Dianggap tidak optimalnya PJJ selama pandemi inilah yang kemudian yang mendorong sejumlah negara di dunia, tidak terkecuali Indonesia untuk kembali membuka sekolah. Yakni menerapkan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) dengan protokol kesehatan ketat meski masih dibayang-bayangi risiko kesehatan.
Praktisi Pendidikan dari PesonaEdu, Hary Candra menilai bahwa apapun yang menjadi pilihan, pemerintah tetap harus melakukan perbaikan pada kualitas PJJ daring. Sebab untuk saat ini pun, pembelajaran belum bisa lepas dari PJJ sepenuhnya, masih harus berlangsung secara hybrid hingga batas waktu yang tidak dapat ditentukan.
"Dalam situasi apakah itu full atau hybrid learning, ataupun kalau nanti misalnya pada suatu saat 100 persen bisa masuk sekolah tatap muka, media digital harus tetap dipakai bergandengan tangan dengan luring. Maksimalkan pembelajaran digital. Sebab media belajar digital itu keniscayaan," tegas Hary dalam diskusi pendidikan, Selasa, 6 April 2021.
Salah Persepsi
Hanya saja, kata Hary, perlu dilakukan perbaikan serius dalam cara belajar di PJJ daring. Hary mengatakan, pelaksanaan PJJ daring di lapangan pada faktanya salah konsep dan kerap disalah persepsikan.
Tidak sedikit pemangku kepentingan di bidang pendidikan yang masih berpikir bahwa belajar daring adalah sekadar membagikan bahan ajar yang sudah didigitalkan seperti buku yang sudah diubah dalam bentuk pdf. Kemudian disampaikan dalam media daring, baik WhatsApp, Zoom, Google Meeting dan lainnya.
"Pemahamannya itu masih pada belajar daring adalah belajar dengan media digital berbentuk e-book, asumsinya ya bahan ajar yang berbentuk pdf. Akhirnya tidak berbeda dengan cetak, ibarat hanya memindahkan cara belajar di kelas ke model daring," terangnya.
Pemahaman inilah yang membuat suasana PJJ daring saat ini horor. Terasa sulit bagi guru, siswa, dan orang tua, bahkan bukan tidak mungkin membosankan.
"Ini yang membuat PJJ terasa membosankan, karena asumsinya belajar daring itu mengajarkan bahan ajar yang sudah di-pdf.-kan lalu diajarkan lewat Zoom, lalu selesai. Wajar kalau boring," tegasnya.
Bahkan Hary menyebut, jika metode PJJ daring yang berjalan selama ini sebenarnya adalah cara belajar daring di level terburuk, yakni generasi 1.0. "Kalau masih pakai buku digital dan gambar mati itu masih di generasi 1.0, yang terburuk. No," ujarnya.
Sedangkan bahan ajar yang memiliki audio dan video itu masuk ke generasi 2.0. Menurut Hary, bahan ajar yang harusnya diberikan guru ke siswa saat PJJ saat ini adalah digital yang mengandung animasi dan interaktif atau masuk dalam bahan ajar 3.0 dan 4.0.
"Jadi sebenarnya PJJ itu tidak se-disaster yang kita bayangkan sekarang ini. PJJ itu kalau diterapkan dengan benar maka akan sangat baik," tegas Hary.
Sebelumnya, berdasarkan studi 'Satu tahun Pandemi' yang dilakukan UNESCO, jumlah anak yang mengalami kesulitan membaca dalam satu tahun terakhir ini mengalami lonjakan di seluruh dunia. Dari 460 juta anak di 2020, meningkat menjadi 584 juta anak atau sebanyak 124 juta anak menurun kemampuan membacanya selama pandemi covid-19.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News