Mahasiswa UIN Jakatta menerima secara simbolis beasiswa Gus Dur. Dok Humas UIN Jakarta.
Mahasiswa UIN Jakatta menerima secara simbolis beasiswa Gus Dur. Dok Humas UIN Jakarta.

Tiga Mahasiswa UIN Jakarta Berhasil Raih Beasiswa Gus Dur

Arga sumantri • 30 April 2021 19:15
Jakarta: Tiga mahasiswa UIN Jakarta berhasil meraih bantuan Beasiswa Gus Dur guna membiayai riset akhir mereka. Masing-masing menerima beasiswa senilai Rp10 juta.  Beasiswa diberikan atas kerja sama Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) UIN Jakarta dan Wahid Foundation bagi mahasiswa yang menulis kiprah dan pemikiran Gus Dur.
 
Ketiga mahasiswa penerima beasiswa itu ialah Desi Anggraini dari Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Dila Wahyuni dari Fakultas Adab dan Humaniora, dan Jufri dari Fakultas Ushuluddin. Mereka berhasil meraih beasiswa setelah melewati serangkaian seleksi ketat dan bersaing dengan banyak mahasiswa pendaftar.
 
Dengan bantuan beasiswa ini, Desi Anggraini menulis skripsi ‘Kritik Politik Gus Dur dalam Wacana Pekan Humor Indonesia tahun 1992 dalam Kajian Semiotika Umberto Eco’. Sedangkan Dila, menulis skripsi ‘Potret Keabadian Pemikiran Gus Dur dalam Karya Tulis Beliau dan Karya Orang Lain dalam Google Scholar’. Adapun Jufri menulis skripsi berjudul ‘Nilai-Nilai Moderasi dalam Pemikiran Tasawuf Abdurrahman Wahid’.

Baca: Beasiswa 'Cahaya' Itenas, Gratis Biaya Kuliah Hingga Lulus
 
Dekan FAH UIN Jakarta Saiful Umam menyampaikan apresiasi atas pencapaian ketiga mahasiswa tersebut. Ia berharap beasiswa ini bisa memotivasi mereka melakukan riset lebih mendalam sekaligus mendorong mahasiswa lain untuk turut melakukan riset atas kiprah dan pemikiran Gus Dur.
 
"Banyak yang sudah ditulis, tapi masih banyak hal-hal yang bisa dikaji," kata Saiful mengutip siaran pers UIN Jakarta, Jumat, 30 April 2021.
 
Direktur Eksekutif Wahid Foundation Mujtaba Hamdi menyatakan, ketiga mahasiswa terpilih karena judul riset akhir mereka sangat menarik dalam mengeksplorasi sudut-sudut menarik kiprah dan pemikiran Gus Dur. Baik dari sisi tasawuf, humor, dan kepustakaannya.
 
"Ada tasawufnya Gusdur, ini menarik dan bikin penasaran seperti apa elaborasi dimensi tasawufnya. Lalu, humor Gus Dur dilihat dari semiotika. Ini humor, tapi diteliti serius. Lalu hal baru, melihatnya dari ilmu kepustakaan," ungkap Mutjaba.
 
Rektor UIN Jakarta Amany Lubis mengapresiasi FAH dan Wahid Foundation yang telah bekerja sama memberikan beasiswa. Ia berharap beasiswa ini bisa makin memacu mahasiswa melakukan riset lebih serius.
 
 

Gus Dur Sosok Fenomenal

Pemberian beasiswa dilakukan berbarengan dengan kuliah umum yang disampaikan Profesor George Quinn dari Australian National University. Pakar bahasa dan sastra Jawa asal Australia sekaligus penulis buku Bandit Saints of Java ini menuturkan Gus Dur merupakan sosok luar biasa dalam kehidupan masyarakat Muslim Jawa dan Indonesia.
 
Selain pernah memimpin salah satu organisasi Islam terbesar Nahdlatul Ulama dan Presiden Indonesia periode 1999-2001, Gus Dur juga dinilai banyak kalangan muslim Tanah Air sebagai sosok dengan banyak keistimewaan dan keunikan. Selain karya yang merangkum pemikirannya, berbagai karya lain juga banyak mengeksplorasi keistimewaan dan keunikan sosoknya.
 
Ia mencontohkan bagaimana dengan keunikannya, Gus Dur diasosiakan sebagai sosok Nabi Khidr di masa modern. Pemikiran dan aksi politiknya yang sulit diramalkan makin memperkuat pengasosiasian dirinya dengan Nabi Khidr yang digambarkan literatur Islam memiliki sikap dan perbuatan yang sulit ditebak.
 
Baca: Telkom University Tawarkan Beasiswa Keagamaan, Simak Informasinya
 
Lebih dari itu, keunikannya juga diyakini menegaskan kepandaiannya, termasuk kepandaian berpolitik. "Bahkan menurut Profesor Greg Feally, keberhasilannya menjadi Presiden RI membuktikan dirinya pandai berpolitik dengan berbagai siasat dan akrobat politik yang tak bisa diramalkan, seperti halnya Nabi Khidr," tambahnya.
 
Amany menambahkan, Gus Dur merupakan sosok fenomenal dengan kiprah dan pemikirannya. Salah satu yang diingatnya adalah saat Gus Dur meminta Profesor Nabilah Lubis, ibunya, menyampaikan ceramah dalam kegiatan Nuzulul Quran di Mesjid Istiqlal.
 
Hal itu, sambungnya, mengubah kebiasaan pada masa-masa sebelumnya dimana penceramah biasanya merupakan ulama laki-laki. "Sampai sekarang belum terulang lagi Nuzulul Quran dengan penceramah perempuan," terangnya.
 
Hal lain yang diingat Amany adalah saat dirinya ditugaskan menjadi penerjemah bagi istri Gus Dur, Sinta Nuriyah Wahid dalam mendampingi suaminya melakukan lawatan ke beberapa negara Timur Tengah. Sepanjang lawatan itu, Gus Dur banyak menekankan pentingnya kerukunan umat agama di Indonesia dan dunia sebagai basis kehidupan harmonis umat manusia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan