Dikutip dari akun Instagram @brin_indonesia, Solstis Utara terjadi saat matahari berada pada posisi paling utara dalam peredarannya, tepatnya di garis balik utara (Tropic of Cancer). Di Indonesia, fenomena ini menjadi indikator awal musim kemarau, yang sangat penting bagi sektor pertanian dan perencanaan kebijakan cuaca.
“Fenomena Solstis Utara pada 21 Juni setiap tahun ini menandai awal musim kemarau di Indonesia. Posisi matahari yang memengaruhi distribusi panas membentuk pola musim dan pergeseran angin,” papar Profesor Riset Bidang Astronomi dan Astrofisika BRIN, Thomas Djamaluddin, dikutip dari Instagram @brin_indonesia, Selasa, 24 Juni 2025.
Thomas menjelaskan memahami fenomena Solstis Utara penting untuk mengantisipasi peralihan musim dari pancaroba ke kemarau, lalu kembali ke musim pancaroba, dan selanjutnya ke musim hujan.
Baca juga: Ahli Meteorologi IPB Sebut Aktivitas Sunspot Jadi Biang Kemarau Basah |
Secara ilmiah, Solstis Utara disebabkan oleh kemiringan sumbu rotasi Bumi sebesar 23,5 derajat. Akibatnya, saat Bumi mengelilingi matahari, posisi terbit dan terbenam matahari mengalami pergeseran. Pada titik Solstis Utara, matahari tampak 'berhenti' di titik paling utara sebelum kembali bergeser ke selatan.
Perubahan ini turut memengaruhi arah angin. Setelah Solstis Utara, angin dominan mulai bergerak dari selatan ke utara, mendorong pembentukan awan ke arah utara, sehingga Indonesia mulai memasuki musim kemarau.
“Memahami fenomena seperti Solstis Utara juga penting untuk meningkatkan literasi sains masyarakat serta mendukung kebijakan adaptif di sektor pertanian dan mitigasi bencana,” tutur Thomas.
Dengan memahami gerak matahari dan dampaknya terhadap iklim, masyarakat diharapkan dapat lebih siap menghadapi dinamika musim dan memanfaatkannya secara bijak dalam kehidupan sehari-hari. (Antariska)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News