Ia menekankan, zona megathrust bukan hal baru. Di Indonesia, zona sumber gempa ini sudah ada sejak jutaan tahun lalu saat terbentuknya rangkaian busur kepulauan Indonesia.
Zona megathrust berada di zona subduksi aktif, seperti subduksi Sunda mencakup Sumatra, Jawa, Bali, Lombok, dan Sumba. Kemudian, subduksi Banda, subduksi Lempeng Laut Maluku, subduksi Sulawesi, subduksi Lempeng Laut Filipina, dan subduksi Utara Papua.
"Saat ini segmen zona megathrust Indonesia sudah dapat dikenali potensinya," ujarnya.
Seluruh aktivitas gempa yang bersumber di zona megathrust disebut sebagai gempa megathrust dan tidak selalu berkekuatan besar. Sebagai sumber gempa, kata dia, zona megathrust dapat membangkitkan gempa berbagai magnitudo dan kedalaman.
"Data hasil monitoring BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) menunjukkan, justru 'gempa kecil' yang lebih banyak terjadi di zona megathrust, meskipun zona megathrust dapat memicu gempa besar," ungkapnya.
Megathrust Selatan Jawa
Dalam buku Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia 2017 disebutkan, di Samudra Hindia selatan Jawa terdapat tiga segmentasi megathrust, yaitu Segmen Jawa Timur, Segmen Jawa Tengah-Jawa Barat, dan Segmen Banten-Selat Sunda. Ketiga segmen megathrust ini memiliki magnitudo tertarget M8,7."Namun demikian, jika skenario model dibuat dengan asumsi dua segmen megathrust yang 'bergerak' secara simultan maka magnitudo gempa yang dihasilkan bisa lebih besar dari 8,7," paparnya.
Baca: Masyarakat Pesisir Pantai Jawa Diminta Bijak Sikapi Potensi Tsunami
Besarnya magnitudo gempa yang disampaikan tersebut adalah potensi skenario terburuk (worst case) bukan prediksi yang akan terjadi dalam waktu dekat. Dengan begitu, tak ada yang tahu kapan terjadinya gempa megathrust.
"Untuk itu, dalam ketidakpastian kapan terjadinya, kita semua harus melakukan upaya mitigasi," ungkapnya.