkatkan efisiensi oksidasi dan homogenisasi. Dengan frekuensi ultrasonik 26 kHz, sistem menurunkan COD hingga 57,46%, memenuhi standar nasional maupun internasional. Inovasi ini tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga ekonomis serta berpotensi besar untuk industri tekstil dan pengolahan limbah berkelanjutan,” papar Sutrisno.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News