Ilustrasi/Medcom.id
Ilustrasi/Medcom.id

Dunia Pendidikan Alami Darurat Kekerasan Seksual, P2G Beberkan 4 Penyebabnya

Citra Larasati • 15 Juli 2022 22:10
 

2. Perspektif Profesi

Guru merupakan profesi diatur UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Begitu pula UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.
 
Empat syarat kompetensi guru: a) pedagogik, kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik; b) kepribadian, kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik; c) profesional, kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam; dan d) sosial, kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
 
"Guru atau pendidik yang menggunakan instrumen kekerasan dalam berinteraksi dengan siswa, jelas tak profesional, tuna kompetensi pedagogis, kepribadian, dan sosial," kata Iman Zanatul Haeri, Kepala Bidang Advokasi P2G.

Dia melanjutkan kepala sekolah dan guru berperan sentral menumbuhkembangkan disiplin positif sebagai upaya pemberian konsekuensi yang mendidik kepada siswa tanpa teriakan, kekerasan, dan hukuman. Membangun kesadaran tentang kepercayaan (trust), komitmen, dan tanggungjawab, bukan ketakutan.
 
Menurut Iman, guru mestinya lebih memusatkan perhatian pada kegiatan belajar-mengajar ketimbang menghukum, serta saling menghormati dan bekerja dengan anak-anak, bukan melawan mereka.  "Ringkasnya, mendisiplinkan siswa tanpa hukuman kekerasan," ujar guru mata pelajaran Sejarah ini.

3. Perspektif Pendidikan Demokrasi

Sekolah menjadi laboratorium untuk mengenali, memahami, dan mengaktualisasikan nilai-nilai demokrasi Pancasila bagi siswa. Desain pembelajaran demokratis menitikberatkan pada terbukanya partisipasi, membangun otonomi, pengakuan kesetaraan, memegang komitmen, bernalar kritis, dan menghargai keragaman (inklusif) termasuk perbedaan pendapat.
 
"Kekerasan terjadi karena minim atau mandeknya ruang partisipasi dan absennya kesetaraan dalam pembelajaran, sehingga yang terbangun relasi kuasa," kata Kepala Bidang Litbang Guru P2G, Agus Setiawan.
 
Agus menjelaskan, adapun keterlibatan siswa dikendalikan sedemikian rupa, alih-alih mengatur, yang terjadi malah pembatasan dengan seperangkat larangan-larangan. Siswa berada dalam posisi inferior sedangkan guru superior.
 
Hal ini, kata Agus, juga banyak terjadi di satuan pendidikan berbasis agama.  Menurut Agus, guru menyalahgunakan doktrin agama bagi santri atau siswa mengenai “kewajiban menghormati guru dan keluarganya”.
 
"Sehingga dengan iming-iming pahala atau ancaman dosa, guru bertindak semaunya kepada siswa, padahal oknum guru tersebut telah menyimpangkan doktrin tersebut," demikian terang guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam ini.
 
Kondisi demikian makin subur, sebab metode pembelajaran terpusat pada guru, siswa menjadi objek bukan subjek.
 
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan